🍁Honestly🍁

601 65 4
                                    

🍁🍁🍁

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🍁🍁🍁

“Saat itu pagi hari. Kepalaku sakit dan hatiku terasa tidak nayaman. Gravitasi bumi sedang tidak baik dan yang kulihat pertama kali adalah wajahmu. Lalu ketika tatapanku terkunci padamu, saat itu aku memutuskan untuk jatuh cinta.”
***

Dia membuka kedua matanya perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Untuk beberapa detik gadis itu mengucek kedua matanya, tak sadar ia menyamankan letak kepalanya yang bersandar pada sesuatu yang hangat dan terasa harum. Dada Kyu Hyun. Rhae Hoon meraih kembali kesadarannya tatkala wangi pinus itu menusuk hidungnya. Rupanya sudah pagi, dan Kyu Hyun masih nyeyak di sisinya.

Gadis itu menegakkan duduknya, tatapannya tak bisa lepas dari sebingkai wajah yang terlihat damai itu. Bahkan rambut Kyu Hyun yang masai berantakan justru menambah pesona lelaki itu. Bagi Rhae Hoon, melihat wajah Kyu Hyun di setiap pagi saat ia terjaga adalah suatu kemewahan yang tak bisa ia lewatkan.

Lelaki itu. Meski belum lama mereka bersama, entah mengapa  Rhae Hoon merasa sudah pernah menghabiskan waktu yang lama dengannya. Apa itu di dimensi atau kehidupan yang lampau? Sentuhan itu, hangat tubuh itu, seakan pernah menyapanya dulu.
Pria itu. Dia tidak suka makan sayur, wajahnya akan terlihat tersiksa jika Rhae Hoon memaksanya makan makanan berwarna hijau tersebut. Kyu Hyun pernah bilang akan lebih suka lari keliling lapangan daripada diharuskan menghabiskan sup sayur. Benar-benar kekanakan.

Rhae Hoon juga tahu kalau Kyu Hyun suka makan kaki ayam ditemani soju. Dia bilang rasanya sedang berada di surga kalau sudah menyantap makanan pinggir jalan itu. Benar-benar tidak cocok dengan statusnya sebagai bagian dari masyarakat kelas atas.

Sejauh ini, Rhae Hoon merasa baik-baik saja berada di sisi pria itu. Lalu akankah untuk waktu yang akan datang keduanya akan tetap bersama? Bagaimana jika nanti Kyu Hyun akan bosan dan meninggalkannya? Gadis itu terkesiap seketika saat pemikiran buruk itu hinggap di benaknya. Dia lalu meneguk ludah dan menggerakkan mata beberapa kali. Rasanya sangat tidak nyaman. Dia, wanita itu…takut kehilangan Kyu Hyun.

“Kau sudah bangun?”

Suara serak itu memaksa Rhae Hoon sadar dari lamunan. Rupanya Kyu Hyun sudah terjaga, pria itu lalu tersenyum sambil mengerjapkan mata. Kepalanya masih bersandar di sofa dan dia terlihat seperti malaikat yang baru terjaga  dari tidur setelah semalaman menjaga dunia.

“Boleh aku memotretmu?”
“Eh?” Kyu Hyun mengerutkan dahi. Dia tidak sedang salah dengar kan? Belum sempat Kyu Hyun membuka mulut gadis itu sudah mengambil ponsel dan memotretnya. Astaga, Kyu Hyun yakin sekali kalau wajahnya terlihat sangat bodoh sekarang.

“Ya! Hapus tidak?!”

Rhae Hoon terkikik. “Ini untuk kenang-kenangan.”

“Kenang-kenangan apa? Aneh sekali,” cibir lelaki itu. “Aku haus,” ujarnya lagi sambil beranjak menuju kulkas. Rhae Hoon memerhatikan gerak lelaki itu, entah mengapa rasanya dia ingin sekali memeluk lelaki itu. Pasti rasanya hangat sekali.
“Ah, aku lupa bilang.” Kyu Hyun menaruh botol air ke dalam kulkas lagi dan menatap Rhae Hoon lekat-lekat. “Aku akan ke Jepang dua jam lagi.”

“Kau?!” Rhae Hoon membulatkan mata, merasa kehilangan.

“Aku akan ada di sana selama seminggu.”

Rhae Hoon tergagap, tapi dia hanya diam. Pantas saja Kyu Hyun ngeyel  mengajaknya bertemu semalam. Rupanya lelaki itu akan pergi untuk waktu yang cukup lama. Gadis itu jadi merasa bersalah karena mereka tidak mengadakan perpisahan dengan cara yang benar.

“Mau mengerjakan apa di sana?”
Kyu Hyun menjawab, “Perusahaan kami membuka cabang, jadi aku harus mengawasi sampai pembukaan cabang baru tersebut. Aku harus memastikan segalanya baik-baik saja.”

“Wah, kau bahkan membuka cabang di Jepang. Tak kusangka kau sekaya itu.”

“Jadi kau sedang bersyukur karena berkencan dengan pria sekaya diriku?” Kyu Hyun sedikit terkekeh lalu bersedekap di depan dada. Dia mulai menyombongkan diri.

“Dasar menyebalkan!” Rhae Hoon mencibir, namun tak lama raut wajahnya terlihat meredup.

“Seminggu itu waktu yang cukup lama, apa kau akan baik-baik saja tanpa makan kaki ayam dan soju?”

Kyu Hyun tahu, bukan kalimat itu yang sebenarnya ingin Rhae Hoon ucapkan. Di telinganya, kalimat itu lebih terdengar seperti, “Apa kau akan baik-baik saja tanpa aku di sisimu?”
Gadis itu pasti mulai merindukannya. Tapi Kyu Hyun tahu kalau Rhae Hoon bukan tipe orang yang akan mengatakan keinginannya dengan terang-terangan.

“Benar sekali, bagaimana nasibku tanpa makan kaki ayam?” Kyu Hyun berpura-pura bersungut. “Tapi sebenarnya aku lebih khawatir karena tidak bisa melihatmu untuk waktu yang cukup lama,” ucapnya lalu kembali duduk di sisi Rhae Hoon. “Kau ikut saja denganku, bagaimana?”

Wajah Rhae Hoon memerah. Entah kenapa jantungnya berdetak lebih keras. “Aku kan harus kerja.”

“Kau tahu kan aku benci pekerjaanmu.” Kyu Hyun kembali bersungut – kali ini dia tidak sedang berpura-pura. Rhae Hoon bekerja di perusaahaan penerbit yang merupakan saingan terberat perusahaannya. Gadis itu bekerja di sana sebagai staf HRD. Menyebalkan sekali bukan? Kyu Hyun – sang pemilk perusahaan penerbitan buku terbesar di Korea Selatan sedang kencan dengan gadis dari perusaahan penerbitan lainnya.

“Di tempatmu juga ada staf HRD, jadi kau membenci mereka juga?” Rhae Hoon tak mau kalah.

“Aish!” Kyu Hyun bersedekap, merasa kesal. Gadis itu selalu mengalahkannya saat mereka berdebat.

“Kalau begitu cepat pulang dan bersiap-siap. Kau tidak punya waktu lagi.”

“Kau tidak ingin mengatakan sesuatu?”

“Misalnya?”

“Aku akan merindukanmu Cho Kyu Hyun, atau…bawalah aku bersamamu, atau ayo kita bercinta sebelum kau pergi. Ya, kata-kata seperti itu,” ujar Kyu Hyun dengan wajah tanpa dosa.

“Mendadak aku ingin muntah, Cho Kyu Hyun!” Rhae Hoon bergidik memegangi perutnya dan Kyu Hyun tertawa keras-keras.

Mata bulat itu menjadi satu garis lurus saat pemiliknya tertawa seperti itu dan Rhae Hoon merasa ada yang tak beres dengan penglihatannya. Pria itu terlihat seribu kali lebih tampan sekarang, dan dia ingin sekali memeluk pria itu sebelum dia pergi.

“Kyu Hyun-ah?”

“Hmmm, apa?” Kyu Hyun menghentikan tawanya dan terkesiap tatkala gadis itu mendekatkan diri dan meraih punggungnya. Dia pasti sedang mimpi, gadis itu sedang memeluknya sekarang.

“E-eh, kau sedang apa?” tanya Kyu Hyun tergagap. Dia tidak mendapat jawaban apapun dari Rhae Hoon sampai akhirnya dia membalas pelukan itu.

“Kau harus hati-hati di sana, makanlah dengan teratur dan jangan kerja sampai malam. Sesekali telepon aku kalau sedang tidak sibuk.”

Kyu Hyun mengerjap, mungkin kalau yang sedang menceramahinya adalah orang lain maka dia akan merasa mual, tapi karena ini Rhae Hoon maka dia mendengarkan dengan baik.

“Oh iya, jangan lupa bawa pakaian hangat yang banyak. Akhir tahun ini sangat dingin.”

Kyu Hyun tersenyum, rasanya seperti sedang memiliki dunia dan seluruh isinya. “Ya, ya. Aku tahu.”

When The Love FallsWhere stories live. Discover now