Tanpa sadar tangan Danil sudah menggenggam erat setir mobil mengingat bagaimana Galang akhir-akhir ini berusaha mendekati Radea. Cowok itu menggigit bibir bagian dalamnya kalut.
Danil buru-buru mengambil ponselnya di saku celana dan mencari kontak Yosep, lalu menghubunginya. Setelah nada sambung terdengar, tidak lama panggilan itu dijawab.
"Halo, udah pulang sekolah?" tanya Danil tanpa basa-basi.
"Udah, Bro. Kenapa?" Belum sempat Danil menjawab, Yosep di seberang sana kembali berucap, "Oh, mau minta laporan tentang Radea, ya?"
Hari itu, ketika mereka berdua makan di kantin, Danil meminta tolong pada Yosep agar memperhatikan Radea ketika dia sudah pindah. Dia juga meminta Yosep untuk menjadi teman Radea dan bersabar akan sifat gadis itu yang introver parah dan—seperti—terkesan anti sosial. Karena menurut Danil, Radea bukan anti sosial, hanya sulit memulai pertemanan.
"Hm, gimana dia hari ini? Lo nemenin dia nggak? Lo jagain dia nggak? Galang masih dekat-dekat dia?" cerca Danil. Cowok itu saat ini masih di dalam mobil, di parkiran sekolah hendak pulang.
"Sabar, Bos. Satu-satu, dong, tanyanya."
Danil berdecak karena respons Yosep yang berbelit-belit itu. "Sep, langsung jawab aja bisa nggak, sih?"
"Radea masih kayak biasanya. Diam-diam bae. Gue juga nemenin dia, sampe gue duduk di bangku lo. Gue pindah tempat duduk demi lo, puas lo?!"
"Terus abis itu dia ngapain?"
"Ya, kayak biasa. Pas istirahat dia ke kantin sama Galang. Tapi tenang, gue juga ke kantin kok. Aman."
Danil masih belum lega, terlihat dari ekspresi keruh cowok itu belum berubah.
"Tapi, ada berita buruk, Nil."
Danil mengerutkan alisnya mendengar itu, tetapi dia tidak menginterupsi, melainkan menunggu Yosep menyelesaikan ucapannya.
"Radea sama sekali nggak nanyain lo ke gue. Dia juga keliatan ketawa-ketawa aja sama Galang di kantin," ujar Yosep, "she's fine without you. Jadi lo nggak perlulah terlalu parno gitu."
"Lo di mana sekarang?" Danil sama sekali tidak peduli tentang argumen Yosep itu. Yang ada di pikirannya sekarang hanyalah keadaan Radea saat ini.
"Di kos, dong, udah jam segini juga."
"Radea?"
"Lah, mana gue tau."
Danil langsung memutuskan panggilannya sepihak. Mobil cowok itu melesat cepat keluar area sekolah. Oh, ya, hari ini Danil membawa mobil atas perintah papanya. Beliau bilang, di hari pertama sekolah putranya itu harus setidaknya memberi tahu siapa dirinya, agar orang tidak bisa semena-mena. Mengingat bagaimana keadaan sekolah barunya itu, akhirnya Danil mengerti apa maksud papanya.
Kalau saat ini Danil diberi kesempatan sekali saja untuk meminta apa pun dan dapat terkabul, maka tanpa ragu dia akan meminta agar Jakarta berhenti macet. Karena keadaan itu membuat perjalannya terhambat, seperti sekarang contohnya saat dia buru-buru ingin menghampiri Radea.
Perasaan was-was menyerang Danil tanpa henti sejak pagi tadi. Entah ini berlebihan atau tidak, yang jelas saat ini Danil hanya ingin melihat Radea, memastikan gadis itu baik-baik saja.
****
Di tengah-tengah kegiatannya yang sedang berlari, Danil mengecek jam tangannya yang menunjukkan pukul lima kurang tujuh menit. Biasanya jam segini Radea masih di sekolah.
Danil mempercepat langkahnya menuju perpustakaan, berlari di koridor yang tidak ada tanda-tanda keberadaan manusia.
Mengingat masih ada mobil di parkiran sekolah tadi, membuat Danil mengumpat frustrasi. "Shit!"
YOU ARE READING
Introvert VS Ekstrovert ✔️
Teen Fiction(TAMAT) Danil, anak baru yang kebetulan duduk sebangku dengan Radea. Cewek aneh yang tidak punya teman satu pun. Danil yang punya sifat mudah bergaul, terus mengganggu Radea dan bertekad agar gadis itu mau menjadi temannya. Semakin lama, Danil sada...
33 || Insting
Start from the beginning
