"Jam ... tiga subuh sampai rumah," jawab Danil dengan suara parau sambil menggaruk-garuk rambutnya yang bak sarang burung. Mata cowok itu masih berat untuk terbuka.
"Kemana aja, sih?! Terus kenapa Pengacara Tomi kemarin ke kantor polisi segala katanya ngurusin kasus kamu?! Kamu bikin masalah apa lagi, sih, Danil Anak Mama Sayanggg ...?!" tanya Airin frustrasi. Baru saja anaknya itu tinggal lagi bersamanya, tetapi sudah ada saja yang membuatnya sakit kepala.
"Satu-satu dong, Ma, tanyanya. Aku masih ngantuk, loh," ujar Danil dengan khas orang mengantuk berat. Cowok itu kembali duduk di kasur. Matanya melirik jam beker di nakas. Pukul 08.00.
Airin mengelus dadanya mencoba sabar. Dia berjalan mendekati Danil dan berdiri di hadapan putranya itu, siap untuk menyidang.
"Ceritain semua sama Mama kenapa kamu berangkat sekolah kemarin pagi dan pulang jam tiga pagi? Kenapa juga kamu minta tolong sama Pengacara Tomi?" Airin berkacak pinggang menatap Danil yang tidak balik menatapnya, melainkan menguatik-atik ponsel.
"Ih kamu itu ngapain, sih, Mama-nya nggak ditanggepin? Kamu punya pacar, ya?!"
"Udah, Ma, jangan marah-marah terus."
Danil dan Airin serentak menoleh ke arah pintu, melihat Angga yang masuk ke kamar. Pria itu mendekati Danil dan menepuk pundak Danil. Tidak ada ekspresi kesal apalagi marah.
Senyuman sang papa membuat Danil bergidik ngeri. Pasalnya dia pernah berjanji untuk tidak berkelahi lagi, tetapi kemarin dia habis menghajar Galang sampai babak belur.
"Nggak sekolah?" tanya Angga. Dia duduk di samping Danil, di tepi kasur.
Danil menggeleng. "Kesiangan, Pa," jawabnya lirih. Cowok itu sedang memutar otak harus menjawab apa kalau papanya bertanya alasan Pengacara Tomi sibuk karenanya. Atau, apa mungkin pengacara keluarganya itu sudah menjelaskan pada Papanya?
Merasakan bahunya diremas oleh sang Papa, Danil mengernyit ngeri. Ingin mulai bicara lebih dahulu, tetapi bingung harus ngomong apa.
"Pengacara Tomi sudah cerita semua sama Papa," ujar Angga, tidak ada kemarahan sedikit pun di nada bicaranya.
"Sudah .., Pa?" Danil nyengir sembari melirik papanya takut-takut. "Papa nggak marah?"
"Kamu mau Papa marahin?" Melihat kedua mata Danil yang melebar, Angga tertawa lepas. "Anak Papa ternyata sudah besar." Dia memijat-mijat bahu sebelah kiri Danil.
"Apaan, sih, kok Mama nggak tau?" celetuk Airin tidak terima. "Danil bikin masalah apa sampe takut Papa marah?"
Danil melirik Angga memberi kode meminta pertolongan. Paham akan hal itu, Angga menatap Airin lalu bicara, "Nanti Papa jelasin."
Airin mencebik kesal melihat kekompakan suami dan anaknya itu. Namun begitu, hati Airin menghangat merasakan kembali keharmonisan keluarganya. Kemudian, karena merasa tidak dibutuhkan di sana, Airin memilih pergi keluar kamar.
"Siapa, Nil, yang kamu tolongin? Dia pacar kamu?"
Danil buru-buru menggeleng. "Bukan, Pa. Teman."
"Temen ngebelain sampe segitunya? Sampe minta tolong Pengacara Tomi terus nemenin di rumah sakit sampe dini hari?" tanya Angga curiga. Pasalnya, Angga juga pernah muda, hubungan teman terlalu jauh kalau melihat kasus Danil kali ini.
"Cuma teman kok, Pa," pertegas Danil sekali lagi. "Dia cewek baik-baik, aku kenal sama dia. Jadi aku marah aja pas tau dia hampir dilecehkan. Tapi, mau siapa pun yang ada di posisi teman aku kemarin, kalau kita ngelihat, kita harus tolongin 'kan, Pa?"
Angga mengangguk setuju. "Betul. Tapi kenapa kamu minta tolong pengacara segala? Kenapa nggak langsung serahin ke keluarga teman kamu itu aja?"
"Hm, itu ...." Danil menggaruk kepalanya. "Aku nggak kepikiran ke sana. Mikirnya mau langsung minta tolong Pengacara Tomi aja."
Mendengar jawaban polos itu, Angga kembali terkekeh. "Kasusnya berjalan lancar, pelaku pasti dapat hukuman yang setara dengan perbuatannya. Keluarga teman kamu itu juga ikut turun tangan."
"Kok Papa tau?"
"Karena Pengacara Tomi cerita ke Papa."
"Oh," jawab Danil sambil manggut-manggut.
"Oh iya, keluarga teman kamu itu juga punya pengacara pribadi. Papa dikasih tau Pengacara Tomi, katanya dia cucunya keluarga Tribuana. Kalau kamu kemarin langsung nyerahin kasus ke keluarga teman kamu itu, kamu nggak perlu ribet-ribet."
"Kok ...?"
"Papa tebak kamu nggak tau kalau teman kamu itu punya kekayaan yang nggak akan habis tujuh turunan dari keluarga papanya." Angga menjentikkan jarinya melihat ekspresi bengong Danil. "Pasti kamu juga nggak tau kalau Mama teman kamu itu istri dari pengusaha batu bara sukses di Kalimantan."
Mata Danil masih mengerjap kaget. "Papa tau dari mana? Papa nggak menguntit keluarga mereka, 'kan? Kok Papa tau orang tua Radea sudah pisah dan punya keluarga baru masing-masing?" tanyanya asal ceplos saking terkejutnya.
"Tau dari Pengacara Tomi-lah. Kamu ini gimana, sih?" Angga menjitak pelan dahi Danil. "Jangan bilang kamu juga nggak tau kalau teman kamu itu punya trau—"
"Kalau itu tau, Pa," jawab Danil cepat. "Tau banget kalau itu, mah."
"Baguslah. Seenggaknya kamu nggak bego-bego banget suka sama orang tapi sama sekali nggak kenal baik orangnya."
Angga beranjak berdiri hendak keluar kamar Danil. Namun, ketika di depan pintu dia kembali berbalik. "Jadi, sekolah kamu gimana? Kamu baru sehari loh sekolah di Ranse High School."
"Hm itu .... Pa, boleh nggak aku—"
"Nggak! Kamu nggak boleh balik lagi ke SMA Bakti. Papa nggak mau, ya, kamu jadi plin-plan karena cewek!" kata Angga tegas.
"Pa ....."
Tidak ingin mendengar alasan putranya lagi, Angga bergegas pergi dari sana. Akan tetapi, ekspresi Angga langsung berubah, dari yang tadinya tegas kini tersenyum jahil. Dia merasa sukses sudah menyembunyikan sesuatu dari Danil. Angga masih tidak mengerti mengapa anaknya itu dekat dengan seorang perempuan, tetapi di lain sisi juga tidak begitu dekat dengan perempuan itu.
****
Bersambung ....
Maafin kalau update-nya lama, ya.
Jangan lupa pencet bintang dan komennya, yaaa.
Terima kasih
YOU ARE READING
Introvert VS Ekstrovert ✔️
Teen Fiction(TAMAT) Danil, anak baru yang kebetulan duduk sebangku dengan Radea. Cewek aneh yang tidak punya teman satu pun. Danil yang punya sifat mudah bergaul, terus mengganggu Radea dan bertekad agar gadis itu mau menjadi temannya. Semakin lama, Danil sada...
35 || Cuma Teman
Start from the beginning
