24 ● BAD INTENTION

Start from the beginning
                                    

Harvey melepaskan cengkeramannya karena melihat Rosa mulai tak nyaman dan menarik tangan. "Tenangin diri lo dulu..." katanya berusaha menenangkan Rosa yang tergugu.

"Gue tau tempat yang bisa bikin lo tenang. Lo mau gak ikut gue?" Ucap Harvey menawarkan pilihan.

Rosa menjawab dengan gelengan keras.

"...Kalau lo balik ke bar dengan keadaan kayak gini, yang ada orang-orang bakal ribut. Dinginin hati sama pikirin lo dulu, Sa" Harvey berusaha membujuk Rosa dengan halus. Bagaimanapun juga gadis itu tak akan bisa merasa lebih damai di di dalam bar.

"Rosa mau pulang kak, Apa kak Harvey bisa anterin Rosa pulang?-" mohon Rosa ditengah keputus-asaannya. Waktu yang sudah sangat larut dan tempat yang asing baginya membuat Rosa memberanikan diri bertanya.

"Gue gak ada hak buat anter lo pulang, ada suami lo...  yang ada nanti masalah makin tambah runyam. sekarang lo tenang dulu. Ayo ikut gue, serius Sa... gue gak bakal macem-macem. "

Rosa menggeleng. "Ka-lau gitu Ro-sa coba pulang sendiri aja" ucap gadis itu terputus-putus.

"Rosa-" Harvey kembali meraih tangan gadis di depannya yang bersiap melangkah. Ia cukup kesal mendapati Rosa yang keras kepala.

"Ini udah malem, bahaya buat lo kalau lo nekat pulang sendiri. Please ikut gue dulu... percaya sama gue. gue cuma pengen lihat lo lebih tenang" terakhir kali Harvey berusaha membujuknya. Ia menatap Rosa dalam dan lembut. "Gue gak ada niat aneh-aneh. Serius"

Rosa menata nafas sembari balas menatap wajah lelaki di hadapannya. Ia pun berpikir dan akhirnya mengangguk.

*

Sambil berjalan, Harvey menarik pergelangan tangan Rosa, tapi tak lama gadis itu lalu melepaskannya lagi. Harvey memaklumi. Wajar, karena Rosa itu istri seseorang, bukan pacarnya yang bebas ia pegang.

Harvey membimbing Rosa masuk ke dalam lift untuk naik ke lantai paling atas gedung. Begitu sampai di atas, ia memimpin Rosa untuk berjalan ke arah tangga darurat. Sesekali Harvey menoleh ke belakang untuk memastikan keadaan gadis itu.

Harvey mengajak Rosa naik satu lantai lagi. Saat itu mereka sudah berada di depan pintu besi besar. Harvey mendorong pintu tersebut dan sampailah mereka di rooftop.

Harvey memang sering mengunjungi bar tersebut, ia sudah hafal seluk beluk gedung bahkan ia sering merokok di rooftop jika sedang suntuk. Makanya, ia tau jika tempat itu sangat tepat untuk Rosa menenangkan diri.

Namun Harvey agaknya lupa kalau di rooftop anginnya begitu kencang. Rosa yang memakai dress cukup terbuka sudah pasti merasa kedinginan.

Saat Harvey ingin melihat dan menanyakan keadaan gadis itu, Rosa sudah berjalan melewatinya kemudian berlari ke ujung rooftop.

Oh shit! Harvey merutuk pelan. Jantungnya seketika berdegup kencang. Ia Takut Rosa akan melakukan sesuatu yang nekat. Namun ia kembali meyakinkan diri, tak mungkin Rosa berniat melompat. Dan benar saja, Rosa nyatanya hanya berdiri kaku di tepi pagar beton.

Harvey buru-buru menyusul Rosa. Ia berdiri di samping gadis itu yang tengah termangu sembari melihat jauh ke bawah. Ia bisa melihat bulir-bulir airmata Rosa mengalir jatuh lalu terbang tersapu angin malam.

Harvey pun perlahan menanggalkan jas hitam yang membalut tubuh tegapnya. Ia segera menyelimutkannya pada tubuh Rosa dari belakang. Ia tak ingin melihat Rosa yang tengah merana semakin nelangsa dengan badan mungil menggigil.

Begitu tau Harvey menyelemutinya, Rosa langsung balik menatap pria itu dengan matanya yang basah.

"Jangan nangis, nanti cantiknya ilang" ucap Harvey sembari mengulurkan jemari untuk mengusap pipi gadis itu. 'Fuck. she's ice cold' ia justru tersentak begitu mendapati pipi Rosa yang sudah sedingin es. 'Salahkah gue ajak dia kesini?' batin Harvey berperang.

MARITAREWhere stories live. Discover now