03

161 81 138
                                    

Kamu bisa mencintainya sebesar mungkin, itu pilihanmu.
Tapi, jangan menangis bila itu tidak terpenuhi.
Ketika perasaan kau taruh pada raga itu.
Siap-siap saja kecewa akan menjadi temanmu.

Happy reading, enjoyyyy
------------------

"Ngeliatin apa sih dek?'' Tanya bang Sat penasaran dengan apa yang aku lihat. ''Bukan apa-apa bang, udah yuk turun. Sudah sepi juga.'' Jawabku. Kami pun turun dari kereta api, dan mencari kendaraan untuk menuju rumah yang akan kami tempati.

''Pak bisa antar saya ke alamat ini?'' Tanya Ayah pada salah satu pengemudi Bajaj di ujung jalan. Saat itu tahun 90-an jadi belum ada yang namanya aplikasi gojek dan semacamnya, yang sering ditemui ya kendaraan roda tiga ini Bajaj namanya.

''Bisa pak..'' Ucap pengemudi bajaj.

''Ok ok pak, tolong hampiri keluarga saya di ujung sana ya pak.'' Ucap Ayah, yang dibalas anggukan oleh sang pengemudi.

Kami pun masuk dan merebahkan di bangku jok belakang bajaj. ''Geser-geser dek, sempit ini.'' Ucap bang Satria sembari mendorongku untuk sedikit bergeser. ''Iya.. iya.'' Jawabku memperbaiki posisi duduk.

Si roda tiga pun melaju kencang sedikit lamban menuju alamat rumah baru kami, rumah yang menjadi saksi bisu kesedihanku.

Kami pun sampai di alamat yang di tuju, beberapa warga terlihat berdiri di halaman rumah kami. ''Ada apa ya.'' Pikirku.

''Ini pak ongkosnya..'' Ucap Ayah memberikan selembar uang kepada bapak penarik bajaj tersebut.

''Terima kasih pak.'' Ucap penarik bajaj, dan berlalu pergi.

''Pak Budi ya.'' Ucap salah satu pria bertubuh jakung dengan mata sipit, menyalami Ayahku.

''Iya pak.''Sahut Ayah balas menyalami tangan pak Budi.

''Jadi ini tetangga baru kita.'' Ucap pria berambut ikal yang berdiri di dekat anak tangga dengan senyum lebar mendekati keluarga kami. ''Bagaimana perjalanan kalian?'' Tanyanya.

''Lancar tanpa kendala pak, hanya saja kami kelelahan maklum baru pertama kalinya kami melakukan perjalanan.'' Jawab Ayah.

''Kalau begitu masuklah kami sudah menyiapkan hidangan untuk kalian, oh iya ini kunci rumahmu kebetulan pak Handoko menitipkannya padaku.''

''Oh iya pak, terima kasih.'' Ucap Ayah.

Aku pun masuk ke rumah baru ku, rumah panggung yang terbuat dari kayu, letak rumah satu dengan yang lain dipisahkan kebun. ''Sangat jarang ku lihat rumah disini, hanya beberapa rumah saja.'' Batinku.

''Bersih.. bersih dulu ya dek, itu di belakang ada sumur.'' Ucap Ibuku.

Memang sudah menjadi kebiasaan di keluarga kami yang lama tinggal di pulau Jawa, jika sudah berpergian harus bebersih dulu seperti mencuci kaki dan tangan. Mungkin seperti menolak bala jahat selama perjalanan.

''Iya bu..'' Jawabku mengiyakan.

''Bang ayo temenin.'' Ucapku pada Bang Sat menyuruhnya menemaniku karena perasaan takut setelah melihat segerombolan pohon pisang tertanam di samping sumur. ''Ngeri.'' Batinku.

''Apa sih dek, duluan aja.'' Ucapnya. ''Ayo bang ih temenin.'' Rengekku menarik lengannya. ''Iyaa ayoo..'' Balasnya.

Setelah bebersih kami pun kembali ke ruang tengah, ku lihat lauk pauk tertata rapi disana terlihat sangat menggoda iman saja.

''Aduh bu sampai buat begini, jadi ngerepotin.'' Ucap Ibuku pada salah satu wanita paruh baya berbadan gempal.

''Nggak papa bu, yang tinggal di kampung sini sudah seperti keluarga jadi saya buatkan syukuran menyambut keluarga baru sekalian rumah baru bapak ibu.'' Ucap wanita berbadan gempal itu.

Disana sudah tersajikan tumpeng, dan juga ingkung khas hajatan syukuran yang melambangkan ungkapan syukur manusia kepada Tuhan yang maha memberi kehidupan.

''Jadi begini bapak ibu dikampung ini yang tinggal semua para pekerja dari keluarga Abhiraja, makanya dianggap sudah seperti keluarga sendiri.'' Ucap pria Jakung.

''Kalau ada apa-apa tanya kami saja, tidak usah sungkan.'' Ucapnya lagi.

''Iyaa pak, terima kasih banyak.'' Ucap Ayah Ibuku.

''Oh iya pak, kita belum kenalan.'' Ucap Ayah.

''Betul juga ya.'' Kekehnya. ''Kalau saya pak Ridwan selaku tukang kebun keluarga Abhiraja, dia pak Yanto supir keluarga Abhiraja.'' Tunjuknya pada pria berambut ikal. ''Dan ini isteri saya Ayu.'' Tunjuknya pada wanita paruh baya berbadan gempal.

''Apa mereka anakmu?'' Tanya wanita paruh baya bernama Ayu itu.

''Iya ini anakku namanya Satria dan Anya.'' Jawab Ayah.

''Berapa usia mereka?'' Tanya pak Ridwan.

''Abangnya berusia 20 tahun, kalau adeknya usianya 16 tahun.'' Ayah menunjukku.

Pak Ridwan menatapku dari ujung kepala hingga kaki. ''Anakmu cantik, dia seumuran dengan tuan muda. Kelas berapa kau sekarang?''

''1 SMA pak.'' Jawabku padanya. Pak Ridwan mengangguk-anguk mengerti.

''Kau mau ikut kerumah keluarga Abhiraja nanti malam?'' Tanyanya.

''Untuk apa ya pak?'' Tanya Ibuku.

''Biar anakmu di sekolahkan, keluarga Abhiraja yang menentukan anakmu akan di sekolahkan dimana.'' Jawabnya.

''Tapi apa anakku harus ikut?'' Tanya Ibuku cemas.

''Tentu saja, mereka melihat anak kalian terlebih dulu.'' Jawabnya terkekeh.

''Apa maksudnya untuk disekolahkan mereka harus melihatku dulu, memangnya aku akan ikut audisi.'' Batinku kesal.

''Kalau tidak mau tidak apa, anakmu tidak akan sekolah.'' Jawabnya lagi.

''Eh.. iya pak saya mau.'' Jawabku sebelum ibu menentangnya. Ibuku sangat pencemas, semua serba dilarang, takut sekali bila terjadi apa-apa denganku.

''Bagaimana denganku pak, apa aku bisa berkuliah?'' Tanya bang Sat pada pak Ridwan, karena harus pindah bang Satria harus merelakan keluar dari kampusnya. Bang Sat sempat ingin tetap tinggal dirumah yang dulu karena enggan putus kuliah namun Ibu tidak mau, ia setiap hari menangis dan meminta bang Satria untuk ikut pindah bersamanya. Karena tidak tega melihat ibu seperti itu bang Sat pun ikut bersama kami.

''Kau ikut saja.'' Jawabnya yang dibalas Anggukan bang Sat.

Ku tengok wajah ibu yang khawatir itu, aku pun menyakinkan kalau semua baik-baik saja. ''Tidak ada yang perlu ditakutkan, bu. Anakmu ini hanya akan bersekolah bukan menjual diri pada keluarga itu.'' Ibu melotot mendengarku. ''Hahaha.. bercanda bu, sudahlah izinkan saja nanti tensi mu naik lagi.'' Ucapku tertawa sembari menggenggam erat tangannya.

Ayahku bekerja sebagai peternak sapi di keluarga Abhiraja, dulu di desa Ayahku disuruh menjaga dan merawat sapi milik tetangga setelah itu Ayah di beri upah. Mendapat telepon dari keluarga Abhiraja untuk merawat sapinya, Ayah tidak bisa menolaknya, karena pabila ia menolak maka keluarga kami akan mendapatkan kesialan begitu menurut kepercayaan warga sekitar.

Aku dengar, keluarga Abhiraja merupakan keluarga terkaya. Keluarga Abhiraja memiliki ratusan perusahaan didunia, semua keturunan keluarga Abhiraja merupakan pengusaha sukses dan berpengaruh. Salah satu keluarga Abhiraja yang ditempati Ayah bekerja itu bernama Shuan Artaya pengusaha minyak yang dapat mengendalikan perekonomian suatu negara. Namun pengusaha minyak ini dikenal banyak misteri serta konspirasinya.

''Ya sudah kami pamit dulu ya, nanti malam saya kembali menjemput kalian.'' Ucap pak Ridwan.

Hai guys gimana part ini? 😄😃
Jgn lupa tinggalkan jejak vote n komen ya🌹❤️

MIRACLES [HIATUS] Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu