Kupilih DIA dan bukan dia

142 8 0
                                    

Zuya

Sepanjang perjalanan menuju kelas bisa kurasakan semua mata tertuju padaku. Mungkin tak ada satupun dari mereka yang sadar kalau ini adalah aku. Memang bukan hanya aku mahasiswi yang bercadar di sini. Tetapi kalau tidak salah aku adalah mahasiswi ketiga yang bercadar di sini.

"Zuya," aku mendengar namaku dipanggil. Aku berbalik ke arah suara lembut itu, milik sahabatku, Ayumi.

Ayumi yang berjalan menghampiriku, akhirnya sampai di tempatku berdiri.

"Masya Allah Zuya.." Ayumi memelukku lembut.

Kalian tau dia adalah salah satu dari tiga mahasiswi yang bercadar di kampus ini.

"Kita sama-sama berjalan di jalan Allah yah? Kita sama-sama memperbaiki diri dan hati kita". Ucapku masih memeluk Ayumi dengan tanpa sadar air mataku menetes.

"Aamiin insya Allah. Semoga Allah selalu memberikan hidayah dan iman islam dalam hati kita dan semua muslimah agar mau menutup auratnya, aamiin ya Mujiib."

Ayumi melepas lembut pelukannya dan menatapku nanar.

"Bagaimana dengan mami dan papi kamu Zu?".

"Awalnya mereka shock dan mungkin sampai sekarang mereka masih shock. Sudah pasti orang tuaku akan menentangku karna aku mengakhiri hubungan dengan Arkan. Kamu tau kan kalau mereka sudah sangat menyayangi Arkan?,"

" Iyah sih Zu, tapi kamu berdiri di jalan Allah. Meski semua meninggalkanmu hari ini karna kamu di jalan Allah. Percayalah suatu hari nanti semua akan mencintaimu, menerimamu, demi Allah dan karna Allah"

Aku menghentikan langkahku dan menatap sahabat yang insya Allah sampai ke syurgah-Nya Allah nanti.

"Terimakasih yah sudah mau menjadi sahabatku. Terimakasih karna kamu gak pernah capek sedikitpun untuk terus menasehatiku. Terimakasih atas sabarmu akhirnya Allah memberikan hidayah-Nya padaku".

"Itu sudah menjadi tugasku sebagai temanmu. Jika berteman denganmu dan aku terus saja membiarkanmu berjalan di atas maksiat, maka kelak di pengadilan Allah aku akan dituntut dan kamu akan menuntutku. Aku tidak mau berlama-lama di pengadilan Allah, aku ingin bertemu dengan-Nya dan kekasih-Nya ya Rasulullah SAW".

"Kita sama-sama terus yah sampai jannah"

Aku kembali memeluk Ayumi sebelum melanjutkan langkahku.

_________________________________________________

Sepulang kuliah, Mami memintaku untuk segera pulang kerumah. Mami bilang kalau orang tua Arkan ada di rumah sejak pagi tadi. Aku tidak tau apa yang akan mereka bicarakan. Meski dugaanku mungkin pembahasan soal hubunganku dan Arkan yang kuakhiri.

"Pak, apa mama dan papa Arkan sudah lama ada di rumah?," aku mencoba mencari tau pada pak Hasan, supirku.

"Iyah Non, sejak jam sepuluh pagi tadi orang tua Den Arkan sudah di rumah Non."

"Arkan ada juga?," tanyaku lagi.

"Tidak ada Non," jawab Pak Hasan.

Kalau Arkan tidak ada lalu buat apa tante Ratna dan Om Feri kerumah, apa mereka mau melamarku? Ah mana mungkin, aku tau betul Arkan belum mau menikah.

Kunikmati perjalanan menuju rumahku dengan terus menonton kajian-kajian Ustadz Handy Bonny dan Hannan Attaki yang membahas soal haramnya pacaran. Menambah keyakinan hatiku bahwa aku tidak salah dalam mengambil keputusan.

Cukup lama sampai pak Hasan memarkir mobil digarasi rumahku. Aku turun membawa backpag dan buku-buku ku.

Belum sempat aku sampai diruang keluarga, tapi suara perdebatan sudah sangat jelas mendominasi rumahku.

Skenario Maha CintaWhere stories live. Discover now