Danil mengangguk-angguk saja memperhatikan gadis itu dari belakang. Tidak lama, Radea menoleh padanya sambil menepuk-nepukkan kedua tangan menepis debu yang dia dapat dari rak. Gadis itu menuju sudut ruangan yang sama sekali tidak Danil perhatikan sejak awal masuk ke kamar ini, di sana ada kulkas kecil.

Harusnya Danil tidak perlu terkejut lagi, 'kan? Karena segala hal tentang Radea memang selalu menguji jantungnya—yang syukurnya—sehat.

Radea mengambil dua botol mini air mineral. Dia memberikan pada Danil satu, dan satu lagi untuknya.

"Ada apa ke sini?" tanya Radea. Dia duduk di tepi kasur menghadap Danil. Jarak mereka sekitar dua meter.

Setelah meneguk setengah air minumnya, Danil menjawab, "Besok gue lomba bola buat semi final, jadi nggak ke sekolah. Lo di sekolah hati-hati."

"Sebelum ada kamu, aku juga sendirian."

Kekehan kecil keluar Danil mulut Danil. "Beda dong, sekarang 'kan gue udah kenal lo."

Radea berdeham. Bukan masalah besar harusnya, tetapi entah mengapa dia tidak senang mendengar itu. Namun, Radea tetap tersenyum simpul menatap Danil.

"Aman. Aku nggak apa-apa. Besok aja, 'kan?"

"Besok semi final, kalau lolos, lusa langsung final. Paling lama dua hari." Danil diam beberapa saat, lalu kembali bekata, "Atau bisa jadi tiga hari untuk ikut perayaan pensi yang udah selesai. Kalau nggak salah pembagian hadiah setelah final sepak bola."

Danil mengangguk-angguk, menyetujui ucapannya sendiri. "Iya, paling lama tiga hari."

"Hmm."

"Kenapa, Ra? Kok, jadi gitu mukanya?"

"Hah? Nggak!" Radea buru-buru menggeleng. "Semoga besok tim kamu menang, terus juara di final."

"Amin, makasih, Ra."

"Iya, sama-sama."

"Bukannya lo menang lomba, ya, Ra? Nggak ke SMA Integritas Bangsa buat ambil hadiah?"

Radea menggeleng. "Diwakilin sekolah, aku sama Kak Galang sudah bilang gitu ke pihak sekolah."

Cowok itu mengangguk paham. "Oh iya, satu lagi," seru Danil. Cowok itu mendengkus sebelum melanjutkan kalimatnya. Ditatapnya Radea lekat, membuat gadis itu mengernyit. "Gue 'kan udah bilang, Ra, jangan dekat-dekat Galang."

"Aku—"

"Gue tau lo tadi siang ketemu dia," interupsi Danil. Cowok itu mendesah berat, ternyata walaupun introver, Radea ini juga keras kepala.

"Masalahnya ...." Radea menggigit bibir bawahnya, ragu mengatakan pemikirannya pada Danil. "Kak Galang yang aku lihat baik, dia orang yang kayaknya nggak perlu kamu khawatirin."

"Jangan nilai dia dari apa yang lo lihat aja, pikiran lo yang kayak gitu harus dirubah, Ra."

"Kalau dia baik sama aku, ngapain dengar omongan orang, Nil? Lagian, emangnya kamu kenal sama Kak Galang? Kamu 'kan anak baru."

"Ra, dengar gue baik-baik. Orang yang ada maunya, selalu melakukan apa pun supaya keinginannya tercapai." Danil berbicara pelan-pelan, berusaha agar Radea mengerti dan menurut dengan apa yang dia ucapkan. "Bahkan orang yang punya niat buruk, dia bisa berlaku baik supaya rencananya lancar. Manusia nggak selalu seperti apa yang bisa kita lihat, Ra."

"Tapi, Kak Galang selalu baik sama aku. Dia pintar, dia nggak pernah punya kasus di sekolah. Aku nggak ngerti kenapa kamu bicara seolah-olah Kak Galang orang jahat."

Danil memijat pelipisnya. Setiap menasihati Radea agar tidak dekat dengan Galang, mereka selalu berakhir bersitegang. Sifat Radea yang inilah yang membuatnya hidup seperti sekarang. Dia selalu menilai hal-hal yang hanya dia lihat, tidak peduli bahwa sifat manusia bisa berubah sesuai tempat dan kondisi.

"Seperti kamu sekarang, Ra. Orang-orang mungkin berpikir kamu nggak bisa berteman, tapi nyatanya sekarang kita bisa ngobrol berdua kayak gini." Danil menarik napasnya dalam, sebelum kembali berbicara, "Itu contoh sisi lo yang orang lain nggak tau."

Radea masih diam, dia mendengarkan dengan baik.

"Sama halnya dengan Galang. Yang lo lihat dari dia itu, belum tentu sama dengan yang orang lain lihat. Dan apa yang gue tau tentang dia, hal itu nggak baik buat lo. Jadi, mending percaya sama gue."

"Tapi kamu nggak bisa bilang 'kan apa yang kamu tau tentang dia, Nil?"

"Nggak sekarang."

"Kalau gitu aku juga nggak bisa percaya sekarang. Aku menilai Kak Galang seperti dia memperlakukan aku."

"Ra, lo—"

"Keluar, Nil. Aku mau tidur." Radea menginterupsi ucapan cowok itu. Lalu dia bangkit, berjalan menuju pintu dan membukanya.

"Ra, lo marah?"

"Aku mau tidur."

"Ra—"

"Aku cuma mau tidur," potong Radea ketus.

Danil mendesah berat. Lalu melangkah keluar kamar untuk kembali ke kamarnya.

Kalau dapat juara, paling lama tiga hari.

Ya, hanya tiga hari.

Semua akan baik-baik aja.

****

Bersambung ....

Hai, semoga puasanya lancar, ya.

Jangan lupa vote dan komen.
Terima kasih.

Introvert VS Ekstrovert ✔️Where stories live. Discover now