05. Seminggu Bersama Alvonsio

Start from the beginning
                                    

Seorang gadis yang memegangi es krim rasa kopi terkejut dan heran saat dirinya dihadang sekelompok algojo yang nyaris menakutkan. Gadis itu adalah Sharon, baru saja keluar dari kedai dessert. Ekspresi polosnya berbanding terbalik dengan pria yang memandangnya dengan resah, khawatir, sekaligus kesal.

Namun, atensi pria itu sedikit teralihkan dengan Sharon yang memakai bralette sport putih--apa kata resepsionis tadi! Setiap kain pakaiannya menempel ketat di tubuhnya bagai cat. Jaket ternyata telah ia lilitkan pada lekukan mulus pinggangnya, dengan lengan jaket yang disimpulkan secara rapi.

Harvleon tak bisa menahan diri untuk tidak memperhatikan. Keramaian pasar tersapu habis dari pikirannya karena penampilan tak terduga yang diperlihatkan oleh Sharon. Ada kebanggaan aneh masuk ke kepala Harvleon, bahwa ia yang membelikan setiap set pakaian wanita itu, dan ia merasa tak akan menyesalinya. Terutama pakaian simpel ini.

Dan ngomong-ngomong simpel, bralette itu terlihat lebih menggiurkan karena pemiliknya berkeringat.

"Selamat pagi, gentleman."

Harvleon mendapatkan kesadarannya kembali. Memasang tampang sok paling benar untuk menyembunyikan kalau dirinya baru saja tergoda dengan penampilan Sharon. "Ke mana saja kau?"

"Aku sudah bilang pada Alexie kalau aku pergi jogging."

"Apa kau tak bisa hidup sehari saja tanpa membohongi penjagamu?" kata Harvleon. "Kau mengatakan aku sudah menunggumu."

Sharon menyipitkan mata. "Menurut pengamatanku, yang kau lakukan adalah mencoba membuatku tidak hidup. Dan ya, apalagi yang harus kukatakan? Aku butuh hiburan. Asal tahu saja, Harvleon, aku belajar keegoisan dari dirimu."

Harvleon memutar matanya. "Well, kau mendapatkan itu, Sayang. Jadi sekarang ayo kembali!"

"Tidak mau," balasnya ketus.

"Apa lagi sih, Sharon?"

Sharon sengaja menyendok es krim ke mulutnya seakan tak terjadi apa pun untuk membuat Harvleon kesal. "Aku mau jalan-jalan," ucapnya santai. Sebelum Harvleon sempat mengomentari, ia menambahkan dengan sinis, "Aku akan senang jika kau tidak ikut, Sir."

"Aku lebih senang kalau kau tidak senang," balas pria itu.

Harvleon menyuruh para penjaganya untuk kembali ke hotel. Alasan sebenarnya memang konyol, tapi dia tidak mau orang lain menyaksikan keindahan lekuk tubuh Sharon.

Apa ini? ia membatin. Ah, tidak! Mana mungkin aku menyukainya? Aku hanya menyukai tubuhnya.

Harvleon akhirnya menemani Sharon untuk melihat-lihat pasar itu. Walau sebenarnya Sharon lebih suka melakukannya sendirian. Ia risih saat setiap orang menatap mereka di sepanjang jalan. Ia harus menyadari kalau Alvonsio sangat terkenal. Bahkan pernikahan mereka saja dipenuhi sorotan blitz.

***

"Itu apa?" Sharon melihat sebuah keramaian di pantai.

"Apamaksudmu?" kata Harvleon samar di dalam mulutnya yang masih dipenuhi daging sapi panggang.

Sharon mendengus--reaksi itu nyaris menjadi otomatis. "Habiskan dulu makananmu," katanya jengkel, "baru bicara!"

Mereka memang selalu begitu sejak seminggu lalu. Menghabiskan waktu makan bersama di resto hotel. Meja-meja lainnya sangat kental dengan suasana romantis, lain halnya dengan meja 13 milik pasangan Alvonsio itu. Sharon sudah menyiramkan 4 gelas minuman ke kemeja Harvleon selama ini, lalu pergi begitu saja dengan bersungut-sungut.

Memories and Salvation ✓Where stories live. Discover now