Dear Mrs. Jatikusuma

4.2K 532 21
                                    

Dear Mrs. Jatikusuma,

Please allow me an opportunity to introduce myself; my name is Marx Herdwin and I am the Director of Facilities Division at the William Vale.

On behalf of The William Vale, I want to extend our sincerest apologies for the negative experience that you had with our facilities.

We realize that the extreme change weather in summer caused the sauna machine to have broken and we should be careful about such occurrence. We understand the damage upon the incident and the trauma is fatal for customers' body and mental health.

At William Vale, we pride ourselves on giving 100% every day to ensure that our customers' needs are being met. I know that we have let you down, and for that, we are very sorry.

We do our best to train each of our representatives on how to properly handle our hotel facilities. Your incident was not handled properly, and we are going to take steps to ensure that this situation does not repeat itself.

After the doctor's treatment has been given, we would like to warrant your health to the best hospital in town if needed. Should you need help, please do not hesitate to contact me directly, as I will be very happy to assist you personally with anything you need.

Yours sincerely,
Marx Herdwin
Director of Facilities Division
+1 (987) 000-1234

Cahaya perlahan memasuki matanya. Pandangannya kabur, visual yang didominasi warna kuning temaram secara pelan-pelan membuatnya dapat melihat ke sekitarnya.

Suara deras sungai East dari kejauhan dan burung beterbangan di atas sungai adalah hal yang ia dengar pertama kali ketika tersadarkan diri, namun badannya terlalu lemas untuk sekedar menoleh ke kanan-kiri.

Ia hanya terus menarik dan membuang napas, mencoba menstabilkan kondisi badan sampai ia benar-benar merasa sudah pulih. Hingga akhirnya menit demi menit pun berlalu, ia baru sadar bahwa ia sudah berada di kamarnya, dengan beberapa handuk kecil dingin menempel di atas tubuhnya. Lehernya, kakinya, lengannya, hingga pundaknya.

Ia tidak berselimut, badannya berbalutkan kaos hitam besar dan celana pendek floral miliknya. Ia lihat dari lirikan ujung matanya, Saga sedang sibuk dengan barang-barangnya di daerah closet. Tak tahu kalau Sasa sudah siuman.

How did I end up here?

Setelah merasa cukup kuat untuk bangun, Sasa mengangkat kepalanya yang berada di atas bantal, mencoba sedikit terduduk ke bagian kepala kasur.

Dan suara sprei yang tergesek itu yang membuat Saga langsung membalikkan badannya. Hitungan nanosekon tatapannya menjurus langsung ke Sasa.

Tapi pria itu tak berbicara apa-apa.

Tatapannya tajam namun khawatir di waktu bersamaan, ia menghembuskan napas kesal namun juga tenang seperti keluar dari masalah besar.

Setelahnya pun Saga langsung mengurusi urusannya kembali. Kini ia berjalan ke sofa hotel, melewati kasur, mengambil tas kecil dan memasukkan laptopnya. Semua ia lakukan tanpa menyapa Sasa bahkan tak sekedar bertanya bagaimana kondisinya. Yang pasti sekarang sudah kali kedua Saga menghembuskan napas panjang, lalu menggigit bibirnya dan kembali menarik napas dalam-dalam.

Sasa takut hanya sekedar melihat Saga berjalan saja. Matanya yang sinis membuat Sasa tak berani melihatnya. Tapi bisa sampai kondisi seperti ini, Sasa benar-benar ingin tahu apa saja yang sudah terjadi kepadanya?

The Proposal | A Romantic ComedyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang