Kidding me?

18.9K 1K 12
                                    

"APA?!"

"Nesya! Bisa tidak sih jangan pake teriak segala"

"Mama bercanda, kan?"

"Ya nggak lah, sayang. Mama serius, papa juga setuju"

"Aku nggak mau. Titik!"

Gila. Gila. Gila.

Kesialan apa lagi ini, Tuhan? Dosa apa aku sampai harus mengalami kesialan ini? Kucing tetangga yang aku tabrak kemarin sudah aku kubur, kok. Masa iya masih ninggalin karma? Yak. Kenapa aku mikirnya sampe kesitu?

Aku mengamati perubahan raut wajah mama. Dia terlihat sedih dan menunjukkan wajah memelasnya padaku. Oh, maaf aku tidak terpengaruh.

"Nggak, mama! Nesya gak mau pokoknya. Apa sih, mama. Memangnya Nesya gak bisa nyari pasangan sendiri" gerutuku pelan.

Kalau kalian mau tau jelasnya, aku dijodohkan. Dijodohkan. Astaga. Umurku masih dua puluh dua tahun dan sudah disuruh nikah aja. Ini yang lebih parah, aku dijodohkan sama lelaki di pesta kemarin. Iya, lelaki gagap itu.

Fiks, mama papa nyebelin. Kenapa aku disodorin sama lelaki nerd bin absurd macam dia?

"Nesya.." panggil mama pelan.

"kamu tidak harus bertunangan dengan dia, kok. Kalian kan bisa berteman dulu" tambahnya.

"Tapi ujung-ujungnya kan pasti tunangan juga, ma" sergahku.

"Ya gampang lah itu urusan belakang. Yang penting kamu mengenal dia lebih dekat dulu"

Hah. Ini sih sama aja kali, ma. Batinku.

"Mama tau kan kemarin dia seperti apa?" Aku mencoba mencari celah lain untuk menggagalkan perjodohan aneh itu.

"Ya. Dia sopan sama orang tua. Baik dan mapan. Terus bonusnya tampan" ujar mama dengan senyum layaknya mempromosikan barang dagangannya.

"Sopan dari mananya? Apa mama tidak lihat kemarin dia seperti bocah?"

"Dia memang seperti itu sama mamanya. Manja. Tapi lebih baik seperti itu daripada tidak menganggap orangtuanya sendiri. Itu namanya sayang sama orang tua. Kamu kan tau lelaki jaman sekarang banyak yang melawan orang tua" jelas mama panjang lebar.

Aku ternganga. Jelas-jelas aku lihat kemarin dia merengek. Apa itu bisa dikatakan mapan dan dewasa buat dijadikan suami? Loh? Kenapa aku jadi membayangkan dia jadi suamiku? Astaga amit-amit.

"Oke oke. Mama harus mempertimbangkan ini juga. Dia gagap, ma. Apa mama mau cucu mama jadi gagap juga?" Ha? Memangnya berhubungan ya? Ah tak taulah, hanya ide itu yang terlintas di pikiranku.

Mama mengernyitkan dahinya bingung, lalu tersenyum penuh arti. "Nanti juga kamu tau sendiri" katanya. Mama berdiri dari sofa, lalu melangkah menuju kamar dan berkata, "Jangan melihat orang dari luar, Nesya. Kamu akan terkejut saat tau seperti apa orang itu sebenarnya".

***

Aku menutup wajahku frustasi. Terakhir kali aku frustasi ketika aku dikejar deadline pekerjaan melukisku. Dan itu setahun yang lalu. Bahkan ketika putus dengan Ello, aku tidak sefrustasi ini. Hah!

Aku menggigit bantal sebagai pelampiasan. Aku aaaargggh -aku gemas sama mama dan papa. Seenaknya saja main jodohin aku. Memangnya hidupku seperti di novel-novel? Dijodohkan, menikah dan berakhir bahagia. Klise.

Aku saja membayangkan hidupku ke depan nantinya pasti seperti neraka. Menikah dengan lelaki gagap, aneh dan manja macam dia. Rumah tangga yang dingin, tidak harmonis dan bercerai. Astaga. Aku bergidik ngeri membayangkannya. Padahal aku sudah punya angan-angan ingin menikahi lelaki yang kucintai dan mencintaiku.

Jleb!

Semua anganku musnah karena rencana perjodohan oleh mama dan papa. Hiks. Aku ingin membunuh orang. Kyaaaa.

***

Aku membuka mataku perlahan. Merenggangkan otot lengan dan kakiku yang kaku. Hey, seperti ada siluet seseorang. Aku mengerjapkan mata dan melihat --

"Kyaaaaaaaa"

Kenapa lelaki gagap itu ada di hadapanku. Maksudku di depan wajahku. Astaga. Aku memeriksa keaadaan tubuhku yang terbalut selimut. Lengkap. Bajuku masih lengkap. Lalu, ngapain dia disini? Maksudku, di kamarku lebih tepatnya.

"Ha-hai" sapanya. Oh tidak. Kalau aku tidak ingat dia calon tunanganku, aku pasti akan meleleh melihat senyum manisnya itu.

"Yak! Kenapa kamu bisa disini? Ngapain di dalam kamarku? Siapa yang ngijinin masuk?" todongku dengan muka garang yang makin terlihat seperti singa karena rambutku yang acak-acakan. Oh, aku sudah masa bodo dengan penampilanku sekarang.

"Bu-bukan. A-anu ma-maksudku ta-tadi tante Sarah yang nyu-nyuruh aku ba-bangunin kamu" jawabnya salah tingkah.

"Dasar. Lelaki kurang ajar main masuk kamar pribadi orang!"

Dia menggaruk tengkuknya yang aku yakin tidak gatal. Dia menunduk lalu mengangkat wajahnya lagi. Terus seperti itu layaknya anak kecil yang ketahuan menyontek.

"Su-sudah marah-marahnya?"

Eh? Pertanyaan macam apa itu? Haish. Aku gemas dengan lelaki ini. Aku diam sambil menatapnya dengan pandangan membunuh. Hey, aku menunggu permintaan maaf darinya, asal kalian tau.

"Ka-kalau sudah, ka-kamu bisa ke ba-bawah untuk sa-sarapan" ujarnya lalu melangkah menuju pintu. Namun, sebelum tangannya meraih gagang pintu, dia membalikkan tubuhnya padaku. Lalu, tangannya yang lain mengusap sudut bibirnya sambil menatap padaku. Aku mengernyit tidak mengerti.

"Be-bekas ilernya" kekehnya.

Ha? Iler? Aku memegang kedua pipi dan sudut bibirku. Pipiku merona malu. Aku segera meraih kaca kecil di atas nakas dan melihat dengan jelas. Mana? Perasaan wajahku masih bersih. Hanya kusut layaknya orang bangun tidur.

Aku tersentak kaget setelah sadar lelaki gagap itu mengerjaiku. Aku menoleh dan mendapatinya tertawa terpingkal-pingkal.

"GARAAAAAAAA!!"

***

Lelaki gagap itu mendongak dan langsung menatapku.

"KAMU?!"

Jadi, dia anak tante Sean. Lelaki gagap yang memberiku sapu tangan tadi.

"Kalian saling kenal?" tanya mama. Semua saling berpandangan penuh arti.

"Nggak" jawabku singkat.

"Ha-hanya bertemu sekilas ta-tadi, tante"  jawabnya salah tingkah.

"Oh, jadi dia ini anak tante, Nesya. Gara, dia Nesya anaknya tante Sara" ucap tante Sara mengenalkan kami. Kak Jana menyikutku pelan.

"Ah iya. Aku Nesya. Nesya Maudy Bachtiar"

Dia mengulurkan tangan kanannya. Mau tidak mau aku juga mengulurkan tanganku dan menjabatnya.

"Gara. Sagara Zidansyah"

***

Vomment uu

My Fiance? Hell No!Où les histoires vivent. Découvrez maintenant