Chapter 17

33K 2.8K 233
                                    

Chap 17

-Jagalah selagi masih ada di sisi. Jika sudah pergi, hanya akan terus menyesali.-

▪️▪️▪️▪️▪️▪️

Suasana kamar nomor tujuh—kamar milik Bel, Mel, Charlotte, dan Shina—sangat sunyi. Charlotte dengan kepekaan yang tinggi merasa jika ada sesuatu yang telah terjadi antara Mel dan Bel. Meski memang hubungan mereka kurang akrab, mereka tidak pernah saling diam selama yang Charlotte lihat.

"Mel, kau sudah tidur?" tanya Charlotte pada Mel yang menenggelamkan diri di dalam selimut bermotif zig-zag. "Aku lapar. Apa kau mau menemaniku ke dapur?" Akhirnya Mel pun keluar dari selimut dan mengangguki ajakan Charlotte.

Sedangkan Bel, masih sibuk menutup mata meski Charlotte tau jika gadis itu belum jatuh ke alam mimpinya. Sebelum Charlotte meninggalkan kamar, ia melirik Shina yang tidur di ranjang atas. Matanya mengerling sebelah dan tersenyum penuh arti. Seolah menyiratkan sesuatu. Shina mengangguk. Ia paham apa arti dari senyuman Charlotte.

▪️▪️▪️▪️▪️

Gedung Saphire yang merupakan gedung khusus siswa tingkat satu yang memiliki tiga blok berisi kamar untuk para siswi dan satu blok berisi kamar untuk para siswa. Satu blok memiliki tiga tingkat dan setiap tingkat ada lima belas kamar yang dihuni maksimal empat orang. Di setiap tingkat blok asrama, pihak Cassio Academy menyediakan satu dapur. Dapur itu berada di ujung sebelah barat. Sedangkan kamar milik Zalea sangat beruntung karena berada di sebelah dapur tersebut. Jadi, setiap mereka lapar, mereka sangat mudah menjangkau dapur untuk memasak sesuatu.

Seperti sekarang, Zalea dan Caroline sedang asyik mengiris beberapa bahan makanan. Meski Zalea sangat jarang masak di rumah membantu sang ibu, namun beberapa hari sebelum Gretha tertangkap dan dieksekusi, Gretha mengajarinya memasak makanan favorit Agetha. Sup ayam.

"Kita mau masak sup ayam?" tebak Caroline yang hanya diangguki oleh Zalea. Gadis itu sudah menyangrai bumbu dan berbau cukup sedap. Membuat siapapun yang menghirup aroma itu pasti akan merasa lapar.

"Caroline?" Gadis dengan suara yang sangat familiar itu membuat Caroline terpaksa harus mengalihkan perhatiannya dari wajan milik Zalea.

"Mel!" Caroline sangat antusias melihat sosok yang baru saja datang. "Kau datang karena mencium aroma masakan Zalea?"

"Zalea?" tanya Mel. Caroline mengangguk. Sontak kedua netra Amber itu langsung beralih menatap gadis yang memunggunginya.

Rambut pirang pucat dikuncir satu ke belakang. Tubuh ramping dengan tinggi sekitar seratus enam puluhan dan kulit putih bersih. Meski dari belakang, gadis itu tampak sangat menarik.

"Zalea Casia?"

Gadis yang tengah memasak sesuatu pun menoleh sejenak. Menyeka peluh yang hampir menetes dengan handuk kecil di dalam saku celemeknya. Ia tersenyum. Menyambut sosok yang memanggil namanya. "Ya?"

"Akhirnya aku bertemu denganmu. Dari ratusan siswa di akademi, aku kesulitan mencari sosok Zalea. Wah, ternyata kau sangat cantik." Kedua mata berwarna Amber itu tersorot berbinar.

Zalea mengerutkan dahinya heran. "Bel? Bukankah kita pernah bertemu?" tanya Zalea heran. Ia mematikan kompornya karena masakannya juga sudah siap untuk disantap.

"Ah, aku, Mel. Bel adalah saudari kembarku." Wajah Mel tampak berbeda dari sebelumnya saat Zalea memanggilnya dengan nama Bel. Ia baru tahu jika Bel sudah pernah bertemu dengan Zalea.

"Ah, maaf. Aku selalu saja salah mengira. Waktu itu aku bertemu dengan Bel dan menganggap bahwa dia adalah kau. Ternyata hari ini aku melakukan hal yang sama." Zalea terkekeh karena kebodohannya. "Ternyata kalian benar-benar identik. Aku sampai bingung membedakannya."

Zalea and the Cassio AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang