Chapter 2

46.5K 3.7K 221
                                    

Chap 2

-Ada lentera di setiap kegelapan yang mendera-

▪️▪️▪️▪️▪️▪️

"Jaga kakakmu dengan baik. Mom memberimu sebuah permohonan, bukan perintah."
Sekilas permohonan itu langsung menjadi pecutnya untuk tergerak. Ia tak ingin membiarkan sang kakak dalam bahaya. Sejak kecil, Agetha memang terlahir lemah. Kedua kakinya tak bisa berfungsi dengan baik. Hingga ia harus duduk di kursi roda sejak umur lima tahun.
Berbeda dengan dirinya yang memiliki fisik kuat meski dengan rasa malas yang juga lebih kuat. Hanya Agetha yang selalu berhasil memicu semangatnya. Sekarang, Agetha kembali menggugah dirinya untuk tergerak dari rasa malas. Misi utamanya adalah ... menyelamatkan Agetha dalam keadaan hidup dan baik-baik saja.
▪️▪️▪️▪️▪️▪️
"Mau ke mana kau?"
"Hutan Criveus."
"Untuk?"
"Mencari udara."
Dengan langkah santai dan kedua tangan tersembunyi di saku celana, lelaki jangkung berambut hitam legam itu berlalu dari seorang wanita berumur sekitar tiga puluhan.
Wanita itu mendesah pelan. "Apa dia pikir di sini tidak ada udara?"
▪️▪️▪️▪️▪️▪️
Semua telah siap. Ia hanya berbekal sebuah busur lengkap dengan panahnya. Sebelum mentari menghilang sempurna, ia masih menahan diri. Sebab, ia tak mau jika mengundang perhatian khalayak umum dengan membawa sebuah busur berwarna emas di tangannya.
Dirinya duduk termenung. Menatap ke ranjang ukuran queen size yang kosong. Biasanya Agetha selalu berbagi tawa dari sana. Tapi sekarang Agetha menghilang. Ia berpikir hanya ada satu tersangka di balik hilangnya sang kakak.
"Kakakmu itu istimewa. Inti murni yang ada dalam jiwanya pasti akan mengundang sosok bayangan hitam bernama Dark Master."
Setiap ingatan dari segala macam bentuk ucapan sang ibu seolah tersimpan dengan baik. Daya ingatnya memang menakjubkan. Bahkan ia masih mampu mengingat memorinya ketika masih berumur tiga tahun.
"Andai ... aku mampu memakai sihir pelacak lebih baik. Aku takkan susah payah mencarinya," monolognya sembari menengadahkan telapaknya yang telah mengeluarkan secercah cahaya putih. "Sayangnya ... Mom tidak mau mengajarkanku mengasah sihir. Dia hanya mengajariku memanah dengan baik. Huft, Mom ... inilah mengapa aku memohon agar kau mengajarkan sihir padaku. Agar aku bisa menjaga Agetha dengan baik."
Berulang kali gersahan keluar dari mulut. Ia menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Menahan tangis sekaligus kesal karena merasa gagal menjaga sang kakak sesuai permintaan terakhir sang ibu.
Tak lama setelah merasa terpuruk. Ia kembali bangkit. Lalu menampar pipinya sendiri. "Apa yang kau katakan?! Agetha pasti bisa kau selamatkan, Bodoh!" Begitulah yang ia ucapkan seolah ada orang lain yang menyemangati. "Ya, Zalea Casia pasti bisa."
Ya, Zalea Casia pasti mampu. Sebab jauh di dalam lubuk hatinya, ia berharap bahwa Agetha akan memaafkan keteledorannya.
▪️▪️▪️▪️▪️▪️
Di bawah naungan malam yang baru memulai waktunya, Zalea berjalan seorang diri. Sebisa mungkin ia menghindari keramaian untuk menyembunyikan identitasnya sebagai keluarga Casia. Keluarga dari wanita yang telah dihakimi beberapa hari yang lalu.
Hanya satu tujuannya. Hutan Criveus. Entah mengapa kata hati membimbingnya untuk ke sana. Meski ia sangat paham bahwa Hutan Criveus terletak cukup jauh dari Letopiea.
Dalam perjalanan menuju hutan, beberapa kali Zalea merasa ada derap langkah yang mengikuti. Ia terus memutar tubuh dan mencari sosok yang ia rasa mengikutinya dari belakang. Namun, setiap kali matanya berputar mengelilingi, tak ada siapapun di sana.
Malam yang mulai larut pun menciptakan keheningan yang mendalam. Kakinya terasa pegal dan bahunya terasa akan patah. Namun, ia masih mampu menahan itu semua. Hutan Criveus sudah ada di depan mata.
SREK
Lagi-lagi seretan langkah membuatnya berbalik. Kali ini, netranya menangkap sesuatu. Ah, bukan sesuatu. Melainkan sesosok makhluk aneh. Tubuhnya mirip manusia. Dengan dua tangan, dua kaki normal, tubuh jangkung dan rambut panjang terkuncir. Namun, hal yang membuat degup jantungnya terpacu cepat adalah ... melihat tiga pasang mata dengan pupil merah Jasper melotot ke arahnya bersama dengan aura membunuh yang tercium kuat.
Zalea sontak mundur perlahan saat sosok makhluk aneh itu melangkah maju. Tak ada bibir dan hidung yang menyeringai tajam, hanya ada tiga pasang mata yang melempar tatapan ingin merajam.
"S—siapa kau?!"
Satu terkaman hampir berhasil merengkuh tubuh mungil Zalea. Namun, dengan gesit gadis itu menghindar dan membabat habis pinggiran Hutan Criveus yang cukup lebat dengan semak belukar. Ia tak peduli pada duri yang sempat menggores beberapa, ketakutannya pada makhluk itu terasa lebih mendominasi insting untuk terus berlari.
Saat merasa sudah mengukir jarak yang cukup jauh, ia menarik sebuah panah dan memasangnya di busur.
"Akríveia, tachýtita, ischýs¹." Ketiga kata itu membuat panahnya bercahaya emas. Menyilaukan hingga membuat sesosok makhluk yang hampir mempersempit langkahnya itu terhenti.
WUSS
Anak panah miliknya melesat cepat, tepat, dan penuh kekuatan. Tertancap di dada tengah dan membuat pergerakan makluk itu melambat. Namun, tak menumbangkannya. Padahal Zalea sangat yakin, jika makhluk itu manusia, jelas takkan bertahan setelah mengeluarkan banyak darah akibat mata panahnya. Namun, makhluk itu tetap berjalan tegap dan mempersempit jarak antara mereka.
Zalea mematung. Tubuhnya terasa kaku dan tak mampu berpaling dari tempatnya. Kali ini dirinya benar-benar terdesak. Nyawanya berada di ujung tanduk. Tangan makhluk itu hampir merengkuh wajahnya. Mengeluarkan sihir berwarna jingga seolah siap membakar apapun yang terkena. Matanya pun sontak terpejam dan berharap sang ibu datang menolong meski hal itu sangat mustahil.
"Asfalíste to neró dráko²."
Pandangannya yang mengabur menangkap seseorang berdiri menatapnya. Rambut hitam yang terkibas oleh angin malam serta mata warna biru Sapphire berkilau mengesankan. Ia tak tahu apa yang terjadi. Hanya kegelapan yang menghampiri dan tubuhnya terasa akan ambruk saat itu juga.
▪️▪️▪️▪️▪️▪️
"Ada tanda dua lingkaran hitam di tengkuknya." Suara berat itu memenuhi gendang telinganya. Meski ia masih tak mampu membuka kedua mata.
"Kau yakin?" Suara lain menyambar pernyataan sosok itu.
"Ya. Aku yakin. Bahkan tanda itu masih ada saat kubawa dia ke sini."
"Cari Klein dan bawa dia ke sini. Aku akan memberinya penyembuhan terlebih dulu."
Percakapan itu terdengar samar. Kepalanya yang masih terasa pening mengundang rasa mual. Ia berusaha untuk bangkit dari tidurnya, namun tertahan oleh seseorang.
"Jangan bergerak dulu. Tubuhmu penuh luka karena duri beracun semak belukar Hutan Criveus. Kau harus mendapat sihir penyembuh lebih lama lagi."
Ia baru tersadar jika sedari tadi ada seseorang yang memberinya sihir penyembuh. Sebuah cahaya putih indah terarah ke seluruh tubuhnya yang—memang benar—penuh goresan akibat duri semak belukar.
Beberapa saat ia terdiam. Menatap langit-langit tempat yang ia pun tak tahu tempat apa. Bau obat-obatan herbal merasuk ke dalam hidung dan membuatnya berpikir bahwa dirinya tidak berada di rumah sakit negara. Apalagi ... ada sihir yang tampak jelas terpakai di sana.
Cahaya putih yang menyelimuti tubuhnya perlahan memudar. Sosok wanita berambut cokelat gelap dengan warna mata hitam legam itu meregangkan tubuhnya seolah banyak otot yang mulai kaku.
"Bagaimana tubuhmu? Sudah terasa lebih baik?"
Ia mengangguk dan tubuhnya memang terasa lebih ringan. Dibandingkan saat kejadian di pinggiran Hutan Criveus saat makhluk aneh mengejarnya.
Ah! Ya. Zalea teringat sebelum akhirnya hanya gelap yang terlihat. Makhluk dengan tiga pasang mata itu lenyap dan terganti oleh seorang lelaki berambut hitam dengan warna mata biru Sapphire yang indah.
"Lyan Rald. Dia yang menolongmu."
Seolah tau apa yang ia pikirkan, netranya berpaling ke seorang wanita yang sejak tadi ternyata masih memperhatikannya.
"Tunggu. Siapa kau? Dan ... di mana aku?"
Wanita yang terlihat berumur tiga puluhan tahun itu tersenyum dengan mata yang sedikit menyipit. Seakan wanita itu tahu jika ia akan melontarkan sebuah pertanyaan yang tepat sasaran.
"Namaku Edrea. Dan sekarang ... kau ada di Cassio Academy."
"Cassio Academy?"
▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️
Footnote :
¹Ketepatan, Kecepatan, Kekuatan = Akríveia, tachýtita, ischýs
²Terkaman Naga Air = Asfalíste to neró dráko

Zalea and the Cassio AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang