33

3.8K 340 13
                                    

"kamu kok nekat banget pergi ke sini?!!" aku mondar-mandir di kamar hotel sembari menginvestigasi Aira yang tengah duduk di ranjang.

"Memangnya kenapa? aku udah pernah.."

Belum sempat Aira menyelesaikan kalimatnya, sudah ku potong terlebih dahulu. "Aku tahu kamu pernah studi banding dan ikut lomba ke luar provinsi. Tapi bukan berarti kamu bisa main pergi-pergi aja begini, izin aku itu cuma sekedar kepentingan kuliah dan sekarang kuliah kamu udah selesai," jelasku padanya dengan menekan kata 'selesai'.

"Habisnya kamu selalu bersikap cuek sama aku. Kamu sok sibuk!"

"Itu bukan alasannya. Setidaknya kalau kamu ke sini, kabari aku dulu,"

"Terserah aku," balasnya lagi yang membuatku semakin kesal.

"Aku gak suka kamu seperti ini, pergi tanpa izin dari aku dulu. Ini jauh lho, kamu mikir, gak? kalau terjadi apa-apa sama kamu? pasti orang tua kamu nyalahin aku. Mereka pasti berfikir kalau aku yang minta kamu untuk ke sini," ujarku yang membuat Aira terdiam.

"Secara hukum, seorang perempuan itu haram bepergian tanpa ditemani mahram. Apalagi ini jauh..

Dan secara adat, perspektif orang terdahulu, gak baik lho perempuan pergi menyusul suaminya. Harusnya suaminya menjemputnya duluan, barulah mereka bisa pergi. Gak ada istilah istri menyusul suami," jelasku lagi, Aira menatapku lekat untuk mendengarkan. "Pandangan orang-orang akan jelek terhadap kita. Mereka pikir kita berantem," lanjut ku kemudian.

Aira baru akan membuka mulut, tapi aku kembali berujar. "Terus, soal kamu telfon aku pake ponsel orang," aku terus saja bersuara layaknya penyiar radio, tanpa membiarkan Aira berkata apapun. "Gimana kalau pemilik hp tersebut orang jahat? gimana kalau dia memanfaatkan keadaan? kamu juga gak ngabarin aku dari awal, gimana kalau aku lagi gak ada di sini? gimana kalau aku lagi berkunjung ke negara temanku di Pakistan?"

"Kamu berlebihan banget sih? yang penting 'kan sekarang aku selamat sampai sini," balasnya seraya menatapku dalam-dalam.

"Aku bilang gini supaya kamu jadikan pengalaman kedepannya nanti, biar gak ceroboh. Paham?!"

Aira mengerjab menatapku. "Aku jauh-jauh ke sini karena aku pengen ketemu kamu, untuk mengusir rasa rindu aku ke kamu, bukan buat ngajak berantem," ujarnya lirih lalu memilih tidur menghadap dinding, membelakangi ku. Pasti ia marah kini.

Aku memutuskan ke kamar mandi untuk mencuci wajahku tanpa mau peduli dengan Aira, kepalaku terasa pusing berdebat dengannya.

Ponselku berdering ketika aku keluar dari kamar mandi, cepat-cepat aku meraihnya yang terletak di atas nakas. "Kok gak kasih tau aku sih, Dek, kalau ada yang telfon?" ujarku pada Aira. Pasalnya sudah ada dua panggilan tak terjawab.

"Aku gak punya waktu untuk itu," sinis Aira yang masih berbaring dengan membelakangi ku itu.

Ada apa dengannya? masih marah juga?

Aku menelepon kembali Syakira, yang tadinya meneleponku.

"Ya, Wa'alaikumus salam. Esok Abang balik, tak payah risau," ujarku setelah mendengar suara Syakira, sepupuku.

"Abang dekat hotel lah ni. Jangan call lagi. Bye!"

Aku mematikan teleponnya lalu berbaring di sebelah Aira. Aira membalikkan badannya, lalu menatap lurus ke atas, memandangi bola lampu cantik di sana.

"Siapa Syakira?" tanyanya tanpa menoleh padaku.

Aku tersenyum tipis ketika menyadari satu hal. "Kamu cemburu?"

"Menurut kamu?"

"Menurut aku, kamu gak perlu buang-buang energi. Gak usah cemburu," balasku tanpa mau memberitahukan siapa Syakira sebenarnya.

Manajemen Rumah Tangga ✔Where stories live. Discover now