#25 Catastrophe

73 10 0
                                    

Hari berubah menjadi gelap ketika seorang pria bersurai cokelat tengah bergulat batin di antara remang lampu sebuah ruangan yang tidak asing untuknya. Dengan kedua bola mata yang bergerak tidak tenang, ia masih setia menatap objek benda di hadapannya. Helaan napas berulang kali terdengar begitu pasrah. Seolah ia menerima segala konsekuensi yang akan terjadi di dalam hidupnya.

Merenungi segala perbuatannya yang terlanjur dilakukan adalah hal yang sia-sia. Namun, ia tidak bisa melakukan apa pun karena ada pergerakan lain yang dapat membahayakan setiap nyawa orang yang tengah bersamanya selama beberapa bulan terakhir.

Bara tidak henti-hentinya untuk memikirkan segala cara agar hidupnya dapat terbebas dari pantauan ayahnya. Elandra bukanlah orang yang mudah untuk ditaklukkan dengan cepat. Meskipun ia yakin, bahwa suatu saat nanti ia akan terlepas dari jerat bayang-bayang tidak terlihat yang selama ini menghalau dirinya.

Arloji yang sedang digenggamnya seolah tertawa mengejek. Betapa pengecutnya Bara yang tidak langsung mengakui segala kekhilafannya. Namun, Bara dapat membaca situasi ke depan. Perempuan itu pasti akan mendepakknya dengan cepat jika saja ia mengakui kebenaran yang coba ia gelapkan.

Mengenai perkataan Elandra tadi siang, Bara masih terus berpikir tanpa melakukan apa pun. Selama perempuan itu masih berada di jangkauan Cakra, Bara yakin sahabatnya itu tidak akan membiarkan siapa pun untuk mencelakainya. Buktinya, sampai detik ini ia tidak mendapatkan kabar apa pun soal perempuan itu dari Cakra. Itu artinya, semuanya berjalan baik-baik saja. Dan kemungkinan, Rana telah tenang berada di dalam dekapan yang selama ini ia rindukan. Bagaimana pun yang terjadi, Bara sangat yakin bahwa Rana pernah mempunyai hubungan yang berarti dengan sahabatnya itu.

Di tengah lamunannya, Bara mendengar sayup-sayup langkah kaki dengat irama yang begitu cepat mendekat. Menghancurkan segala keheningan yang ia ciptakan dengan susah payah. Merusaknya dalam kurun waktu beberapa detik dan membuat situasi menjadi gaduh. Pergulatan batinnya juga tidak fokus, karena suara itu yang kian detik makin terdengar begitu nyata.

Seseorang membuka pintu dengan tergesa. Hingga benturan kayu dan beton tidak dapat dihindarkan lagi. Pria itu menghela napas pasrah, dan menoleh ke arah sekat yang menghubungkan dunia luar dan sudut gelapnya.

Bara menyipitkan mata dan mendapati sebuah bayangan besar dengan siluet telinga yang begitu mencolok. Derap langkah itu mendekat seolah mengetahui bahwa ada insan yang tengah bernapas menghuni sudut gelap ini.

"Bara?" panggilnya dengan suara rendah. Tidak butuh waktu lama untuk Bara mengenali suara itu.

Cakra. Seseorang yang ia percayakan untuk segala kerisauannya.

Bara terpaku di tempatnya. Tidak berniat untuk menyambut kedatangan pria itu. Keheningan yang ia dambakan beberapa jam ke depan harus ia kubur sedalam-dalamnya.

"Bara ... Rana—"

"Aku sudah memberikan tanggung jawab itu padamu."

Bara dapat mendengar bahwa pria dengan tinggi badan 1,85 meter itu membuang napas kasar hingga membuat Bara paham bahwa Cakra datang bukan tanpa sebab. "Ada apa?" tanya Bara penuh sesak.

Cakra tidak langsung menjawab. Napasnya masih tercekat karena berlari terlalu jauh demi menemukan seorang Bara yang rupanya kini tengah bersembunyi di ruang rahasia bagian belakang rumah besarnya.

Menyaksikan Cakra yang membungkam, Bara jadi teringat perkataan Elandra tadi siang.

"Rana ...," ucap Cakra terbata-bata. Ia masih belum sanggup menyelesaikan ucapannya. Karena sungguh, rasa sesak yang kini bersarang di sekitar area pernapasannya begitu menghimpit—seolah tidak membiarkan paru-paru mendapatkan oksigen dengan mudah. "Dia menghilang."

Bad Alive | Byun Baekhyun [Terbit]Where stories live. Discover now