MND 06 - Punishment

42.5K 767 6
                                    

Dasha berjalan dengan santai melewati teras-teras kelas lain. Banyak yang menyapanya seperti biasa. Dia masuk ke dalam kelas yang selalu memiliki atmosfer sama, ricuh. Oh, Dasha akan merindukan ini.

"Hi!!" pekik Dasha pada ketiga temannya yang sedang berkumpul.

"Gunjingin apa nih?" pungkasnya sembari menjatuhkan pantat dan menaruh tas.

"Gunjing mulu pikiranmu! Kita lagi bicara tentang kuliah nih!" cerocos Lilian.

"Uh uh! Gak usah pakai gas, Lilian sayang," kata Dasha.

Mary tertawa. "Dasha ingin melanjutkan kemana? Cewek populer pasti kelasnya bukan main-main dong," katanya.

Dasha tertawa kikuk. Orang aku mau nikah habis ini, batin Dasha.

"Hey! Malah diam saja," sembur Lilian.

Dasha menghela napas. "Aku sih terserah Papa. Keputusan Papa itu mutlak," ucapnya. Memang benar kan?

Dasha melirik Chelsea yang diam sedari tadi. "Kalau Chelsea kemana?"

"Eh! Aku.. Aku belum tahu," jawabnya.

Mereka mangut-mangut.

"Lilian kemana?"

Lilian menarik senyum. "Mungkin ke Jerman. Entahlah," kata Lilian menjawab pertanyaan Mary.

Tiba-tiba Dasha memutar badan dan menghadap Franco yang tengah sibuk dengan buku ekonomi. Teman-teman Dasha juga ikut menoleh pada pemuda berkacamata tebal itu.

"Kau melanjutkan kemana, Franco?" tanya Dasha.

Franco menegakkan kepalanya menatap Dasha. "Hmm? Aku? Tidak tahu," jawabnya.

"Ya hidupmu memang absurd sih," kata Mary.

Dasha kembali menghadap depan. "Setidaknya dia lebih pintar dari kau!"

"Dasha!" pekik Mary tak terima.

"Ya memang kenyataannya begitu kan?" sahut Lilian.

Dasha dan Lilian tertawa, sedangkan Mary mengerucutkan bibir. Chelsea tersenyum dengan kepala menunduk. Tak berselang lama, wali kelas mereka datang. Pria berewok itu membawa tumpukan kertas di tangannya.

"Selamat pagi anak-anak hebatku!"

"Pagi, Sir!"

"Hari ini aku akan membagikan blanko daftar perguruan tinggi yang kalian inginkan. Baik di dalam maupun luar negeri. Sebisa mungkin sekolah kita akan mendukung seratus persen keinginan kalian," ucapnya sedikit membuka pagi hari.

Mr. Perez menunjuk ketua kelas untuk membagikan blanko itu. Dasha menatap malas kertas yang sudah ada di depannya itu. Untuk apa ada begituan, akhirnya Dasha juga akan menikah kan? Cih!

"Silakan diisi. Dipertimbangkan bersama orang tua. Jangan ikut-ikutan teman, okay? Yang menentukan masa depan kalian adalah kalian sendiri. Minggu depan dikumpulkan. Sekarang kita mulai pelajarannya," ucapnya.

Berbagai mata pelajaran mereka lewati. Semakin hari, Dasha semakin curiga dengan sikap Chelsea. Sejak debat mata pelajaran ekonomi, Chelsea selalu diam saat bersama Dasha. Gadis bersurai cokelat itupun menarik tangan Chelsea ketika mereka akan menuju kantin.

"Dasha!" pekik Chelsea tertahan.

Dasha menggiring gadis berkacamata itu menuju tangga lantai atas. Dasha mengisyaratkan agar gadis itu diam. Chelsea pun menurut dan membenarkan kacamatanya.

"Kau kenapa akhir-akhir ini jadi sangat pendiam?"

Chelsea mengernyit. "Tidak. Aku biasa saja kok."

My Naughty DashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang