#02 Crazy Friend

121 7 0
                                    

"Bara!"

Pria bersurai cokelat yang namanya dipanggil barusan segera mengalihkan pandangannya ke sumber suara. Setelah mengetahui siapa yang mengganggu waktu kerjanya, pria itu berdecak kesal.

Bara enggan membuka mulut dan memandang abai kepada seseorang yang kini berdiri di ambang pintu.

"Hei, Bara! Apa kau tuli?!" teriak pria jangkung yang tidak tahu diri itu.

Bara sangat jengkel karena sahabatnya itu tidak bisa mengontrol suara toanya. Padahal, ia berada di kantor orang lain sekarang.

Terdengar decakan yang begitu keras dari mulut Bara. Ia meletakkan bolpoinnya dan menatap orang itu malas.

"Ada apa? Kau tidak bisa melihat kalau aku sedang sibuk, ya? Lain kali saja!"

"Apa maksudmu mengatakan lain kali saja? Kau pikir aku ini sedang meminta sumbangan padamu?!" ucapnya ngotot.

"Ya, katakan saja apa yang ingin kau katakan, Cakra. Aku akan mendengarkan tanpa menimpalimu."

Pria bernama Cakra itu mendekati Bara dan duduk di atas meja kerja. Kepribadiannya memang terlewat kurang ajar. Seperti tidak diajarkan etika oleh kedua orang tuanya.

"Hem ... bisakah kau memesankan tiket pesawat untukku?"

Bara melempar bolpoinnya dengan kasar dan melepaskan kaca mata yang sebelumnya bertengger di pangkal hidungnya. "Kerjaanmu hanya meminta tolong saja. Memangnya aku ini orang yang bekerja di lembaga perbantuan?"

"Aku ingin ke Aussie," jawab Cakra tanpa memandang Bara sedikit pun.

"Apa ada pekerjaan penting di sana? Jangan lupa, kau ini hanya seorang pengangguran yang banyak acara! Kau tertolong hanya karena orang tuamu kaya. Aku akui kau memang tampan dan menjadi idaman para gadis kekurangan belaian, tetapi apa kau harus selalu menghamburkan uang ayahmu? Hei, sadarlah! Setidaknya kau harus bekerja. Menjadi office boy di kantorku misalnya." Ucapan pedas yang Bara lontarkan membuat laki-laki yang duduk di atas meja itu terdiam.

"Kau tahu kalau aku sangat malas bekerja. Bekerja hanya membuat kebebasanku terkekang. Lagi pula, ayahku saja tidak merasa keberatan. Kenapa kau ini sangat berlebihan? Memangnya kau ingin menggantikan posisi ayahku?" ucap Cakra menimpali. "Cepat pesankan aku tiket pesawat!"

Bara menghela napas berat lalu menatap laki-laki itu sinis.

"Kau hidup di zaman apa, sih? Apa kau begitu sempit wawasan sehingga memesan tiket pesawat sendiri saja tidak bisa?"

"Bukannya aku tidak bisa!" elak laki-laki itu. "Aku tidak ingin mengaktifkan ponselku."

"Kau selalu merepotkanku. Aku ingat terakhir kali kau menyuruhku untuk menjadi kekasih pura-puramu di acara reuni SMA sialan itu. Belum lagi, kau memelukku dari belakang. Bukankah itu sangat menjijikan? Rasanya aku ingin tenggelam di dasar Samudera Atlantik bersama Titanic."

Cakra tertawa terbahak-bahak. Ia kembali teringat tentang hal memalukan itu. Di mana dirinya meminta bantuan pada Bara untuk menjadi kekasih pura-puranya. Alhasil, Bara harus berdandan layaknya perempuan sungguhan untuk memenuhi permintaan konyol Cakra.

"Malam itu kau terlihat cantik, Bar!"

"Itu penghinaan! Aku dilahirkan sebagai pria sungguhan, kau tahu?"

Cakra kembali tertawa dengan memukul tubuh Bara secara brutal.

"Kau sialan!" desis Bara. Kebiasaan seorang Cakra adalah memukul orang di sekelilingnya saat ia tertawa. Benar-benar menjengkelkan!

"Pesankan aku tiket pesawat. Aku berjanji, ini terakhir kali aku merepotkanmu." Cakra merubah raut wajahnya menjadi serius.

Bara terdiam sejenak, menembus netra Cakra yang kini menampilkan binar memohon padanya.

Bad Alive | Byun Baekhyun [Terbit]Where stories live. Discover now