Chapter 16

7 5 3
                                    


2 maret 2020

Jam menunjukan pukul 2 malam. Dering telepon rumah membuat Stella panik, namun dia berusaha untuk tenang. Sebelum mengangkat telepon Stella menarik nafasnya panjang-panjang berupaya menenangkan dirinya. Saat dia sudah siap gagang telepon itu ditempelkan ke indra pendengarannya.

"Hallo." Ucap Stella kini dengannada yang sama sekali tidak terlihat panik. Namun, tetap saja Galang, Faki dan Famda tampak khawatir dengan keadaan ini. Belum lagi mereka menganggap Faki buron yanga kan dikejar kemana saja oleh penjahat tadi.

"Non, maaf malam-malam menganggu." Suara security itu benar-benar membuat suasana begitu tegang.

"Ada apa?" Tanya Stella berusaha tenang. Matanya melirik ketiga temannya yang sedang gusar. Faki yang menggoyang-goyangkan kakinya tanpa henti, Galang menggigit kukunya tanpa jijik kotoran yangbada didalamnya dan Fanda tetap dengan kebiasaanya memainkan rambut curly-nya. Kini Stella berusaha fokus ke sumber informasi, security.

"Kami memantau dari kepulangan Non Stella tadi, ada mobil hitam yang terus saja parkir tepat disebrang jalan rumah. Dari gerak-geriknya seperti mata-mata yang sedang memantau. Apa ini kepunyaaan Non?" Tanya security itu hati-hati.

"Itu bukan punyaku. Kalian hati-hati dan terus awasi. Jika ada apa-apa tolong kabari." Perintah Stella cemas, kini dia mengerti apa yang terjadi. Tentang satpam tadi yang menanyakan arti kepunyaan adalah karena keluarga Stella terkadang memakai orang khusus untuk berjaga atau memantau sesuatu yang diperlukan. Jadi security itu sudah paham.

"Kenapa Stell?" Tanya Galang buru-buru setelah Stella menutup telponnya.

"Sepertinya kalian benar-benar buron." Ucap Stella hati-hati.

"Mobil hitam?" Tanya Faki dengan pembawaannya yang terlihat santai. Namun, dari hati terdalam sepertinya dialah yang paling takut. Karena ini akar permasalahan Faki.

"Iya, apa kamu memberikan data kepada mereka sebelum meloloskan diri?" Tanya Stella curiga. Karena agen mata-mata seperri ini begitu cerdas dan lihai mencari mangsanya.

"Nomor telponku, email dan data diei lain karena aku sudah menitipkan cv pada om-ku." Terang Faki, kini nafasnya agak tersengal. Dia terlihat panik, namun tetap masihbterkontrol emosinya.

"Matikan semua handpone kalian." Perintah Stella.

"Kenapa lu jadi bossy gini Stell?" Ketus Fanda kuramg suka atas perintah Stella barusan. Stella yang mendengar jawaban Fanda langsung mengacak rambutnya frustrasi. Stella terlihat tak mau menambah stok sabar untuk Fanda. Sedari tadi Famda seperti mengajaknya bertengkar.

"Ponsel kalian pasti terlacak. Faki,Galang, Fanda, kalian temanku, ga mungkin aku menyuruh kalian jika bukan demi keselamatan kalian juga." Kini Stella nampak mulai berbicara dengan nada tinggi. Karena disini Stella satu-satunya orang yang tak terlibat.

"Aku dan Galang sudah mematikan ponsel. Semoga mata-mata tadi cepat pergi dari sini. Maaf Stella, aku benar-benar merepotkanmu." Ucap Faki sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam. Faki merasa lelaki tak berguna, baru sehari mencoba melepas gelar penganggurannya kini dia terlibat masalah yang bukan gampang.

"Gapapa, kalian aman di sini. Percayalah. Mereka ga mungkin masuk, dan mereka pasti tidak bebas bergerak terlalu lama di sini." Ucap Stella sambil menatap luar jendela.

Kini mereka kembali hening dalam pikirannya masing-masing. Galang masih terlalu dini untuk menjadi buronan, padahal dalam benakmya dia ingin banyak berfoya-foya diusia yang masih muda. Fanda yang begitu ceria dan selalu ngoceh, kini tampak membisu bagai burung beo yang tenggorokannya teracuni, diam.

Saat mereka benar-benar diam dari balik pintu munculah Oma dengan tongkat penyelamatnya.

"Kenapa kalian belum tidur?" Tanya Oma menghangatkan suasana.

"Eh, Oma. Iya ini belum ngantuk. Tadinya mau pulang tapi hujanga reda-reda." Kini Galang ngeles dengan pintarnya, sepertinya waktu sekolah Galang paling pintar berdrama. Karena wajahnya yang tadi muram kini lumayan cerah bagai matahari di sore hari.

"Ada apa?" Tanya Oma pelan, duduk disamping Faki. Kebetulan tempat Faki duduk paling dekat dengan pintu.

Stella mengembuskan nafasnya kasar. Memandang Oma yang sudah tidak bisa lagi dibohongi. Kini Stella berusaha membuka mulutnya, tapi Galang lagi-lagi mengoceh ria didepan Oma. "Anak muda biasa lah Oma, sok-sokan begadang sambil memikirkan masa depan."

Ucapan Galang barusan benar-benar memkikan telinga, mungkin cicak didinding ingin menertawakannya. Namun, suara hujan lebih keras dari tawa cicak dan yang lebih keras lagi adalah suara Galang barusan.

" Dulu, Oma muda juga sering begadang tengah malam. Memikirkan orang yang Oma suka waktu itu." Oma mulai dengan dongengnya. Kini, Stella sudah merebahkan dirinya malas pada Sofa ruang tamunya yang berwarna hitam itu, kakinya sengaja dia gesek-gesekan ke karpet di bawahnya.  Bagi Stella, cucu Oma cerita perkatanya saja sudah hampir diluar kepala saking hafalnya. Bahkan, Wati sering sekali mengacuhkan Oma karena cerita hal yang sama terus menerus, bahasan Oma tak jauh dari Oma muda, Stella kecil dan Rabetta. Oma jarang sekali menceritakan Arnetta.

Malam itu, ketika keempat anak muda dengan ancaman bahaya yang menderanya mampu melupakan sejenak masalah itu karena seorang Oma yang begitu tulus. Oma terus saja bercerita sampai pagi, sampai mata keempat pasang anak itu terlelap dalam keadaan yang tak terlihat nyaman. Namun, mereka lelap dalam mimpi masing-masing. Oma bahagia, melihat Stella punya teman. Itu saja, Oma pun sayang kepada teman-teman Stella. Bagaimana tidak, Faki dan Galang adalah laki-laki pertama yang menginap dirumah Stella.

_________

Rest BrokenWhere stories live. Discover now