1 - Cermin Sekolah

1.4K 280 6
                                    

"Oi, merek deterjen!"

Daia menoleh setengah hati. Lagi-lagi Rion. Ia dulu muak mendengar semua celotehan omong kosong Rion yang selalu menantangnya di setiap pelajaran. Namun, akhir-akhir ini, Daia mulai terbiasa dan cenderung menantikan omong kosong apa yang akan Rion singgung.

"He'em iya, aku memang merek deterjen berjalan, kenapa manggil? Ngefans? Butuh stok deterjen?" Daia kembali fokus mengeluarkan gorengan yang ia beli di kantin. Sembari menanggapi bocah itu, ia terus berjalan ke gedung tua sekolah.

Rion tersenyum miring. Ia mulai senang dengan tanggapan secepat kilat dan sepedas cabai hijau dari Daia. "Heh, mulai. Itu lho, yang tadi, tahu rumus itu dari mana? Itu rumus kuno banget. Caranya ribet lagi dari cara yang biasa. Aku memang tahu ada cara kaya gitu tapi kalau yang nulis kau, aku kurang percaya. Berarti aslinya kamu lebih tahu fisika daripada aku."

Daia mengernyit. "Masih hebat kamu kok, posisimu tetap nomor satu, jangan khawatir, udahlah jangan bahas yang tadi. Aku cuma malas sama pelajaran fisika, jadinya aku nulis itu biar bisa kelar duluan."

"Hah?" Rion kebingungan. "Kalau kau paham rumus itu, artinya kau bisa ngerjain semua soal setingkat mahasiswa lho. Aku juga masih bingung padahal, tapi kamu sudah lancar. Kasih tahu dari mana kamu belajar itu. Hoi, deterjen! Mau ke mana sih?!"

Melihat gedung tua yang terlihat kusam dan kotor sedang berdiri di hadapan mereka saat ini, Rion langsung kaget bukan main.

"Daia, oi, jangan ke sini, sudah dilarang staf sekolah." Rion langsung panik. "Ayo balik ke kelas! Jangan sendirian di sini nanti bisa kesurupan!"

"Aku sama Miranda kok," kata Daia tenang. "Tuh di sana orangnya nunggu."

"Miranda? Anak kelas sebelas MIPA tujuh??" Rion bertanya setengah ngeri. "Dia punya six sense! Kenapa sama dia ke sini? Mau lihat hantu?!"

"Bukan, aku cuma mau ngegosip, urusan perempuan, sana balik!" usir Daia.

"Cih, terserahlah, pokoknya nanti kamu cerita di mana belajar rumus itu," dengus Rion, ia berbalik lalu cepat-cepat pergi menuju ke gedung utama.

Sekarang hanya Daia dan Miranda yang berdiri tak jauh dari gedung tua itu.

Dari jauh gedung tua itu telihat antik. Kesannya seperti gedung peninggalan Belanda, atau Portugis. Entah, yang jelas rasa bangunan western sangat kental meliputi gedung itu. ditambah dengan jendela-jendela besar, tanaman merambat, dan dekorasi marmer serta kayu menambah kesan elegan sekaligus mistis pada bangunan tersebut.

"Apa yang mau kau dengar?" tanya Miranda serius. "Tentang gedung ini, kisah dibaliknya, atau hantu itu sendiri? Aku tahu banyak soalnya bahkan mereka menggangguku sekarang."

Daia tertawa kecil, dia sendiri mengabaikan fakta ngeri yang diucapkan Miranda. "Bukan, bukan tentang itu. Aku pernah lihat gedung ini dulu sewaktu tur sekolah, ada satu benda di ruang toilet bawah yang paling terasa aneh. Waktu kuamati, itu bukan tentang betapa horornya ruangan itu, atau betapa mencekamnya gedung itu, tapi suatu hal yang aku sama sekali belum paham. Aku sendiri tak tahu bagaimana menjelaskan. Itu cuma cermin. Aku sempat melihat dekorasi mawar di bingkainya, dicat warna emas. Aku foto cermin itu terus aku cari di internet, hanya ketemu satu pencarian. Cermin yang persis sama seperti cermin di dalam sana sudah dilelang. Kamu mau
tahu kenapa?"

Miranda mengangguk. "Kenapa?"

"Karena pemiliknya dinyatakan hilang selama lima puluh tahun setelah satu jam berkaca di depannya. Padahal saat itu sedang ada pesta besar, banyak orang melihat, dan banyak orang menyadari," jelas Daia berbisik pada Miranda. "Aneh, bukan? Tapi keanehan ini luar biasa buatku. Melebihi cerita seram dan kasus pembunuhan berantai."

Mirror WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang