Akad

44 3 0
                                    


Akhirnya hari yang kami tunggu tiba. Di salah satu masjid raya di ibukota, akad pernikahanku akan dilaksanakan disana. Hari jumat ini Mas Rian akan mengambil alih segala tanggung jawab Papi menjadi tanggung jawabnya.

Akad akan berlangsung di lantai satu masjid yang berlantai tiga ini. Aku dan mami menunggu di lantai dua.

Seperti serah terima hal paling berharga sampai suara Papi dan Mas Rian terdengar bergetar. Terdengar sangat lantang Mas Adrian mengucap ijab qabul yang menyebut namaku sampai para saksi menggemahkan kalimat singkat sah. Satu kata yang menjadi tanda aku adalah milik Mas Adrian, aku adalah istrinya sejak detik ini.

Aku memeluk Mami meneteskan air mataku. Aku juga memeluk mamanya Arkan yang juga menemaniku di sini bersama Mami.

"Ma, aku minta maaf kalau selama ini aku ada salah ke Mama. Aku juga minta maaf karna aku tidak bisa menepati janjiku untuk menemani putra Mama selamanya. Aku harap Mama tidak akan membenciku dan akan selalu menyayangiku."

Aku memeluk Tante Ratna yang sejak lama memang ku panggil Mama.

"Sayang, bagaimanapun akhirnya hubungan kamu dan Arkan kamu akan tetap menjadi anak perempuan kesayangan Mama. Mama akan selalu sayang sama kamu Nak."

Tante Ratna memelukku erat dan mencium kepalaku.

"Aku sayang Mama," kubalas pelukan Tante Ratna erat.

Suasana penuh haru ini membuatku banjir air mata.

Setelah Ayumi memanggilku turun menemui Mas Adrian, suamiku. Iyah, sekarang dia adalah suamiku, imamku, dan syurgahku. Aku didampingi Mama dan Mami serta Ayumi untuk berjalan menemui Mas Adrian di meja ijab qabul.

Aku didudukkan disampingnya. Aku memang bukan wanita yang baru kali ini merasakan dekat dengan pria, tapi kurasa Mas Adrian sangat canggung dengan suasana ini. Mungkin saja aku adalah wanita pertama yang sedekat ini dengannya.

Mas Adrian memasangkan cincin di jari manisku dan akupun melakukan itu padanya. Aku meraih punggung tangan Mas Adrian dan menciumnya. Saat semua mengatakan cium kening, raut wajah Mas Adrian berubah tegang. Wajahnya memerah dan senyumnya terlihat tertahan malu-malu.

"Boleh,?" tanyanya pelan padaku sebelum mengecup keningku untuk pertama kalinya. Aku mengangguk dan memejamkan mataku.

Aku tau ini bukan ciuman pertama yang mendarat di keningku, tetapi sensasinya sangat berbeda. Karna yang dulu ciuman penuh dosa, tapi sekarang ciuman penuh pahala aamiin.

Gemah suara bahagia dan tepuk tangan begitu indah merasuki hatiku, walaupun sebenarnya aku tau bahagiaku ini melukai hati Arkan.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Rangkaian acara akad di masjid raya tadi sudah selesai. Sekarang aku dan Mas Adrian sudah ada di gedung tempat kami melakasanakan resepsi pernikahan. Semua berlangsung hikmat dan lancar, aku sangat bersyukur pada Allah dengan kelancaran acara paling spesialku ini.

"Zuya," Ayumi menghampiriku yang masih duduk di kursi pelaminan. Dia memelukku erat dan yah, aku bisa merasakan air matanya menetes di gaunku.

"Ay, kamu nangis?".

"Aku sangat-sangat bahagia dengan pernikahanmu ini. Akhirnya Allah ganti setiap tetes air matamu di awal langkah hijrahmu dengan kebahagiaan ini."

"Terimakasih sudah menjadi sahabat terbaikku, terimakasih sudah membantuku melihat jalan kebenaran, terimakasih untuk setiap air mataku yang selalu kamu hapus. Aku akan selalu menyayangimu Ayumi."

Kami saling berpelukan. Namanya juga wanita kalau lagi bahagia pelukan sambil nangis, begitu juga kalau lagi sedih. Hati kita memang diciptakan begitu lembut dan perasa.

"Aku ganggu yah,?" Aku sudah tau siapa yang memegang punggungku dan mengatakan itu. Dia suamiku, Mas Adrian. Rasanya sangat canggung mengatakan kalau dia adalah suamiku.

"Gak kok Mas," aku memegang tangannya sekarang dan menatapnya.

"Mas, aku titip sahabatku yah? Jaga dia baik-baik. Kalau Mas, sayang sama aku sebagai saudari sepupu maka berjanjilah kalau Mas tidak akan membuat sahabatku ini menangis apapun alasannya."

"Aku tidak bisa berjanji Ayumi. Bagaimana bisa aku berjanji untuk hal yang di luar kendaliku. Bagaimana kalau nanti tidak sengaja aku mencubit pipinya lalu dia menangis? Aku sudah ingkar padamu kalau seperti itukan?"

Aku sedikit terkekeh menyeka air mataku dibalik cadarku. Suamiku ini ternyata lumayan juga humorisnya.

"Mas, aku serius." Rengek Ayumi.

"Insya Allah aku akan berusaha membuatnya bahagia, tapi aku tidak bisa berjanji untuk tidak akan membuatnya menangis. Karna aku yakin air mata adalah bagian terbesar dalam setiap wanita. Kalian para wanita selalu menjadikan air mata sebagai sahabat kalian dan aku tidak mungkin memisahkan sahabat dengan sahabatnya."

"Aku setuju dengan Mas Adrian. Lelaki yang baik tidak harus berjanji untuk tidak membuat pasangannya menangis, tapi dia tidak boleh melakukan hal yang menjadi alasan wanitanya menangis."

"Benar sekali Sayang," Mas Adrian membelai wajahku dan menatapku semanis ini. Rasanya jantungku kehilangan kendalinya untuk berdetak.

"Masya Allah, ingat yah kalau ada jomblo disini." Ayumi menyadarkan kami kalau kami sedang tidak berdua saja disini.

Beberapa keluarga menghampiri kami dan berpamitan pulang. Kami juga sepertinya akan segera pulang menuju hotel dimana kami akan bermalam untuk beberapa malam.
--------------------------------------------------------------

"Kamu makan dulu yah, dari tadi kamu belum makan." Mas Adrian memintaku untuk mengisi perut.

"Gak ah Mas, aku tidak lapar."

"Tapi Zu, ayolah sedikit saja yah makan."

Mas Adrian menyodorkan sendok berisi cake untukku.

"Mas, aku tidak lapar." Tolakku lagi.

"Tau hadist soal istri durhaka yang membangkang menolak perintah suami gak?,"

"Mas, kok ngomongnya gitu? Yaudah aku makan nih. Aku gak durhaka kan Mas,?" aku menarik sendok yang Mas Adrian pegang itu masuk ke dalam mulutku.

"Gak Sayang," Mas Adrian mengusap ubun-ubunku lembut.

Rasanya aku tidak bisa berhenti bersyukur untuk setiap nikmat yang Allah berikan padaku.

"Mas juga makan yah?," Aku mengambil alih sendok itu dan mengisinya dengan sedikit cake yang siap meluncur ke mulut suami shalehku ini.

"Udah yah Sayang, aku udah makan kok tadi."

"Mas, terimakasih yah?," ucapku lirih menatap wajah tampan pria shaleh ini yang sekarang sudah menjadi suamiku.

"Jangan berterimakasih untuk apapun yang menurutmu aku yang melakukannya. Sebab apapun yang kulakukan adalah atas dasar Allah yang menggerakannya."

"Aku mencintaimu Mas," aku memegang tangan Mas Adrian menaruhnya di pipiku.

"Aku juga mencintaimu Zuya."

"Eheemm... Pengantin baru terasa semua tempat hanyalah milik berdua." Kakakku Fikar membuat kami berdua sedikit malu dengan apa yang baru saja kami utarakan satu sama lain.

"Kakak..."

"Fikar, wajar saja namanya juga pengantin baru tentu saja semua terasa menjadi milik berdua."

"Mami, kok ikutan ngeledek?"

Kalau wajahku tidak tersembunyi di balik niqab ku, maka semua bisa melihat betapa memerahnya karna rasa malu.
____________________________________

Sekitar pukul sembilan malam lewat akhirnya kami tiba di hotel. Keluarga kami yang lain sudah pulang dan hanya kami berdua yang menginab di hotel ini. Maksudku tidak ada keluarga yang ikut dengan kami untuk menginab.



Jangan lupaa vote dan comment❤️💋

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 14, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Skenario Maha CintaWhere stories live. Discover now