"Ji, sepatu kamu teh udah pada rusak ya?" tanya papa di sela aktivitas mereka.

Jeffri menoleh. "Yang jebol mah udah dua pasang sih, Pa. Ditambal berkali-kali sama Mang Acep juga keukeuh jebol lagi."

"Besok kita ke Matahari deh, biar Eji beli sepatu baru."

Kali ini Fian yang menoleh kepada papa. "A Eji mau dibeliin sepatu baru?"

Papa mengangguk. "Sepatu yang sehari-hari Eji pakai ke kampus tinggal satu pasang, kan?"

"Iya, cuma sebenarnya gak masalah sih kalo Eji pakai sepatu yang sekarang aja, masih bagus dan nyaman kok," jawab Jeffri dengan perasaan yang sedikit tidak enak karena pertanyaan Fian sebelumnya.

"Akan lebih baik kalau punya sepatu cadangan. Jaga-jaga lamun kehujanan, kan bisa pakai sepatu yang lainnya," ujar papa, "Besok abis Asar kita pergi, ya."

Jeffri, alias Eji, mengacungkan jempolnya. Aldi hanya mengangguk sambal terus fokus mengunyah keripik. Fian merengut tidak suka.

Dia harus berbuat sesuatu besok.

-

Matahari memang selalu ramai ketika akhir pekan tiba, dipenuhi oleh orang-orang yang membeli barang entah karena keperluan atau sekadar mengejar promo diskonan. Salah satu pengunjung sore ini adalah Jeffri yang sedang sibuk memilih sepatu.

"Ambil yang mana, ya?" gumam Jeffri, sejak tadi ia belum memilih sepatu yang akan dibeli. Belum ada yang menarik perhatian Jeffri. Hingga matanya berhenti pada satu pasang sneakers putih bertali merah, dan satu pasang lainnya yang berwarna dasar biru gelap dengan aksen garis putih di sampingnya.

Ini dia yang Jeffri cari.

Jeffri mengambil dua pasang sepatu tersebut dan meminta ukuran 44 kepada pegawai terdekat untuk dicoba. Saat menunggu, mama datang menghampiri Jeffri, dengan Fian yang mengikuti di belakang.

"Udah nemu sepatunya, A?"

Jeffri mengangguk. "Lagi diambilin yang ukurannya Aa sama pegawainya. Aa milih yang kayak gini."

Saat Jeffri menunjukkan sepatu pilihannya, Fian sedikit tercengang dan iri. Kedua pasang sepatu itu sangat keren, tapi kenapa harus diambil kakaknya?

Uh, Fian tidak boleh diam saja.

Fian menggoyang-goyangkan lengan kiri mama. "Ma, Fian boleh beli sepatu buat jalan-jalan juga, gak?"

"Emang sepatu Fian kenapa? ada yang rusak?" tanya mama sedikit heran.

"Nggak ada sih, tapi Fian pengen aja gitu punya sepatu baru." Fian masih berusaha merayu mama. "Lagian kan bagus kalo Fian pakai sepatu yang beda tiap jalan-jalan."

"Tapi sepatu Fian kan udah banyak, lagipula yang kamu pakai juga beberapa doang. Sisanya numpuk gak karuan di rak."

Fian memelas. "Tapi Fian mau yang baru, Ma. Boleh ya? Boleh ya? Janji bakalan Fian sering pakai deh yang ini, sampai jebol kalau bisa."

Nah kan, pasti kayak gini lagi, batin Jeffri di dalam hati.

Tak tega, akhirnya mama membuang napas dan mengangguk. "Ya udah, tapi sepasang aja, ya? Sekalian tanyain Aldi mau beli sepatu juga atau nggak."

Yes! Berhasil!

Senyum cerah Fian mengembang lebar di wajahnya. "Oke! Fian nyamperin Aldi dulu ya. Makasih, Mama! Fian sayang Mama!"

Dalam hitungan detik, Fian pergi meninggalkan mama berdua dengan Jeffri. Ia nampak menghampiri Aldi yang tengah duduk membaca novel bawaannya sambil mendengarkan lagu dengan earphone.

When Home Isn't HomeWhere stories live. Discover now