Chapter 31

4 2 0
                                    

18 April 2020

"Ternyata kau pandai menerka, Anakku." Suara itu terdengar dari dalam rumah, tepatnya di ruang tamu. Arnetta sungguh tidak tahu malu, bahkan si pemilik rumah terkapar di teras, dia duduk santai di ruang tamu.

"Apa yang dia lakukan kepadamu, Hasan?" Tanya Stella lembut, namun sarkas karena memanggil Ayahnya hanya dengan namanya saja.

"Stell!" Bentak Faki, dia terlihat begitu muak dengan keadaan ini.

Stella tak habis pikir dengan pola fikir Faki, kali ini dia akan tenggelam dengan emosinya sendiri.

"Stella, apa kamu adikku?" Tanya Faki frustrasi.

"Sepertinya bukan." Jawab Stella yakin.

"Apa kau tahu semuanya nak, Stella?" Tanya Hasan dengan suara parau.

Stella menggeleng, " Tidak semuanya. Tetapi aku tidak akan membela siapapun disini."

"Ayahku tak perlu kau bela!" Ketus Faki lagi.

"Persidangan akan dilakukan lusa. Cepat atau lambat kamu akan mati Hasan. Lewat tanganku atau tangan suruhanku. Dan, Stella sayang kau pasti akan membela Mamamu kan? Kamu akan terjamin sampai masa depanmu nanti, tidak ada yang perlu kamu khawatirkan. Ya?"

"Apa semuanya demi kekuasaan?" Timpal Hasan dengan nada agak tinggi.

"Kamu tak memberikan semuanya. Itu kesalahanmu." Ucap Arnetta geram.

"Silahkan  kalian bertengkar. Aku tak akan membela siapapun, tidak akan berpihak di sisi siapapun. Aku akan tetap menjadi anak kalian yang terlantar. Pura-pura saja kalian tak mengenaliku."

"Stella, tidak seperti itu-" Hasan terlihat sendu, tatapannya nanar melihat Stella yang terus saja meneteskan air mata.

"Lalu, seperti apa? Bahkan kau lebih menyayangi anak- " tangis dan amarah Stella tak terbendung. Dia menggantungkan kata umpatan yang hampir saja dia lontarkan lantaran kekesalannya yang mendalam.

"Anak apa?" Tanya Faki mendekatkan diri kepada Stella.

Stella tetap menangis, tidak menjawab pertanyaan Faki. Wajahnya menunduk, butir-butir keringat nampak jelas di wajahnya, bahkan anak rambutnya terlihat sedikit basah karena keringat dan air mata yang beradu satu.

"Stella, lihat aku." Pinta Faki dengan suara melembut, tidak seperti sebelumnya.

"Fak, tenang dulu. Biarkan Stella menangis. Itu lebih baik." Saran Fanda memang benar, Stella tak sering menangis, makanya satu-satunya jalan adalah biarkan dia menangis sampai diam sendiri.

"Stella, aku anak apa?" Ucap Faki kini dengan suara sendu. Tanpa sadar air matanya menggenang di pelupuk mata.

"Sudah. Kau tak perlu menanyakan perihal kau anak apa? Kau mau memihakku?" Tanya Arnetta menghampiri keduanya.

Faki mengabaikan Arnetta.

"Stella, boleh kutampar dia?" Faki meminta ijin.

Stella mendongakkan wajahnya, menatap Faki lekat-lekat, "All is well, silahkan saja."

"Stella, tak bisakah kamu membuat Mamamu senang sekali saja, Ayahmu itu yang sudah jahat kepada kita."

"Mama? Kamu maksudnya?" Ucap Stella meremehkan, kini dia terlihat sama muaknya dengan Faki. Keadaanya semakin tak terkontrol dan Stella ingin sekali pergi dari hadapan Arnetta.

"Apa Rabetta mengajarimu banyak hal, Hasan lihat anakmu dia sama sekali tak sama denganku ataupun denganmu. Anehnya dia persis seperti Rabetta." Ucap Arnetta sambil menatap Hasan yang hanya memandangi lantai berwarna putih dan sandal rumahnya yang warnanya makin pudar. Tak ada niatan Hasan untuk menjawab ucapan Arnetta.

"Sebentar lagi pukul empat sore, hari ini tanggal empat, apa kamu ingin berakhir oleh empat anak muda, Arnetta pergi!" Stella membentak Arnetta dengan nada tinggi. Kini benar-benar muak rasanya. Arnetta terlalu picik, namun dia yang play victim merasa paling menderita dan teraniaya. Padahal seharusnya itu yang dirasakan Stella, tak dirawat oleh kedua orang tuanya. Namun, saat ada problem kedua orang tuanya menyeretnya dalam masalah, kali ini Stella benar-benar naik pitam. Dia bukan lagi anak Sma yang masih bisa Oma rayu dengan diajak ke jalan-jalan ke disneyland dia juga bukan anak SMP yang waktu minta komik 27 level pun dibelikan. Stella kini sudah menjadi dewasa, dia hanya mengingakan bahagia. Bukan tuntutan orang tua.

_____

Setelah kepergian Arnetta, cukup lama kelima orang di ruang tamu lelap dalam pikirannya masing-masing. Galang dan Fanda hanya melihat ponsel dan saling berpesan walau hanya berjarak dua langkah.

Galang : pengin kabur, tapi ga punya tujuan. Sampai kapan diem-dieman gini.

Fanda : Stella kayaknya shock deh. Laper banget lang!

Galang : sama.

Fanda : rumah Faki sepi banget, mana ada Kang Bakso dateng sore-sore.

Galang : makan angin. Hap hap

Fanda : :(

"Kalian lapar?" Tanya Stella memecahkan keheningan. Fanda dan Galang salah tingkah, Stella seperti membaca percakapan mereka.

"Banget." Ucap Fanda dan Galang bersamaan.

"Yuk, makan." Ajak Stella tanpa melihat situasi apapun. Sedari datang dia fokus kepada Arnetta dan Hasan.

"Makan apa Stella?" Fanda memainkan rambut curly-nya dengan penuh bosan.

"Ga ada orang jualan. Lihat noh!" Perintah Galang sambil menarik tangan Stella keluar rumah. Fanda mengikutinya dari belakang.

"Tuan rumahnya diem banget, masa ga dikasih air putih. Mana haus." Gerutu Fanda berbisik di telinga Stella namun Galang dapat mendengarnya.

"Lihat langit, biru banget Fan." Ucap Stella mengalihkan pembicaraan.

"Cerah ya, ga kaya hidup kita suram." Keluh Galang sambil mengibaskan tamgannya karena cuaca yang panas.

"Es jeruk enak nih, seger." Timpal Fanda tak mau kalah dengan Stella yang berusaha mengalihkan topik pembicaraan seputar kelaparan mereka.

"Ijo-ijo daunan bikin adem yaa Stell," gumam Galang sambil menyiku tangan Stella.

"Iya adem banget gak kaya rumah tangga kalian." Ceplos Stella asal yang membuat Galang dan Fanda tertawa.

"Rumah tanggaku baik-baik aja kok." Galang paling hebat kalau disuruh menghayal.

"Es cendol enak kayaknya ya Stell?" Kini mulut Fanda menyinggung minuman lagi, lapernya ga bisa ditahan lagi sepertinya. Fanda kalau tidak cepat dikasih makan pasti akan memalukan kedua temannya.

"Cendol dawet kali ah!" Kilah Galang sambil tersenyum kelada Fanda.

"Kamu jadi pacar yang baik dong Lang!" Protes Stella, dengan nada menyindir kedua temannya.

"Pacar?" Fanda terlihat kikuk menanyakannya.

"Pacarku kamu kan, Stell?" Goda Galang, namun pipi Fanda memerah.

"Noh, pipinya merah kayak terong dibalado." Timpal Stella sambil mencubit pipi Fanda.

"Sakit bego!" Ucap Fanda galak, kini Fanda dan Galang saling membuang muka.

"Udah ga usah malu-malu. Ga usah back street. Aku tahu kok semuanya." Ucap Stella sambil berlalu meninggalkan kedua sejoli itu.

______

Rest BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang