"Jadi, itu sama saja seperti kalian mempertahankan ibu pertiwi dan mereka (pendamping prajurit) mempertahankan cintanya, sendirian?"
"Tentu tidak. Dengan mengingat mereka, sanak keluarga dan pendamping kami nantinya membuat kami selalu bersemangat menjalankan misi dan itu point terbesar alasan kami untuk pulang dengan selamat. Untuk itu ada kalimat pergi demi negara dan pulang demi cinta." jawab Arza.
Hady tersenyum kembali, jawaban Arza memang membuatnya takjub dan percaya bahwa Arza akan menjadi imam yang bertanggungjawab untuk putrinya.
Nafas Arza memburu, kenapa jadi seperti sedang debat? Arza di pihak pro dan Hady di pihak kontra dengan mosi kesetiaan Abdinegara.
"Maaf, sepertinya saya terlalu menjiwai." ucap Arza mencairkan suasana.
Hady menggeleng-gelengkan kepalanya."tidak masalah." ucapnya sambil mengambil kopi lalu meminumnya.
Srupp.
Hady menyimpan kopinya kembali, merongoh sesuatu di balik jaketnya."Kau mengenalinya?" ucap Hady sambil menunjukan foto itu.
"Jendral TNI anumerta bharata yudha."nucap Arza pelan.
"Betul. Dia adalah ayah saya. Kakek nya Indira."
Degg....
Jantung Arza sudah marathon dan hampir Finish.
"Ternyata Indira masih berasal dari lingkup dunia militer, kakeknya saja seorang Jendral. Tapi dari mulai bertemu di Libanon dan sampai sekarang saya tidak ngeh dan indira benar benar tidak menunjukkannya."
Beo Arza dalam hatinya.
"Sejak kepergian kakek nya Indira, neneknya melarang kami untuk berada dalam lingkup kemiliteran lagi. Bahkan saya harus mengubur cita cita yang sudah saya perjuangkan. Oleh karenanya, saya tidak menjadi Prajurit sekarang." ucap Hady lalu tertawa kecil di akhir kata.
"Jujur saja Arza saya sedikit ragu jika putri saya Indira menjadi pendamping seorang prajurit. Saya melihat bagaimana perjuangan ibu saya setelah ayah saya meninggal. Ia harus bergelut dengan masa lalu yang menyakitkan itu." Lanjutnya.
"Saya paham. Ayah saya, sersan kepala anumerta Wijaya kusuma gugur dalam missi Libanon. Saat ayah saya berhasil menyelamatkan anak perempuan bermata biru saphire. Dan saat itu juga ayah saya kehilangan nyawanya. Di situ saya seperti kehilangan separuh bagian dari hidup saya. Gajih yang di dapat tidak sepadan dengan resiko yang ayah saya ambil, nyawa Tentara memang tidak ada harganya." ucap Arza.
"Lalu mengapa sekarang malah dirimu yang terjun kedunia militer?" tanya Hady.
"Saya belajar mengikhlaskan, dan bahwa semua yang terjadi atas takdir Allah tidak bisa kita cegah. Dan dengan masuk kedunia militer ini, saya masih bisa merasakan sosok ayah dengan memakai seragam yang sama dengan ayah saya."
"Saya sangat paham pak, ini real life. Dimana kami yang ketar ketir mencari alasan jika di tanya "le kapan nikah?" Tidak seperti di wattpad wattpad seorang perempuan yang berusaha untuk mendapat cinta abdinegara."
Hady mengerutkan keningnya."apa wat-watpat?"
Arza tersentak, lalu merutuki dirinya sendiri. Mengapa dia bisa keceplosan seperti itu? Kalo hady tahu wattpad adalah aplikasi untuk memperlancar halu bagaimana? Aish..
"Wattpad apa pak? Saya juga tidak tahu." jawab Arza.
"Loh, tadi kamu yang mengatakannya."
"Sepertinya bapak salah dengar." ucap Arza. Menggaruk tengkuknya.
*
Seminggu, setelah pertemuannya dengan Hady Arza kembali mendapat telepon darinya, Hady menyuruh Arza sekeluarga untuk makan malam bersama. Arza bersiap lalu menjemput ibu dan adiknya.
"Assalamualaikum." ucap Arza.
Pintu terbuka,"wa'alaikumussalam warahmatullahi wabaraktuh."
"Kak Indira!!" pekik Indira lalu berhambur ke pelukan Indira.
Indira menatap Arza, ada keperluan apa Arza dan keluarga nya datang ke rumah?
"Kak indira apa kabar?" tanya Anggia melepaskan pelukannya.
"Em... allhamdullilah aku baik." ucap Indira tersenyum.
Indira meraih tangan Syarifah lalu menciumnya."Bagimana keadaan ibu? Apa baik baik saja?" tanya Indira.
"Allhamdullilah ibu baik." ucap Syarifah memeluk Indira.
"Eh ada siapa ini?" ucap Indah.
"Eh nak Arza, ayo ayo masuk kenapa malah berbaris disini?" ucap Indah mempersilahkan masuk.
"Indira sayang, ambilkan minum ya!"
"Iya mah," Arza menyapu dinding yang menjulang tinggi di depannya. Ada yang berubah, pertama Arza masuk kerumah Indira tidak ada figura. Tapi sekarang malah banyak, dan tatapan Arza terfokus pada gadis kecil dengan dress berwarna hijau pupus selutut memakai baret, dan di sisinya... Jendral Anumerta Bharatayudha.
"Indira kok malah di dapur?" tanya Hady.
"Di suruh mama siapin minum." ucapnya."Eh yah, Arza sama pasukannya mau apa kesini?"
"Ayah yang suruh." ucap Hady.
"Hah?!" pekik Indira.
"Ayo cepat bawa minumnya."
Disinilah mereka sekarang, di ruang tamu yang tiba tiba kehabisan pasokan Udara. Ya, bagaimana tidak tangan dan kaki Indira mulai dingin, tidak ada yang membuka suaranya sekalipun Hady. Jadi tujuan Hady mengundang Arza dan Keluarganya untuk apa? Masa hanya untuk sekedar makan malam? Memangnya Arza dan keluarganya segabut itu?
"Indira, saya ingin melamar kamu." ucap Arza tiba tiba.
Indira melotot.
Sedangkan Hady tersenyum menang.
Arza berinisiatif sendiri rupanya.
***
"Ayolah Indira jawablah, jangan menggantungku seperti ini aku ini seorang prajurit bukan jemuran." Arza.
"Jawab, enggak. jawab ,enggak. jawab, enggak?" indira.
"Berani beraninya tentara ini melamar Indira. Apa jaminannya untuk selalu bersama Indira?" Nizar.
"Semoga mereka bahagia." Nizam.
"Ck! Sialan. Abang abangnya Ka Indira tampan tampan semua kalo gini mah Jungkook juga lewat." Anggia.
Plis kalian boleh gantung apapun yang kalian mau tapi jangan perasaan orang. Kasihan tau!
Seeyou di bagian selanjutnya.
Dadahhhhhhhhhhhhhhhhh
❤❤❤❤❤
YOU ARE READING
Started In Libanon [End]
Romance"Makanya jangan sok sok an memakai kacamata hitam!" teriak indira. "Mengapa?" "Kau baru saja menabrakku dan kau tidak akan meminta maaf?" "Sekarang saya lapar saya akan meminta makan bukan maaf!" ujar pria loreng itu. ~Mencintai seorang hamba Pangli...
Interview untuk lamaran
Start from the beginning
![Started In Libanon [End]](https://img.wattpad.com/cover/218916507-64-k700448.jpg)