Aksara Nata || 25. Harapan

140 15 85
                                    

"Ketika hatimu mulai mengeluh, maka bunuh saja hatimu."

-Aksara Nata

· · • • • ✤ • • • · ·

"JADI? Gimana Raf?"

"Malam setelah turnamen basket kan?"

"Ya, bertepatan besoknya dia ulang tahun. Erlan gimana? Udah tau?"

"Erlan nggak ada urusannya soal ini, dia pergi keluar kota sampai bulan depan, mungkin."

"Ngapain?"

"Nggak kasih tau alasan, dia langsung ambil izin."

"Oh oke, bisa berjalan tanpa Erlan, kan?"

"Pasti bisa, anak-anak udah gua kabarin."

"Oke."

· · • • • ✤ • • • · ·

Kedua tangan itu merapat, mengisi celah jemari sampai tertutup semua. Dengan kepala yang sedikit menunduk, laki-laki itu menenangkan pola nafasnya.

Wangi khas lorong berdinding putih, dalam dengar-dengaran kasur beroda yang tengah didorong. Ia terdiam, merajuk dengan keadaan.

Oma harus baik-baik saja, wanita itu harus sembuh.

Semalaman penuh Daniel tidak bisa terlelap, tidak biasanya ia melihat neneknya membutuhkan alat bantu untuk bernafas. Oma yang tidak segan untuk ikut berlari saat bermain petak umpet dengannya, berpura-pura kesakitan ketika Daniel menembaknya dengan pistol mainan.

Ya, laki-laki itu membutuhkan seseorang saat ini.

Drrtt.. drrtt..

"Halo?"

"Halo Daniel? Kamu kok nggak angkat telpon Nata sihh."

"Emang lu nelpon?"

"Kamu tuh semalam darimana? Nata tungguin kamu nggak ngangkat telpon, akhirnya Nata ketiduran."

"Latihan." Daniel menghela napasnya.

"Daniel, gimana nih? Aku dipanggil buat isi acara pentas seni SMA pas kamu turnamen, waktunya nggak pas banget kan? Aku juga belum latihan ih. Besok juga ada acara tau."

Daniel terhenyak, menelan ludahnya. Tidak, Nata tidak boleh disini. Pikiran gadis itu mudah terkacaukan, rasanya lebih penting uang yang ia dapat dari bekerja, dibandingkan untuk menemani Daniel disini.

"Bisa." Laki-laki itu angkat bicara. "Lu pasti bisa," lanjutnya.

"Nata akan selalu berusaha!" seru gadis itu dari kejauhan. "Daniel, Nata janji, Nata pasti dateng ke turnamen perdana kamu."

Seperti ada yang membujuk sudut bibir Daniel. "Makasih," ucapnya sambil tersenyum.

"Daniel, kamu dimana? Tadi Nata liat nggak ada kamu, Oma juga nggak ada."

"Oma jalan-jalan ke Yogya, sama temen lamanya."

"Wah serius? Kenapa Daniel nggak ikut? Ohh, pasti karena takut diciumin sama temen-temennya Oma yaaa?"

"Udah belom? Ganggu gua latihan lu."

"Ohh Daniel lagi latihan. Yaudah, Nata tutup telponnya yaaa!"

Daniel menarik napas, menyandarkan kepalanya ke tembok rumah sakit. Memejamkan kedua mata, tangannya menggenggam ponsel dengan sambungan telpon yang terputus.

Aksara Nata [ SEGERA TERBIT ]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora