13. Nikahan mantan

3.1K 393 75
                                    

Bab.13
Nikahan mantan

"Sayang, sudah siap?" Giats menyeringai melihat cantiknya sang istri yang kini berdiri di ambang pintu. Dengan berbagai pertimbangan, malam ini Giats akan datang ke pernikahan Ayu dan anaknya Pak Lurah.

Memangnya dia diundang? Hoho ... di desa tidak perduli dengan namanya undangan. Apalagi kalau masih satu desa. Para warga secara serentak akan datang ke acara resepsi tanpa harus diundang. Bukan hal baru bagi warga desa karena memang hal ini sudah terjadi sejak dulu kala.

"Sudah, Mas." Giats menyeringai dan melangkah maju. Dia menggandeng tangan Risya dan membawanya pergi. Ibunya masih sibuk rewang di rumah sepupunya dan tidak akan datang ke nikahan Ayu. Karena itu dia yang pergi mewakili ibu dan ayahnya. Anggap saja menyelesaikan masalah yang belum selesai antara dirinya dan Ayu.

Bukankah semakin cepat selesai, semakin baik?

"Memang siapa sih yang menikah?" Risya menatap Giats penasaran.

Errr. Giats kebingungan menjawab.

"Saudara?"

"Bukan."

"Terus?"

"Mantan." jawab Giats canggung sambil mengusap tengkuknya.

Risya melotot tak suka. Dia bersedekap dan menunggu penjelasan. Mantan katanya?

"Mantan kok, Yang. Udah nggak suka juga kok. Jadi nggak perlu khawatir." Giats berusaha menjelaskan. Setelah Giats menceritakan awal mula dia diusir ibunya yang ternyata karena pacaran dengan Ayu, wajah Risya bertambah suram.

"Jadi dia alasan Mas jadi banci? Buat dia sampai segitunya ya rela jadi banci."

Giats semakin memiliki firasat tidak enak. "Mantan, Yang. Lagian aku udah nikah sama wanita paling cantik lho, dia mah apa. Nggak level kalau dibanding sama kamu. Mau ya nemenin aku. Sekalian beresin masalah ini biar nggak ada masalah di masa depan."

"Awas aja kalau nanti masih berani lirik-lirik mantan." Risya berjalan kesal menuju pintu depan. Dia tidak mau mengikuti ke garasi.

"Oke, siap!" Giats berlari mengeluarkan motor matic putihnya dan berhenti di samping sang istri.

"Silahkan naik ratuku."

Risya menaiki motor dan duduk dengan hati-hati.

"Peluk dong."

Plak!

"Jalan," ujar Risya galak setelah memukul punggung Giats.

"Yah ...." Giats melajukan motornya dengan manyun.

Tujuh menit waktu yang Giats butuhkan untuk memarkirkan motornya di halaman rumah orang. Risya turun dan bertanya bingung. "Ini yang nikahan? Kok sepi?" Dilihatnya tak ada tenda ataupun hiasan janur di tempat itu.

"Bukan. Masuk gang yang itu. Tuh lihat banyak hansip yang jaga." Giats menunjuk beberapa hansip yang duduk-duduk di pinggir jalan masuk. "Lagian motornya juga nggak mungkin bosa masuk. Meja penerima tamu aja ada di sana."

Risya yang biasanya menghadiri undangan pesta di gedung-gedung, merasa sedikit heran. Dia berjalan berdampingan dengan suaminya tanpa bertanya lagi. Tiba di meja penerima tamu, seorang laki-laki menepuk bahu Giats.

"Weh ... teko, Samang?" (Weh ... datang, kamu?) tanyanya mengejek.

Wajah Giats berubah usil dan meremehkan. "Eh ... Wan. Ha*) ngopo ra wani?" (Ha kenapa nggak berani?).

"Hati-hati lho sama mantan." Tak kalah usil laki-laki itu tergelak.

"Udah punya istri cantik, mantan mah  lewat."

Laki-laki itu melirik Risya sebelum tertawa lagi sebelum kemudian laki-laki itu berjalan pergi.

Giats menggandeng Risya menuju meja penerima tamu dan mengisi buku tamu. Menyalami beberapa sesepuh yang duduk di lorong dan terus berjalan masuk.

Tak sengaja lewat depan rumahmu

Heh?! Giats terkejut sejenak sebelum mengumpat-umpat. Pasti Wandi tadi yang mengabari orang di panggung untuk menyanyikan lagu sialan itu!!

'Ku melihat ada tenda biru

Giats melirik takut-takut pada sang istri yang ternyata semakin kesal.

Dihiasi indahnya janur kuning
Hati bertanya, "Pernikahan siapa?"

Giats mengabaikan lagu dan bisik-bisik orang-orang di sekitarnya yang sepertinya bisa menghubungkan lagu dan kehadirannya. Dia tetap menggandeng Risya ke meja tempat minum dan snack jajanan pasar. Mengambilkan satu piring kecil untuk Risya dan dirinya serta dua gelas teh manis.

Tak percaya tapi ini terjadi
Kau bersanding duduk di pelaminan
Air mata jatuh tak tertahankan
Kau khianati cinta suci ini

Giats terus berjalan dan mencari meja kosong untuk dia duduki, mengabaikan fakta beberapa teman-teman sepermainannya dan kenalanya di kampung tertawaan cekikikan di sekitar panggung.

Tanpa undangan diriku kau lupakan
Tanpa putusan diriku kau tinggalkan
Tanpa bicara kau buat 'ku kecewa
Tanpa berdosa kau buat 'ku merana
'Ku tak percaya dirimu tega
Nodai cinta, khianati cinta

Sialan! Sialan! Kampret!!

Makian terus saja terucap dalam hati Giats. Dia berusaha tidak menampilkan reaksi apa-apa pada wajahnya meskipun sebenarnya hatinya kesal sekali pada teman-temannya.

"Sugeng rawuh, Mas Gi." Seorang laki-laki setengah baya yang dia kenal sebagai Pak Lurah dan istrinya menyelamatkan dirinya. Pak lurah berbasa-basi sedikit mempersilahkan Giats menikmati hiburan dan mencicipi hidangan.

Sebagai seorang anak priyayi, Giats memang kerap mendapatkan kesopanan dari orang-orang di Desa.

Baru saja Pak Lurah beranjak dari meja mereka, di panggung nampak Yudi dan Anton yang tengah memegang mic. Giats semakin merasa ada yang tidak beres dari kedua orang itu. Pasti ....

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh, Selamat sore menjelang malam para hadirin. Malam ini saya dan teman saya akan menyumbang sebuah lagu. Berjudul ...


Lirikan mantan

Lirikan mantan oh ... menarik kuda.
Senyuman mantan ... bikin ternoda.
Membuat diriku ... jatuh merana.

Giats menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Kenapa dia bisa punya teman-teman somplak seperti ini?

Sebenarnya aku ... ingin ke Kali
Mendekatimu  oh ... si Sunarsih
Namun sayang sayang ....
Mati rasanya …. 
Bi ... ar ku ... cari nanti gantinya ....

"Mereka lagi nyindir-nyindir nyinyir gitu dibiarin aja Mas sama Pak Lurah?" Risya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat betapa meriahnya para pemuda itu bernyanyi dengan lirik yang tentu saja telah dirubah.

Giats hanya bisa nyengir. "Mana berani Pak Lurah marah-marah di depan umum. Lagipula pasti dia masih waras, orang pasti berpikir dia nggak waras kalau meladeni anak-anak muda."

Risya terkekeh geli. Ternyata hidup di desa lucu juga. Selama ini hidup di kota, dia melihat banyak perbedaan.

Tbc

Suamiku Seorang Banci KalengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang