Rambut hitam pekat itu tampak berantakan dan basah, akibat cipratan dari air terjun.

Dia duduk di atas batu besar sembari menatap ke arah air terjun, setidaknya dia mendapat suasana baru saat ini.

"Shaka, ayo panjat tebing." Seorang gadis berhijab biru cerah itu menghampirinya.

"Gak, aku gak bisa," jawabnya.

"Ayolah Shaka, sekali ini aja. Dosa lho kalau gak mau nurutin aku." Cowok itu menghembuskan napas pelan lalu beranjak dari duduk.

"Tapi janji bakal hati-hati ya," ucap cowok itu. Gadis itu mengangguk.

"Semua aman Shaka," jawabnya mantap.

"Oke." Lantas mereka pergi untuk melakukan permainan panjat tebing.

Sebenarnya Shaka malas jika harus melakukan olahraga berbahaya seperti ini, terlebih, gadisnya memaksa. Satu yang Shaka khawatirkan, yaitu keselamatan gadisnya.

Setelah pemanasan dan semua alat terpasang di tubuh Shaka dan gadisnya. Mereka bersiap untuk panjat tebing.

Bebatuan yang tajam mudah untuk menggores kulit orang yang tidak hati-hati saat bermain.

"Hati-hati," ucap Shaka.

"Kamu juga," jawab gadis itu.

Keduanya mulai menaiki tebing dengan sangat hati-hati dan di awasu oleh penjaga di bawah sana.

"Shaka?" cowok itu menoleh.

"Kenapa?"

"Sepertinya aku akan jatuh."

"Ya?!"

"Taliku." Shaka langsung mengulurkan tangannya pada gadis itu.

"Tapi tali--"

Cres!

"SHAKA!!!!"

"Hah!" Bagus langsung terbangun dari mimpi buruknya, napas cowok itu tampak tersegal, keringat dingin membasahi wajah dan sekujur tubuhnya.

"Astaghfirullah..." ucapnya pelan sembari memejamkan mata. Butiran bening itu keluar dari sudut mata Bagus dan turun membasahi pipi.

Cowok itu merunduk, menepuk dada sebelah kiri dan kembali beristigfar dalam hati. Meminta pada Illahi agar hatinya mampu menerima situasi kelam dan pahit yang pernah singgah dalam hidup.

Setelah merasa lebih tenang, dia mendongak menatap jam dinding. Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari, dia turun dari kasur dan berjalan ke arah kamar mandi kemudian mengambil wudhu untuk melaksanakan salat malam.

Setelah selesai, dia mengganti pakaian, menggelar sajadah dan melaksanakan salat dua rakaat.

Mimpi itu selalu menghantuinya, rasa bersalah itu masih ada. Bagus selalu menyalahkan diri sendiri atas kejadian beberapa tahun lalu.

Bagus berusaha hidup normal selama ini, dulu, dia harus berjuang melawan trauma, selalu rutin datang ke psikiater, meminum obat tidur selama bertahun-tahun agar mampu tidur tanpa gangguan.

Bagus juga memiliki trauma saat dia di panggil dengan nama Shaka atau Ryshaka, semuanya tampak menyeramkan, hanya ada bayangan darah dan suara gadis itu yang selalu memenuhi otak serta telinganya.

Bagus perlahan sembuh saat dia masuk dalam dunia perkuliahan dan bertemu dengan Atlas, Alif, dan Randi. Hidupnya mejadi lebih baik ketika Allah mempertemuka dengan para sahabat yang mampu memberikan tawa bahagia untuk Bagus.

About Time [SUDAH TERBIT]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt