9 - Kota Kedua

762 154 2
                                    

Melanjutkan perjalanan, Elidio dan Daia memasuki kota berikutnya di Kerajaan Ratzell. Kota kedua di Ratzell terkenal dengan pusat berkumpulnya para ahli panah dari seluruh kerajaan di Zelvallace. Lokasinya cocok untuk berburu dan menembak target.

Kota yang bernama Arrow.

Orang-orang berlalu-lalang. Saat itu, sedang ada sebuah even kerajaan. Pasar dibuka hingga malam, banyak pedagang dengan bahasa yang berbeda-beda saling menawarkan dagangannya.

Even tahunan itu adalah even memanah. Oleh karena itu, sepanjang mata memandang selalu ada orang tinggi tegap membawa busur dan anak panah di punggung mereka. Baik pria maupun wanita.

Kemungkinan besar, penguasa Ratzell juga akan ada di sana. Menghadiri even itu untuk memberikan sambutan.

Atau bisa saja, menyamarkan diri. Membaur di keramaian.

"Nah, Daia," panggil Elidio, ia mengajak gadis dari dunia lain itu untuk melihat ke depan, sebuah pertunjukan jalanan digelar tepat di depan mereka. Atraksi dengan api. "Apa kau mau melihatnya?"

"Langit sore dan atraksi," gumam Daia. Sudut bibirnya terangkat. "Tentu akan kulihat sampai malam tiba."

"Apa kau tidak lelah?" tanya Elidio memastikan.

Perjalanan mereka lumayan jauh. Berjalan kaki dari kota awal hingga ke Kota Arrow ini memakan waktu setengah hari mulai dari pagi hingga langit menjelang gelap. Untung saja, perbekalan Elidio cukup. Mereka tak perlu menahan lapar.

Meskipun begitu, tetap saja rasa lelah menghantui. Melekat di kaki mereka seperti bayangan.

"Kalau mau, kita bisa langsung beristirahat," Elidio menawarkan. "Akan lebih baik karena kita bisa menghemat tenaga."

Daia tak menghiraukan. Ia terus melihat atraksi di depannya dan memotret. Atraksi-atraksi itu ia abadikan.

Ia terlihat sangat bahagia.

Karena tak ingin merusak momen itu, Elidio tersenyum kecil dan diam di samping Daia. Elidio memutuskan untuk melihat gadis itu bersenang-senang di kota kedua ini.

Itu lebih baik untuknya.

Karena aku tak tahu berapa lama lagi aku bisa melihat senyum itu.

Syukurlah dia dalam waktu cepat sudah tidak menangis seperti awal kami bertemu.

"Eli! Ayo ke sana! Orang-orang yang membawa panah pergi ke sana!" Daia menarik tangan Elidio, menggandengnya. Gadis itu saking bahagianya ia sampai setengah berlari menyeret Elidio.

Tawa terdengar di penjuru kota. Ketika Matahari mulai tenggelam, even memanah dalam gelap mulai dibuka. Sebelumnya, ketika hari masih pagi, even memanah juga telah dilakukan. Tibalah saat ini even terunik yang diadakan mereka muncul.

Menembak target dalam gelap. Menguji ketangkasan dan kecermatan penglihatan seorang pemanah hebat dari banyak kerajaan.

"Tuan dan Nyonya! Selamat malam dan selamat datang di akhir dari acara ini!" seru seorang pria yang berdiri di tengah-tengah kerumuman, tepat di pusatnya. Seorang moderator dari even panahan itu. "Malam ini! Perlombaan yang paling dinanti akan dimulai! Hadiah untuk acara terakhir malam ini tak kalah banyak dari seluruh even yang telah terlaksana hari ini!"

"Pasang taruhan kalian! Hadiah hanya untuk satu orang terbaik dari seluruh seratus orang peserta!"

"Sejumlah tiga ratus keping emas akan menjadi hadiah bagi yang terhebat di antara mereka!"

Semua orang terkejut. Hadiah itu sangat besar.

Tak ada yang menyangka bahwa even malam ini akan sedikit berbeda dari tahun lalu dari segi jumlah hadiah. Entah karena raja dari Ratzell sedang senang atau merencanakan sesuatu.

Elidio juga terkejut. Ia tak menyangka hadiahnya akan sangat menarik.

Hanya Daia yang kebingungan. Tapi untuk gadis itu, kata "emas" sudah menunjukkan seberapa hebat even yang akan ia saksikan.

Taruhan mulai dipasang. Dari seratus peserta, tiga di antaranya adalah yang terbaik dan sering memenangkan perlombaan dari tahun ke tahun. Orang-orang sudah mengenal nama mereka.

Elidio menyeringai, ia memikirkan hal yang cukup bagus.

Mengangkat tangan, ia berseru pada pembawa acara itu.

"Apakah peserta lomba ini masih bisa ditambah?"

Moderator melihat ke arah Elidio.

Matanya langsung terbelalak. Mulutnya menganga. Ia benar-benar terkejut.

"T-tuan Solveig!"

Seluruh mata melihat ke arah mereka. Terutama pada Elidio Solveig.

Dan napas mereka tercekat.

"Kenapa keturunan dari Grand Duke Solvegio Deventi ada di sini?!"

"Dia.. pemanah terhebat misterius itu?! Yang secara tiba-tiba datang tahun lalu?"

Orang-orang mulai membicarakan Elidio. Berbisik-bisik pelan. Hanya Daia yang tidak mengerti situasi ini.

Menarik ujung jubah gelap milik Elidio, ia berbisik di telinga laki-laki itu. "Kenapa mereka membicarakanmu, Eli? Bukannya kamu tak boleh sampai diketahui ada di sini oleh penguasa Ratzell?"

Elidio terkekeh. Ekspresinya lembut pada Daia untuk sesaat. "Tak masalah. Aku ingin bermain sebentar dengan mereka dan mengambil hakku seperti tahun lalu."

"Apa kau pernah ikut lomba ini tahun lalu, Eli?" tanya Daia.

"Benar," jawab Elidio bangga. "Dan aku menjadi lawan baru terberat bagi mereka."

"Itulah kenapa aku waspada dengan identitasku di negeri ini," ujar Elidio mengedikkan bahu, "tapi kurasa, aku bodoh untuk menyembunyikan identitasku."

Karena dari awal, nama yang kubawa sudah menjadi beban.

Ia tersenyum lebar pada Daia. Tangannya menyentuh helai demi helai rambut gadis itu. "Jangan khawatir. Ini akan cepat berlalu."

Elidio melangkah ke depan, meninggalkan Daia setelah mengucapkan kata-kata yang justru membuat Daia bertingkah sebaliknya. Ia khawatir, sangat khawatir.

Baru dua hari ia mengenal Elidio, tapi perubahan yang laki-laki itu berikan pada Daia menimbulkan efek kupu-kupu beruntun dalam hatinya.

"Eli!"

Mau berapa kali Daia memanggil, Elidio tidak berbalik.

Sampai Daia tak bisa lagi melihat punggung Elidio.

Laki-laki itu sudah masuk dalam kerumunan. Samar-samar, Daia melihat kilauan cahaya biru yang begitu terang dari tengah kerumunan tepat ketika Elidio menghilang dari sudut pandang Daia.

Dari jauh, Daia juga mendengar bahwa sebuah aturan baru ditambahkan. Pembawa acara itu mengumumkan secara tiba-tiba.

Meskipun Daia tak mengetahui artinya, Daia menangkap garis besar aturan itu dengan jelas.

"Karena seorang pengguna sihir panah hadir dalam perlombaan, aturan baru tahun lalu akan kembali diberlakukan."

"Target dalam even panah malam hari ini bertambah."

"Setiap pemanah harus menangkap target sebanyak-banyaknya di arena dalam rentang waktu yang telah ditetapkan."

"Diperbolehkan pula untuk saling melukai peserta lain yang mengincar target yang sama."

"Selamat berjuang."

Mirror WorldWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu