33 || Insting

Mulai dari awal
                                        

"Oke, Key ... la." Danil menyebut nama gadis itu sambil berpikir. Ada yang tidak asing di nama Keyla.

"Kenapa ragu-ragu gitu nyebut nama gue? Udah tau gue siapa atau baru ngingat-ngingat?"

"Tribuana?" tanya Danil ragu.

"Lo nggak tau keluarga Tribuana?"

Bukan, bukan itu masalahnya sekarang.

"Ini sekolah punya keluarga gue," ujar Keyla memberi tahu. "Keluarga Tribuana."

Tribuana.

Kata itu terulang-ulang di kepala Danil.

Radea Tribuana.

Ke mana pun langkah Danil pergi hari ini, pikirannya selalu jatuh pada pemilik nama indah itu.

****

"Belum. Ceritain ke gue semua. Sekarang."

"Tahun lalu, waktu Galang masih kelas sebelas, ada kasus. Waktu itu gue nggak sekelas sama dia, sih, jadi gosipnya gue dengar dari kanan-kiri aja karena heboh banget." Arka mulai bercerita atas permintaan Danil. "Ada foto kesebar. Foto ... gimana, ya, nyebutnya, Nil?" Arka menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, berpikir kata apa yang tepat menjelaskan kejadian setahun lalu itu.

"Foto nggak senonoh?" tebak Danil.

"Hm, iya. Foto salah satu kakak kelas dan waktu itu si kakak kelas ini pacaran sama Galang. Gue, sih, nggak lihat ya fotonya, males banget. Kasian mata gue lihat gituan."

"Foto ...?"

"Kayaknya, ya, si cewek ini PAP foto vulgar ke Galang. Terus sama Galang disebarin ke teman-temannya, jadi konsumsi bareng gitu. Entah gimana ceritanya, foto itu kesebar nggak cuma di geng mereka doang, dan hebohlah ini satu sekolah."

"Pihak sekolah tau?"

"Akhirnya, ya, tau juga, Nil. Cewek itu dipanggil ke kantor, dia jelasin semua dan Galang keseret. Tapi, dengan mulut pintar dan wajah baik-baiknya itu, guru-guru percaya sama segala macam ngelesnya dia. Dia cuma dihukum bersihin toilet satu minggu."

"Bisa gitu?"

"Nggak tau banyak gue, inti kasusnya gitu. Setelah itu, di tahun yang sama, banyak cewek-cewek yang speak up. Ngaku pernah dilecehkan sama Galang. Ini, sih, yang nggak kalah parah dan nggak punya otak."

"Asli nggak ada otaknya itu. Pikirannya mesum terus!" Danil mengusap wajah. Memikirkannya saja dia sudah jijik dengan sosok Galang.

"Tapi, mereka semua juga nggak bisa gimana-gimana. Mungkin nggak berani lapor lebih jauh, karena 'kan posisinya Galang sama si cewek-cewek ini pernah pacaran, ya. Jadi yang katanya 'pelecehan' itu berubah terjadi dengan alasan sama-sama suka."

"Pihak sekolah? Atau ada yang lapor polisi gitu? Ini bahaya banget, loh, Ar. Masalah harga diri perempuan."

"Pihak sekolah nggak tau. Entah nggak tau beneran atau memang nggak mau ikut campur lagi, gue nggak tau dah. Kalau lapor, mungkin mereka mikirin pandangan masyarakat. Ini juga harga diri cewek 'kan, Nil?"

Danil mengangguk, memang tidak mudah melaporkan kasus seperti ini. Dibutuhkan keberanian besar dari korban.

"Tapi, gosip itu reda juga sampai kelulusan, dan gue naik kelas XII. Dan anak-anak angkatan baru yang nggak tau apa-apa tetap aja kagum sama Galang," jelas Arka panjang. "Udah, ah. Segitu doang. Intinya bilangin temen lo itu hati-hati, jangan sampai terperangkap."

Obrolannya dan Arka kemarin kembali berputar cepat di kepala Danil. Otak Danil sejak mendengar cerita itu sudah mengaktifkan radar bahaya, jangan sampai Radea jadi korban sifat tidak terpuji Galang.

Introvert VS Ekstrovert ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang