#28 Bad Alive

51 5 0
                                    

Cakra memarkirkan mobilnya di depan pintu gerbang yang menjulang tinggi. Ia tahu bahwa malam sudah larut dan kemungkinan orang yang menghuni rumah tersebut sudah terlelap. Akan tetapi, ia tidak bisa menunda untuk meminta bantuan karena bagaimana pun pria itu tengah memerlukan bantuan.

Pria yang mengenakan jaket terkoyak itu menekan bel beberapa kali, hingga seseorang yang ditugaskan untuk menjaga gerbang membuka pintu untuknya.

"Permisi, saya ingin bertemu dengan ayah Rana. Apa beliau ada di dalam?" Cakra menodongkan pertanyaan tanpa basa-basi, karena waktu yang dihadapinya sangatlah genting.

"Tuan sedang istirahat. Kenapa Anda tidak kembali esok hari saja?"

Cakra berdecak setelah mendengar jawaban penjaga itu.

"Tidak ada waktu untuk besok. Kau harus sampaikan kepada tuanmu bahwa putrinya sedang dalam bahaya!" Cakra tak tahan menggempur tubuh tegap itu dengan dorongan yang sangat kuat—mencoba untuk menerobos masuk ke dalam.

"Tuan, maaf anda tidak boleh masuk ke dalam!" Penjaga itu menahan tubuh Cakra. "Silakan kembali besok pagi, setelah tuan kami—"

"Persetan, ini sangat genting bodoh!" Dengan tingkat kesabarannya yang menipis, Cakra menendang aset berharga sang penjaga itu hingga ia meringis kesakitan. Pria itu dengan cepat berlari ke arah pintu utama dan berusaha membuat penghuni rumah keluar. Biarlah setelah ini Cakra dicap menjadi orang yang tidak punya sopan santun, tetapi yang terpenting adalah ia harus cepat mendapatkan bantuan.

"Permisi!" Dengan sekuat tenaga, Cakra menggedor pintu itu keras. "Permisi!"

"Saya ingin bertemu dengan ayah Rana, permisi!" Cakra berteriak lantang—hingga suaranya menggelegar sampai menembus pintu besar itu. "Apa ada orang? Halo!"

Setelah ia berteriak keras hingga suaranya hampir saja habis, pintu akhirnya terbuka—menampilkan seseorang berpakaian tidur dengan wajah yang sangat lelah. Cakra langsung mengetahui bahwa pria itu kemungkinan besar adalah ayah dari Rana.

"Maafkan saya jika mengganggu waktu istirahat Anda, Tuan. Saya Cakra, teman Bara sekaligus Rana. Saya ingin menyampaikan kabar genting—putri Anda telah diculik oleh Elandra Bratadikara." Cakra terengah-engah ketika mengabarkan berita itu. Keringat yang berjatuhan di seluruh tubunya turut menjadi saksi betapa kerasnya perjuangan Cakra untuk sampai ke tempat ini.

"Apa maksudmu? Rana—dia kenapa?" tanya Adinegara yang masih terlihat bingung. Pasalnya kesadarannya belum penuh sepenuhnya.

"Rana diculik oleh Elandra Bratadikara—ayah mertuanya." Cakra mengulang ucapannya—berharap bahwa Adinegara mengerti kali ini.

"Apa?!" Adinegara terkejut. Pria itu sontak mengeratkan pakaian tidur dan memajukan langkahnya agar jarak dirinya pada Cakra tidak terlalu jauh. "Jangan pernah menyebarkan berita bohong, apalagi padaku," ucap Adinegara penuh penekanan. "Apa kau sungguh-sungguh dengan perkataanmu itu?"

Cakra mengangguk cepat. "Iya, aku serius. Aku benar-benar menghampirimu untuk meminta bantuan, Tuan. Bara—dia sedang berjuang untuk menyelamatkan Rana, tetapi ia tidak mungkin menghadapi Elandra dan para pesuruhnya sendirian. Aku butuh bantuan dari Anda."

Pria paruh baya itu sempat terdiam beberapa saat untuk mengontrol detak jantungnya yang tidak karuan. Mendengar kabar bahwa putrinya tengah dalam bahaya adalah suatu kabar yang dapat meruntuhkan pertahanan Adinegara.

"Arjuna!" Teriakan Adinegara langsung menggema memenuhi seluruh ruangan. Tidak butuh waktu lama untuk sang pemilik nama keluar dari tempatnya. Pria itu berlari hingga ke tempat Adinegara dan Cakra berdiri saat ini.

"Ada apa, Ayah? Dan oh—siapa dia?" Pandangan Arjuna kini ia alihkan pada Cakra.

"Adikmu diculik oleh Bratadikara, kita harus menyelamatkannya."

Bad Alive | Byun Baekhyun [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang