Accident

13.7K 706 7
                                    

"Sana deh cepet balik" ujarku kesekian kalinya. Serius deh. Sifat Gara kali ini benar-benar membuatku jengkel. Ya, Gara dan keras kepalanya.

"Biarin sih. Telat dikit gak papa. Kan aku bosnya" jawabnya datar. Haish. Terus kalo situ bosnya bisa seenak jidatnya main telat rapat gitu. Ckck. Bos tak patut dicontoh emang.

"Aku bisa pulang sendiri, Gara. Ini masih lama, loh"

"Aku tungguin, love. Yakali aku biarin kamu pulang sendiri"

"Aku bukan anak kecil, Gara" kataku gemas.

"Yes, you are" Grrr. Aku boleh makan orang gak sih. Bener-bener ini laki satu, keras kepalanya naudzubillah.

"Yaudah terserah" ketusku, lalu meninggalkannya sendiri.

Aku menuju rak bagian cat. Ya, saat ini aku sedang berada di toko peralatan alat lukis. Banyak kebutuhan mendadak yang aku perlukan. Biasanya aku memesan secara khusus. Tapi kali ini stokku benar-benar mengenaskan. Aku lupa mengecek keperluanku beberapa waktu terakhir.

Aku melirik Gara yang sedari tadi mengekoriku. Dia juga mulai melirik arlojinya beberapa kali. Aku mendengus geli dalam hati. Kita lihat, dia akan tetap menungguku atau mengutamakan rapatnya.

"Halo, pi? Iya... Iya sebentar lagi... Bukannya gitu, pi... Iya iya ini Gara di jalan... Iya pi"

Aku terkikik geli. Kapok. Biar tau rasa dimarahi papi.

Aku melihat Gara menggerutu kecil dan menggaruk kepalanya yang kuyakini tidak gatal sama sekali.

"Love--"

"Iya udah sana cepet. Aku bisa pulang sendiri" potongku. Dia mencebikkan bibirnya lucu, sedangkan aku meringis geli melihatnya.

"Ck, aku ke kantor dulu ya, love. Kamu hati-hati pulangnya. Aku pesankan taksi, ya"

"Gak perlu, Gara. Udah sana cepet, nanti tambah telat" Heran deh. Sempet-sempetnya mikirin taksi buat aku.

Dia mengangguk mengerti dan meninggalkanku. Aku mengamati punggungnya yang keluar dari toko ini. Menggelengkan kepala pelan tak habis pikir dengan jalan pikiran lelaki itu.

Hah. Bagaimana aku tidak bisa tidak jatuh cinta dengan dia? Lelaki yang benar-benar menjagaku dengan sikap protektifnya. Walaupun dia terkesan berlebihan, namun aku sangat bahagia dia peduli padaku.

Aku gak bisa bayangkan kalau sampai aku kehilangan dia. Lelaki yang super duper beneran deh aku cinta. Ciye. Hihihi. Kapan ya aku bisa ngungkapin perasaan ini.

Aku takut. Takut mengalami sakit itu. Sakit like sakit banget. Sampe rasanya mau hancur gitu. Iya, sakit hati. Hiks.

Tuhan. Beri aku hidayah, beri Gara hidayah. Katakan padanya supaya dia duluan yang nyatain perasaannya. Baru deh aku juga ngungkapin. Yakali aku duluan? Emansipasi emang, tapi kan kodrat laki yang harusnya ngungkapin.

Eh?

Aku kelamaan ngelamun astaga. Tokonya belum mau tutup ini, kan?

"Yang ini aja sih. Itu terlalu gelap warnanya, hon"

"Tapi aku butuhnya yang ini"

"Tapi aku suka yang ini"

"Apasih. Kan aku yang lukis. Kenapa kamu yang repot, coba"

"Aku kan rekomendasiin, hon"

"Tau ah. Tuh kan aku jadi lupa mau beli warna apa aja. Kamu sih"

"Iya iya maafin deh, hon"

Aku melirik pasangan muda di sampingku. Ah, manis sekali mereka. Si lelaki mengalah demi pasangannya. Aih. Aku jadi teringat Gara.

My Fiance? Hell No!Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt