15

5.1K 439 6
                                    

Bismillah
Sesuatu yang menurut kita tidak masalah bukan berati tidak apa-apa di mata orang lain.

Tips meluapkan dan meredam emosi versi Ari, hihi

Malam yang dihiasi oleh gerimis membuat Aira ingin menjalankan aksinya yang sudah tak tertahankan lagi. Suaminya sudah pergi mengajar semenjak satu jam yang lalu setelah shalat Maghrib.

Padatnya kegiatan di pesantren membuat Ari harus pulang terlambat, apalagi saat ini sedang ujian akhir semester. Ia harus mengawasi santrinya.

Aira menelepon seseorang untuk diajaknya keluar di malam itu. Ia tahu, jika suaminya pasti tidak akan mengizinkannya keluar di malam hari, tapi nafsunya sudah di ubun-ubun.

"Halo.. aku udah siap nih, langsung jemput ya, jangan telat!"

"Udah izin?" suara berat seorang lelaki terdengar di seberang sana.

"Nanti ketahuan. Lagian dia gak mungkin kasih,"

"Izin dulu sana."

"Oke, aku bakalan telfon dia. Langsung otw ya, aku udah gak sabaran,"

"Siap.."

Aira mencoba menghubungi suaminya, tapi Ari sama sekali tidak mengangkatnya karena ia sedang disibukkan dengan menyetor hafalan santri untuk nilai ujian.

Suara klakson motor terdengar di balik gerbang rumahnya, membuat Aira berlarian ke sana dan segera melompat ke motor itu tanpa lupa mengunci pintu rumah sebelumnya.

"Cepetan, aku udah pengen banget. Waktu kita gak banyak."

Sementara di lain tempat, Ari terkejut mendapati ponselnya penuh dengan panggilan dari sang istri. Hatinya mendadak gelisah, ditambah lagi di luar sana yang tadinya gerimis menjadi hujan deras.

"Apa Aira baik-baik aja di rumah?" gumamnya.  

"Please hurry up!! Ustadz harus segera pulang, tolong yang mau nyetor cepat-cepat ya," ujarnya kepada para santri.

Ari melajukan motornya dalam hujan deras itu, ia lupa membawa mantel karena tidak ada tanda-tanda jika akan hujan, apalagi siang tadi cuaca begitu terik.

Ia begitu mengkhawatirkan istrinya yang ditinggalkan di rumah. Entah kenapa akhir-akhir ini ia merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan perasaannya terhadap sang istri.

Ari yang dulunya begitu memprioritaskan santrinya dan rela meninggalkan istrinya sendirian di rumah, sekarang menjadi berbeda. Rasanya berat untuk meninggalkan wanita itu walau untuk sementara.

Setibanya di rumah, ia mengetuk pintu dan memberi salam, namun sama sekali tidak ada sahutan dari dalam. Dilihatnya dari luar, nampak lampu di kamar mereka padam, membuat Ari mengernyitkan keningnya.

"Biasanya jam segini dia lagi belajar di kamar. Apa dia belajar di perpus ya?" Ari menggumam.

Diraihnya kunci cadangan yang ada di saku celananya, lalu memberi salam dan memasuki rumah.

"Dek, kamu dimana?"

Ari celingak-celinguk mencari sang istri kesana-kemari. Kamar dan setiap ruangan sudah didatanginya tetapi kosong, tak ada Aira di sana. Ia mulai gusar, diraihnya ponsel untuk menghubungi istrinya namun tidak aktif.

"Kemana perginya, malam-malam begini?"

Ya Allah dimanapun istriku berada tolong lindungi dia. Tolong jangan biarkan dia berada di tempat yang salah dan bersama orang yang salah pula. Aku mencintainya ya Allah..
Tolong Engkau jaga dia..

Ari memilih duduk di teras menanti istrinya yang pergi entah kemana.

"Aira nggak mungkin pergi sama teman-temannya, karena dia kurang suka bergaul dengan orang-orang. Tapi kemana dan sama siapa perginya? Ya Allah hujannya semakin deras saja..." Ari menjambak rambutnya karena frustasi seraya menatap nanar guyuran hujan.

Dilajukannya motor untuk menemui penjaga komplek, mungkin saja ada petunjuk nantinya.

"Tadi saya lihat dek Aira boncengan sama laki-laki," ujar pak Ramli yang merupakan penjaga komplek.

"Apa? bapak yakin? masa iya istri saya seperti itu?" Ari tak percaya.

"Iya, Ustadz. Bahkan dek Aira menyapa saya ketika lewat tadi. Awalnya saya pikir dia perginya sama Ustadz, tapi ternyata bukan," pak Ramli menjelaskan apa yang dilihatnya. Hati Ari mendadak panas.

"Makasih, Pak. Saya permisi."

Dengan rasa marah dan kecewa Ari pulang ke rumah. Baru saja ingin memasuki gerbang, sebuah motor berhenti di belakangnya. Ari melirik tanpa minat, ternyata Aira dengan seorang lelaki yang dikenalinya.

"Eh, baru pulang Ari?" tanya lelaki itu sekedar basa-basi.

"Iya, Bang," balas Ari datar. Ternyata istrinya pergi bersama Kasyful, yang merupakan abang iparnya.

"Aku cabut dulu, ya. Udah malam," ujar Kasyful lalu melintasi jalanan kembali.

Setelah Kasyful pergi, dialihkan pandangannya ke sang istri  yang sudah basah kuyup karena kehujanan.

"Masuk!" perintahnya dengan tatapan mengintimidasi. Melihat suaminya seperti harimau yang ingin menerkam itu membuat nyalinya menciut. Aira yang tengah menunduk itu langsung segera masuk ke rumah.

"Darimana saja kamu??"

Ari duduk di sofa dan Aira berdiri dengan kepala tertunduk tak jauh darinya. "Jawab!!!" tegasnya lagi ketika tidak ada jawaban dari istrinya. Aira begitu gemetar mendengar nada suara suaminya itu.

"Tadi aku kepengen makan bakso. Terus aku ajak bang Kasyful buat temani," ujarnya pelan.

"Kamu kan bisa minta tolong aku," sahut suaminya ketika mendengar alasan dari istrinya yang menurutnya klise.

"Nggak bisa, kamu telat pulang. Aku pengen makan pada saat itu juga. Lagian aku perginya juga sama bang Kasyful, nggak ada salahnya kan?"

"Dia memang mahram kamu, tidak salah. Tapi apa kamu tahu salah kamu dimana? kamu nggak izin ke aku dulu," balas Ari.

"Aku udah coba telfon buat minta izin tapi kamu nggak angkat,"

"Aku ke pesantren buat ngajar, jadi ya harus profesional. Nggak ada waktu buat ngeliat hp. Apalagi tadi itu ujian hafalan, jadi harus benar-benar fokus," Ari mengomel membuat Aira meringis.

"Aku minta maaf," lirih Aira.

"Kamu bisanya minta maaf ketika udah salah. Tapi besok-besoknya malah diulang lagi.

Aku nggak masalah kamu pergi sama bang Kasyful, tapi apa kamu tahu gimana pemikiran orang di sekitar kita yang belum mengenal bang Kasyful? dan perlu kamu tahu, ketika sudah seperti ini orang-orang gak menyalahkan kamu, tapi aku yang disalahkan. Masa iya seorang ustadz yang sering ceramah di mesjid komplek nggak sanggup menjaga istrinya sendiri??

Kamu dengar baik-baik ya, ini terakhir kalinya aku bilang, "sesuatu yang aku larang itu untuk kebaikan kamu dan kita", kalau kamu nggak nurut juga, lebih baik jangan tinggal di rumahku." ujar Ari panjang lebar.

Aira hanya bisa menghapus air matanya yang terus mengalir.

"Ganti baju sana! ntar masuk angin lagi," ujar Ari seraya memasuki kamar yang diikuti oleh Aira karena ia harus berganti pakaian. "Malam ini kamu tidur di kamar sebelah, aku masih marah sama kamu." sambungnya yang dibalas anggukan kepala oleh Aira.

Di saat emosi sedang meluap-luap seperti ini, Ari takut jika berdekatan dengan istrinya. Ia takut jika setan membisikkan sesuatu yang membuatnya melakukan hal yang tidak baik terhadap sang istri.

Setelah mengambil piyama Aira segera melesat keluar dan memasuki kamar si sebelah kamar mereka.

Bunyi notifikasi khusus tanda masuknya chat dari Ari membuatnya segera meraih ponselnya demi membacanya.

Jangan lupa introspeksi diri, sayang. Aku pengen lihat kamu yang ceria besok.

Jangan lupa baca doa sebelum tidur, sayang. Good night.. have a nice dream, Wife.

Awas baper, huhu...
Next???

Manajemen Rumah Tangga ✔Where stories live. Discover now