1. TERJEBAK

10.7K 1K 95
                                    

TERJEBAK

Sinar menahan erangannya sebisa yang ia mampu. Menahan setiap hujam keras yang menandai bahwa permainan itu tak sepenuhnya atas kehendak suka sama suka. Dia bekerja keras agar tidak menyesal. Setidaknya menangis bisa mengurangi rasa sakit yang dirasakannya. Satu kali, lalu berkali-kali setelahnya Sinar tak mendapatkan emosi apa pun dengan kegiatan tersebut. Pelepasan bukan hak-nya. Hanya Zafar yang diizinkan memuaskan diri di sini. Jika menentang, maka konsekuensinya akan sangat buruk.

"Hmp—"

Sinar merasakan tangan kekar nan kuat itu menampar kulit bagian belakangnya. Perih, sensasi sakit tindakan tersebut sudah pasti akan meninggalkan jejak hari berikutnya.

"Kenapa bersuara!? Aku bilang jangan berani mengeluarkan suara sedikitpun!"

Marah.

Entah sudah berapa kali pria itu memarahinya dalam setiap kesempatan. Kaki Sinar bahkan sudah begitu lemas untuk menahan tubuhnya yang sebagian merunduk karena tuntutan dari Zafar.

Nama Zafar yang memiliki arti diiringi kemenangan sepertinya memang mengandung kebenaran. Zafar memenangkan apa pun yang pria itu mau. Memecah prinsip seorang Sinar untuk sesuatu yang penting untuk dijaga.

"Akh—Zafar!" Sinar memekik akibat dorongan yang semakin brutal. "Berhenti... sakit, Zaf!"

Permohonan itu tak akan berhasil. Sinar yang malang akan tetap tersiksa dengan kemarahan Zafar. Kegilaan pria yang kini menghukumnya dengan caranya sendiri itu bukan tanpa sebab. Zafar yang arogan hadir karena merasa terkhianati oleh Sinar yang dicintai di masa lalu.

Waktu itu mereka adalah pasangan paling serasi yang tidak mati hanya karena strata yang ada. Di kampus, keduanya terkenal sebagai pasangan tercocok hingga dalam setiap organisasi selalu ada satu sama lain.

Sinar si miskin terkadang mendapat bantuan dari kekasihnya—Zafar. Membantu untuk membuat Sinar bertahan kuliah meski biaya selalu menjadi kendala utama.

Sampai suatu hari, Sinar menghilang. Tidak adanya konfirmasi pada Zafar membuat pria itu kebingungan. Usaha yang menjadikan Zafar untuk segera menemukan kekasihnya tidak mempan. Cinta mereka hidup dalam jarak yang tidak diketahui oleh Zafar seberapa jauhnya. Tidak adanya kepastian juga menambah kecurigaan Zafar. Rasa percaya yang semula merebak luas, menjadi susut di hati.

Rumor tak sedap merebak. Sinar pernah ditemukan oleh teman lelaki kampus mereka sedang menemani pria hidung belang di salah satu kursi kelab malam. Zafar langsung mengikuti kemana informan berkata, mencari sosok Sinar di tempat tersebut. Nihil, tidak ada Sinar di tempat tersebut. Lalu muncul rumor lainnya bahwa Sinar sedang hamil besar, ada beberapa pasang mata yang mengetahui hal tersebut.

Kemarahan Zafar semakin naik, karena rumor itu menandaskan bahwa Sinar perempuan tak baik. Tak sesuci yang banyak orang kira. Zafar pada kesimpulan dari orang-orang tersebut bahwa Sinar sering dibawa pelanggan sampai menyebabkan kehamilan.

Murka, Zafar mengendalikan dunianya sendiri hingga menemukan Sinar di perusahaan cabang miliknya. Mulanya Zafar tidak berpusat di sana, tetapi karena adanya Sinar Giaras Kumar sebagai salah satu kandidat pegawai baru... Zafar memanfaatkan segalanya.

Dendam, kesal, kecewa dan segala tuduhan negatif terngiang dalam kepalanya. Zafar tak pernah berpaling dari satu wanita. Meskipun keluarganya sudah mengenalkan Zafar pada sosok pilihan idaman keluarga. Tak peduli seperti apa kehidupan Sinar sebelum dan sekarang, Zafar memanfaatkan kesulitan yang melanda diri perempuan itu.

Anak yang Sinar lahirkan mengalami masalah dengan kesehatannya, tak peduli apa, Zafar memberikan bantuan dengan syarat yang berlaku hingga entah sampai kapan. Tidak ada jalan lain bagi Sinar selain menurutinya, jalan buntu agar putrinya diberikan pelayanan memang hanya melalui ketersediaan uang. Zafar adalah jembatan agar putri Sinar tetap baik-baik saja.

"Berhenti bersuara atau aku akan semakin memberi kamu hadiah, hm!?"

Airmata di pelupuk Sinar tidak bisa ditahan. Pria sialan yang tak pernah tahu keadaannya itu lebih memilih cerita orang lain yang dibenarkan banyak orang, ketimbang kesaksian dari mulut Sinar sendiri. Namun, Sinar tetap tidak akan mau membuka mulutnya akan semua itu karena... tidak ada gunanya. Hidup Sinar sudah hancur. Zafar tetap tidak akan melihat sisi baik Sinar lagi.

Jadi, biar saja semuanya seperti ini. Sinar tersiksa, tak apa. Yang terpenting putrinya akan selalu terjamin.

*

Pukul dua malam, Zafar membuka matanya karena merasakan pergerakan ranjang hotel di sisinya. Akan seperti itu, Zafar selalu peka dengan pergerakan Sinar karena jauh dalam lubuk hatinya, dia begitu takut ditinggalkan kembali oleh Sinar.

"Bermalam saja di sini. Kamar ini aku sewa untuk kamu nikmati juga." Kata Zafar dalam mode yang kembali tenang sehabis menyiksa Sinar habis-habisan.

Bukannya tak tahu, Zafar sengaja ingin memaksa Sinar bermalam bersama pria itu tanpa peduli untuk pulang. Cemburu itu juga menghampiri Zafar karena Sinar lebih memprioritaskan anaknya ketimbang pria yang bersamanya.

"Anakku menunggu di rumah." Itu jawaban yang selalu Sinar berikan. Tidak berubah. Berulang kali mengatakannya pada Zafar bahwa perempuan yang ditidurinya sudah memiliki anak, bukan lagi perempuan lajang yang tak peduli hal lain selain perasaan pada lawan jenis.

Dengkus yang terdengar nyaring tidak menghentikan Sinar untuk memakai kembali celana dalamnya, meski perih meradang di sekitar selangkangannya. Zafar keterlaluan, tetapi Sinar memilih tak peduli untuk melayangkan protes. Diam adalah yang terbaik.

"Anak haram saja kamu urus dengan baik. Bapaknya nggak tahu kemana. Oh, aku lupa. Bapaknya yang mana saja kamu pasti lupa, saking banyaknya yang mampir memakaimu!" sinis Zafar berkata.

Kembali Sinar tidak membalas sedikitpun ucap menyakitkan yang Zafar berikan. Meski remasan ngilu jelas dirasa. Sinar memilih mengembangkan senyumannya dan menatap Zafar hingga pria itu tertegun sendiri.

"Benar. Semua yang kamu ucapkan, anggaplah benar, Zaf. Lalu, kenapa kamu harus peduli siapa bapak dari anakku? Sekalipun dia nggak hadir dengan keberadaan bapak yang jelas, dia anakku, Zaf. Darah dagingku. Nggak akan ada ibu yang bisa menyayanginya seperti aku yang memberinya kasih sayang."

Apa pun balasannya, Zafar akan tetap menganggap Sinar membual. Sekalipun pria itu terperangah, kekaguman itu akan dihanguskan karena Zafar ingin Sinar menunjukkan kemarahannya.

"Murahan seperti kamu bisa juga bicara mengenai kasih sayang pada anak. Luar biasa, hanya kamu sepertinya, pelacur yang peduli anak ketimbang alat kelaminmu yang menghasilkan uang!"

Sinar sengaja tidak melunturkan senyumannya. Dia berdiri, menahan perih disekujur tubuhnya dan bersiap meninggalkan kamar hotel tersebut.

"Suatu saat, kamu akan menyesal melakukan semua ini, Zaf." Dan satu kata ini lagi yang Sinar selalu berikan sebelum pergi meninggalkan Zafar sendiri setelah permainan mereka.

Zafar tidak tahu apa yang perempuan itu maksud. Kejelasan yang dia simpulkan adalah Sinar berpikir bahwa Zafar akan mendapatkan balasan dari sikapnya ini.

"Berkacalah, Sinar. Kamu adalah pelacur yang nggak akan tahu kapan masa gila mu akan datang! Saat itu terjadi, aku akan menertawakannya dibarisan paling depan."

Kamu akan menangis dari awal hingga akhir, Zaf.

The Broken Black RoseWhere stories live. Discover now