"Dia enggak ngehargain gue. Gimana dia bisa datengin gue tanpa dosa kayak tadi dan malah bikin keadaan lebih parah? Gue salah apa?"

Setetes air mata keluar dari manik indah milik Baekhyun, membuat Chanyeol terkejut dengan apa yang terjadi dan juga apa yang Baekhyun katakan. Rahangnya mengeras, tangannya yang bebas mengepal. Bermacam-macam skenario melewati kepalanya. Baekhyun terlihat mengusap air mata itu terburu-buru dan menahan tangisannya.

"Dia ngapain lo sebelum ini, Baekhyun?"

"Dia-" suaranya seperti tercekat.

Chanyeol bangkit berdiri, setelah merasa Baekhyun tidak akan menjawabnya dalam waktu dekat, membuat Baekhyun mendongakkan kepalanya untuk menatap Chanyeol. Ia mengambil barang-barang mereka dan menarik Baekhyun untuk bangun dari duduknya, mengajak Baekhyun untuk pergi ke ruangan lain agar mereka bisa mendapatkan privasi.

Setelah menemukan salah satu kelas kosong, Chanyeol membukanya dan menuntun Baekhyun untuk duduk, mengangkat tubuh ringan itu dan meletakkannya di atas salah satu meja sebelum ia mengambil sebuah kursi dan duduk di hadapan Baekhyun.

"Joohyung," Baekhyun membuka suara, lemah. Pikirannya masih dipenuhi kabut karena kejadian tadi.

Chanyeol menyentuh kedua sisi pinggul Baekhyun, mengelusnya. Ia menatap kedua tangan Baekhyun yang sedang dimainkan oleh sang pemilik dan merasakan lega ketika ia melihat Baekhyun sudah tidak gemetar seperti tadi.

"Lo... inget pas kancing gue lepas? Pas tangan gue memar."

"Di perpus?"

Baekhyun mengangguk. Chanyeol memejamkan matanya. Ia tahu ada yang tidak beres dengan Baekhyun hari itu.

"Gue ketemu Joohyung sebelum itu. Mungkin setelah gue text lo." Ia terdiam sebentar, membiarkan dirinya dan lagi-lagi mempersiapkan diri untuk melanjutkan cerita.

"Terjadi gitu aja, Yeol. Satu detik gue udah mau sampe perpus dan setelahnya gue dipojokkin sama dia. Baju gue ditarik, gue disuruh buka baju. Gue ngelawan. Gue beneran ngelawan." Baekhyun menatap Chanyeol, yang diartikan Chanyeol sebagai tatapan memohon agar memahami Baekhyun dan terus berada di sisinya.

Kepala Chanyeol seperti diputar. Mendengar cerita Baekhyun dan mengetahui bahwa ia bisa membuat ceritanya berbeda jika saja ia datang beberapa menit lebih awal waktu itu.

"Tapi dia marah. Dia-"

Lagi-lagi nafasnya seperti berhenti, memaksa kalimatnya untuk terputus tiba-tiba.

"Baekhyun, kalo belum siap, gak usah." Chanyeol mencoba untuk meyakinkan. Ia tidak ingin Baekhyun terus-terusan merasa tertekan seperti ini. Tapi, Baekhyun menggeleng. Tetap ingin menceritakannya pada Chanyeol.

"... Dia nyentuh gue. Dia makin marah pas liat tanda dari lo." Baekhyun menundukkan kepalanya. Chanyeol mengeraskan rahangnya, menggertakkan giginya.

"Walau gue berontak, dia gak mau ngelepas. Dia... dia tetep nyentuh gue-"

"Dia nahan gue supaya enggak gerak, megang-megang gue tanpa izin dan gue cuma bisa diem. Akhirnya gue mainin pintu perpus untuk ngancem dia, Yeol. Untungnya itu bekerja."

Chanyeol berdiri dan kemudian mendekatkan wajahnya pada wajah Baekhyun. Mata Baekhyun terlihat layu, berbeda 180 derajat dari Baekhyun yang berkata ingin membelikannya makanan tadi. Chanyeol merasa dadanya panas, membayangkan seorang lelaki brengsek yang bisa seberani itu menyakiti bahkan menyentuh sahabat yang berharga untuk Chanyeol.

"Tapi kayaknya sekarang udah gapapa. Kayaknya dia enggak akan gitu lagi." lanjut Baekhyun. 

Ia mengapit dagu Baekhyun dengan jarinya, membuat Baekhyun menatapnya.

"Joohyung," Chanyeol memejamkan matanya, menghela nafas untuk menenangkan dirinya. Sadar bahwa ia harus tenang terlebih dahulu sebelum menenangkan Baekhyun.

"Dia enggak akan gitu lagi. Gue akan berusaha sebisa gue."

Baekhyun memerhatikan air muka Chanyeol, melihat ketulusan dalam kedua mata itu, dan setelahnya tersenyum tipis agar Chanyeol bisa merasa bahwa Baekhyun sangat menghargai usahanya.

"Makasih."

Chanyeol tersenyum tipis.

"Gue cuma mau mastiin." tutur Chanyeol, menarik tangannya dan meletakkannya pada pinggang Baekhyun.

"Lo... tau ini enggak ada hubungannya dengan harga diri lo atau apa kan?" Chanyeol terlihat begitu hati-hati ketika mengatakan itu. Tidak ingin Baekhyun merasa terpukul karena apa yang terjadi, tidak ingin Baekhyun merasa harga dirinya berkurang hanya karena seonggok sampah yang kebetulan dinamakan Joohyung.

Baekhyun sempat tertegun sebelum tersenyum manis dan mengangguk.

///

"Hey," Chanyeol menyapa setelah ia memasuki kamar dan melihat sebuah buntalan besar yang ditutupi selimut, yang pastinya adalah Baekhyun.

Ia melangkah mendekat. Ia sempat melihat Baekhyun yang sedang merebahkan badannya dengan posisi menyamping dan kedua matanya yang menatap kosong ke depan. Entah menatap apa. Chanyeol mendudukkan dirinya di sebelah tubuh Baekhyun sebelum menyentuh kepala Baekhyun pelan. Yang lebih mungil terlihat terkejut untuk beberapa saat sebelum tersenyum ketika bertatap muka dengan Chanyeol.

"Gapapa?" tanya Chanyeol.

Baekhyun mengangguk singkat sembari tersenyum meyakinkan.

Baekhyun mengubah posisinya dan membuat dirinya tiduran pada punggungnya dibanding menyamping. Ia kemudian menepuk sisi ranjang yang kosong, meminta Chanyeol untuk segera berada di sampingnya.

"Yakin gapapa?" Chanyeol lagi-lagi ingin memastikan setelah berbaring di samping Baekhyun dan itu berhasil membuat Baekhyun terkekeh manis. Namun, kerutan pada dahi Chanyeol semakin membuat Baekhyun melebarkan tawanya.

"Kok tumben sih, khawatir banget." Baekhyun menepuk pipi Chanyeol lembut sebelum mengusapnya.

"Sahabat digituin, siapa yang enggak khawatir?"

Baekhyun menghentikan usapannya pada pipi Chanyeol. Merasa hatinya seperti tertusuk karena perkataan Chanyeol. Perih, sedikit. Lamunannya terpaksa berhenti ketika Chanyeol menariknya mendekat dan membiarkan Baekhyun merasa aman karena dikelilingi oleh kehangatan tubuh Chanyeol, belum lagi harum tubuh yang lebih tinggi. Membuat Baekhyun seolah-olah dipaksa untuk meleleh ditempat.

"Enggak usah dipikirin."

"Susah."

Chanyeol mengangguk mengerti.

Chanyeol tersenyum miring ketika merasakan tubuh Baekhyun yang menegang di bawah sentuhannya ketika salah satu tangannya menyelip masuk, mengusap punggung Baekhyun. Ia pun bisa mendengar reaksi Baekhyun yang jelas-jelas terkesiap dan Chanyeol mengalihkan matanya pada wajah Baekhyun. Kedua mata bulan sabit itu menatapnya dengan pandangan terkejut, membuatnya tidak bisa menahan diri untuk tertawa pelan.

"Lo kapan kebiasanya kalo gue gini?"

"Kayaknya gak akan." jawab Baekhyun, tertawa malu, setelah pertanyaan Chanyeol membuatnya kembali sadar dari lamunannya. Lelaki manis itu menguburkan wajahnya pada dada yang lebih tua, tidak ingin Chanyeol melihat wajahnya yang sudah menjadi merah.

Baekhyun bisa merasakan Chanyeol yang mulai mengendurkan otot-otot tubuhnya, nafasnya mulai teratur, dan dagu, serta rahangnya sudah menempel pada pucuk kepala Baekhyun.

"Mimpi indah, Yeol."

Straight-A Student | ChanBaekNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ