Ara menggeser layar ponselnya lalu mendekatkan ponsel itu ke telinganya. Ia bingung sendiri harus bagaimana.
"Hallo kak Arthur?"
"Cie.....Arthur.....mah!mah! Ara pacaran sama kakak kelas mah!" Arka teriak-teriak sampai suara itu menggema di setiap sudut rumahnya. Ia mencolek dagu adiknya membuat Ara kesal bukan main.
Ah ingin rasanya menendang Arka sampai masuk ke dalam jurang, di makan buaya da diterkam harimau.
"Berisik!" Kesal Ara, ia langsung berlari menuju kamar saat sadar kalau ada di dekat Arka semua tidak akan benar. Ara butuh privasi. Tapi kenapa Arthur menelponnya tiba-tiba.
"Oh hallo Ra," terdengar di telinga Ara Arthur sangat ramah.
"Ada apa ya kak?" Kalau berususan sama Arthur harus lembut, kalau sama Rasya Ara tidak mempedulikan dia adalah kakak kelasnya.
"Ganggu ngga?" Tanya Arthur.
Ara menghembuskan nafasnya panjang, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sebenarnya ganggu karena Ara harus mencuci seragamnya dan segera mandi sore, karena sudah lengket.
"Enggak kok kak," jawab Ara berbohong.
"Sorry ya Ra, to the point aja,"
Dari tadi banyak basa-basinya batin Ara.
"Iya kenapa kak?"
"Gue mau lo bacain puisi buat pensi dua bulan nanti. Lo mau kan?" Tanya Arthur.
Ara yang mendengar sontak bersin, kok Arthur nyuruh Ara? Kok tiba-tiba seperti ini.
"Duh, kok saya sih kak?" Tanya Ara sopan.
"Soalnya....gue....ngerasa lo cocok aja buat bacain puisi. Terutama nama lo...kan Aksara,"
Jawaban yang tidak logis di telinga Ara, "Jadi gara-gara nama saya Aksara kakak mau saya bacain puisi gitu? Kaya ngga ada orang lain aja,"
"Enggak gitu juga, pas MOS kemarin kan surat cinta lo buat gue itu bener-bener dalam. Jangan kaku gitu dong
.... Ra, gue-elo aja kaya biasa. Ya terus mau siapa lagi? Masa Rasya?"Ara berusaha bernostalgia, ia baru ingat saat MOS murid baru disuruh menuliskan surat cinta untuk kakak kelasnya. Tidak ada pilihan lain selain memberinya pada Arthur, karena Arthur yang paling santai dibanding yang lainnya. Tidak ada maksud lain selain tuntutan MOS itu.
Ara semakin tidak mengerti kok jadi bawa-bawa nama Rasya di obrolan seperti ini. Arthur kenapa sih, Ara jadi geram sendiri untung ketua OSIS.
"Kok jadi bawa-bawa Ras--kak Rasya sih?" Tanya Ara heran.
"Sebenarnya nama Rasya kan cocok kalau di suruh baca puisi, ya tapi masa anak badung kaya gitu baca puisi sih Ra?"
Ara makin heran, Arthur kurang tidur atau kurang fokus?
"Kakak ngomong apa sih?" Tanya Ara sambil terkekeh.
"Gue kira lo deket sama Rasya, lo belum tau ternyata,"
"Idih! Siapa juga yang mau deket sama preman pasar kaya dia! Apa hubungannya puisi sama kak Rasya?"
Arthur tertawa, ia senang saat mengetahui Ara tidak dekat dengan Rasya. Kejadian itu sudah jadi buah bibir dimana-mana. Menyebar secara luas hingga ke pelosok atom di bumi.
"Enggak, Jadi nggak Deket nih?"
"Enggak...."
"Jadi mau nggak? Gue mohon, ini acara terakhir OSIS angkatan gue sebelum gue negelepasin jabatan. Oh ya Ra, gue juga harap lo bisa join ke OSIS. OSIS butuh orang kritis kaya lo,"
YOU ARE READING
UNTUK ELEGI
Teen FictionBukan jenis puisi yang artinya nelangsa, bahkan makna yang ku temukan adalah sebuah romansa darinya. Ini hanya cerita biasa bagi pembaca, tapi cerita luar biasa bagi seorang perempuan yang mendapatkan memori-memori baru dari seorang laki-laki yang...
CHAPTER 6 (PERBEDAAN)
Start from the beginning