[3]

89 7 4
                                    

Hai! Sebelumnya terima kasih sudah membaca cerita ini, jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komentar kalian yaa 😊 Selamat membaca~!


Menjelang PPDB*, Fian, Aldi, dan Esa sibuk mengumpulkan berkas persyaratan. Beruntung karena sekarang semua dilakukan serba daring**, mereka tidak perlu repot-repot datang ke sekolah dan mengantri berjam-jam. Cukup mengunggah data yang diperlukan melalui situs web, kemudian menunggu hasilnya keluar di hari terakhir PPDB.

Untuk menghindari crash, Om Rayyan meminta ketiganya untuk mengunggah data di hari pertama. Maka dari itu, kini mereka berempat--berlima dengan Salsa yang kepo--tengah menunggu situs web PPDB dibuka pada pukul 00.00.

"Nanti Fian daftar duluan boleh nggak?" tanya Fian.

"Boleh, gak apa-apa kan?" Om Rayyan menatap Aldi dan Esa, yang dibalas dengan anggukan.

Salsa melihat-lihat berkas milik Fian yang ada di dalam map. "NEM 37,00 terus IPA dapet 100?! Gila?!"

"Hehe, kebetulan aja itu. Lagian Fian maunya masuk IPS nanti."

Seketika Salsa, Om Rayyan, dan Esa tercengang. Aldi sih, biasa saja karena tahu kakaknya itu sedang hoki. Fian sendiri yang mengakui hal tersebut.

Salsa beralih melihat-lihat berkas Aldi, dan ia kembali takjub karena Aldi memperoleh total nilai 28,90.

"Ya ampun, kalian tuh makannya apa sih? Otaknya pada encer banget," celetuk Salsa yang masih takjub dengan nilai UN kedua sepupunya itu.

"Banyak yang lebih pinter kok, Sal." Aldi menyanggah. "Teman Aldi di Surabaya banyak yang NEM-nya di atas 29,00. Itu juga matematika sama IPA banyak yang dapet 100."

Tambahan, Aldi sempat menangis ketika mengetahui NEM-nya untuk pertama kali. Pertama, karena tidak mencapai targetnya. Kedua, karena teman-temannya banyak yang mendapat nilai di atasnya. Ketiga, karena dia khawatir jika nilainya tidak cukup untuk mendaftar SMP di Depok.

Padahal begitu datanya terunggah di situs web, Aldi berada di urutan pertama pada daftar calon murid sekolah tujuannya. Terang saja hal ini menjadi topik pembicaraan ketika sahur.

"Keren ih si Aldi, nangkring jadi yang pertama di PPDB. Fian juga," puji Acha.

Aldi jadi sedikit salah tingkah. "Kan baru hari pertama, mana tahu besok ada yang nilainya lebih tinggi lagi."

"Seenggaknya kalau kegeser juga paling nggak jauh-jauh, jadi udah tenang," ujar Tante Gina, "kalau Esa agak ketar-ketir kan, soalnya nilai UN-nya gak begitu besar."

Raut wajah Esa semakin menekuk ketika ibunya menyinggung tentang NEM-nya yang kecil, sejujurnya dia sangat malu.

Aldi yang melihat dan peka akan hal tersebut langsung berinisiatif mengalihkan pembicaraan. "Oh iya, omong-omong, lebaran tahun ini ketupatnya tuh isinya bakalan nasi atau doorprize umroh gratis, ya?"

Sontak seisi ruangan tertawa mendengarnya, kecuali Esa. Ia memperhatikan Aldi yang sedang ikut tertawa renyah, membuat kedua sudut bibirnya sedikit terangkat.

Meski agak jayus, setidaknya guyonan Aldi berhasil mengalihan topik sebelumnya yang membuatnya merasa minder.

Namun Esa tetaplah Esa yang masih saja membenci sepupunya, sebaik apapun perlakuannya kepada dirinya.

-

Berhari-hari kemudian setelah sempat terjeda lebaran, akhirnya Aldi dan Fian resmi tercatat sebagai murid baru di sekolah masing-masing. Esa yang gagal mendaftar melalui nilai ujian pun diterima di SMP yang sama dengan Aldi melalui jalur zonasi. Kini, mereka tinggal menunggu hari pertama tahun ajaran baru tiba.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 02, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

When Home Isn't HomeWhere stories live. Discover now