PART 4

7 0 0
                                        

S E B U A H G A M B A R

.

.

Bandung, 30 Desember 2018

Seorang perempuan berambut Panjang telihat sedang duduk sembari sesekali meminum botol kaleng minuman yang ia pegang.

'Gua udah nggak abis pikir lagi' Batin perempuan itu,

sudah kurang lebih 20 menit ia menunggu, namun sososk yang ia tunggu tak kunjung datang, meghelan nafas seketika menjadi kebiasaanya setiap 3 menit sekali. Jam telah menunjukkan pukul 22.30 WIB, karena Lelah dan tak mau ambil pusing, perempuan itu pun memutuskan untuk meninggalkan tempatnya dimana ia menunggu.

"Lain kali gua kaga akan datang lagi" Keluhnya dengan amarah tentunya.

Drrt

"Apa?!"

"Wow santai, sorry gua nggak bias dateng"

"Percuma lu, buang-buang tenaga minta maaf sama gua kaya gitu"

"Gua ada urusan serius"

"Iya gua percaya" -Pip

Kembali menghelan nafas dan berjalan tertunduk, butiran air jernih seketika membasahi pipinya perlahan, dan tanpa basa-basi ia segera mengusapnya dengan lengan hoodie yang ia kenakan.

-------

"Mau sampai kapan lu kya gini Yu, kalo gua jadi elu mending gua udahin aja, apalagi kmaren dia kena kasus"

"Apa si ah, kasusnya kecil juga, mau gimanapun gua nggak bisa ngelepasin dia, ya walaupun emang gua yang berjuang sendiri saat ini"

"Ah udahlah, emang lu ntu keras kepala, meding pikirin aja besok kelulusan kita mau pake baju apa" Sembari merangkul pundak temannya itu ia berjalan dengan tersenyum.

"Ayu!" Berteriak dengan begitu lantang ditambah sura beratnya, sang pemilik nama pun segera membalikkan badannya dan berlari kearah sumber suara.

'Jangan lagi' Batin perempuan yang tepat berada di samping Ayu sebelum ia berlari kearah laki-laki yang tak jauh dari jangkauan matanya.

Laki-laki itu segera mungkin merentangkan tangannya agar perempuan yang ia panggil jatuh tepat didalam dekapannya, mengelus rambutnya, dan memeluknya dengan erat, juga tersenyum dengan ciri khasnya.

'Dari manapun gua liat, itu anak emang bikin gua takut' Batin perempuan yang tepat berada di samping Ayu sebelum ia berlari, dan kemudian perempuan itu pergi meninggalkan pasangan aneh yang sedang melakukan ritualnya di tempat umum.

Iva POV

Sebenernya gua nggak mau banyak cerita soal ini, karena gambar itu udah nggak ada gunanya lagi, mau gimanapun juga nggak mungkin ada yang berubah.

Gandhi, Gandhi, Gandhi, kenal Gandhi?

pertanyaan itu terus ada di dalem kepala gua, dan gua pasti jawab, "Iya kenal, kita satu sekolah, rumah dia sampingan sama rumah gua", Setelah pertanyaan dan jawaban itu seluruh manusia yang ada di sekitar gua dimanapun berada ribut kaga ketulungan, heran.

untuk sekarang nama gua Iva, Iva itu adalah sosok perempuan periang dan sama sekali nggak pernah melakukan hal-hal yang aneh, temennya Ayu yang notabenenya adalah dambaan sang pangeran berkulit putih berwajah ganas.

Gua kasih tau sepenggal profil tentang kedua makhluk bumi ini. Yang pertama, Gandhi Gunadhya, tak asing, karena memang kita udah temenan dari umur gua masih kisaran 10 tahun kurang lebih, menggambar itu adalah hobi lama gua, jadi otomatis gua sering gambar sosok dia, tapi nggak tau kenapa setiap gua kasih hasil gambarnya ke dia, dia sama sekali nggak pernah ngelirik ke arah gambar yang gua buat dan malah nyruruh gua buat buang gambarnya, tapi suatu ketika, ada satu buah gambar mikat perhatian dia terus dia bilang sama gua kalau

'lu harus nyimpen gambar ini dan buang jika menyakitkan'

Apa coba maksudnya? nggak masuk akal, karenakan itu hal lumrah buat dilakuin, aneh emang. Yang kedua, Ayu Diana, seperti apa yang gua bilang sebelumnya, dia itu salah satu temen gua yang sedang terjabak dalam cinta buta, intinya gua udah nggak mau paham lagi masalah hubungan mereka.

Keesokan harinya.

Menghirup Udara segar saat kelulusan adalah hal yang diharuskan untuk menhilangkan gugup dalam diri,

"Iva ayo buruan, abang terlambat nanti"

"Bang, abang nggak bisa hadir dulu sebentar?" Sembari tersenyum dan nyamperin abang gua yang lagi sibuk nyalain motor kesayangannya.

"Va, abang ada kerjaan jadi nggak bisa, lu kan bukan anak kecil lagi ya? belajar mandiri"

"Tapi ini lain cerita" Rengek gua.

"Udah ayo buruan".

Sebenernya boleh aja mandiri, tapi untuk keadaan kaya gini, gua berhak ada yang dampingin.

Author POV

"Apa mereka nggak ikut kelulusan?" Ucap perempuan berparas manis dengan rambut pendek yang ia kepang dengan semenarik mungkin sembari duduk disofa dan memegang sebuah kertas yang digulung rapih dengan diikatkannya pita berwarna putih.

Tiba-tiba dari arah kejauhan seorang laki-laki darang menghampirinya,

"Iva, lu liat Gandhi sama Ayu?" mendengar pertanyaan itu perempuan dengan nama Iva tadi hanya menggelengkan kepala.

"Aneh, perasaan tadi gua liat Ayu" Balas laki-laki itu sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Segera perempuan itu bangkit dari duduknya dan mulai mencari disekitar sekolah, Perjalanan mencari sendirian bukanlah hal mudah, dan diusia saat ini ia seharusnya tak terlalu cemas, tak usah repot mencari, karena mereka bisa jadi tak ikut kelulusan karena ada urusan atau semacamnya, Perempuan yang memiliki rasa khawatir berlebih.

diwaktu-waktu ia mencari, seketika saja satu sorotan dari sebuah senter mengarah kepadanya, dan alhasil ia tak dapat melihat siapa dan apa yang membuat cahaya itu menyala.

"Lu ngapain disana?"

Membuka mata lebar-lebar dan menjelaskan pandangan,

'Gandhi?' Batinnya sembari menahan silaunya cahaya yang perlahan semakin dekat dan tanpa basa-basi segera ia berlari kepada sosok yang ia kenal bernama Gandhi.

"Gelap va, lu nanti jatuh!" Tegas Gandhi, namun ia tak menghiraukan ucapan laki-laki itu dan tetap berlari, alhasil, tepat pada pukul 00.00 ia sukses memeluknya dengan cara melingkarkan kedua tangan pada leher laki-laki tadi.

"Gila emang lu" Sembari melepas pelukan, sedangkan perempuan itu hayan tersenyum.

" Gan? baju lu kok kusut gini? trus ini ken..." Belum usai ia berkata, darah segar membasahi kemejanya yang berwarna putih di area pundak sebelah kanan.

"Lu?!" tanyanya tak mungkin dan mundur perlahan.

"kenapa? lu nggak suka darah? seharusnya lu biasa bukan liat ini?"

Gulungan kertas seketika jatuh dari genggamannya, dengan wajah yang masih dalam keadaan bercampur aduk, segera ia pergi meninggalkan laki-laki bernama Gandhi itu tanpa pamit.

"Kenapa dia?" Ucap Gandhi terheran-heran sembari meringis kesakitan dan mengambil gulungan kertas tadi.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

Next part 5 and ENJOY!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 04, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

'YFMK'Where stories live. Discover now