The Truth

11.6K 677 25
                                    

Pria itu menatap sedih gadis di depannya. Bukan. Gadis itu tidak tepat berhadapan langsung dengannya. Dia mengamatinya secara sembunyi. Tak terlihat.

Melihat rona bahagia di wajahnya, tak urung membuat hatinya ikut menghangat. Senyum yang tersungging di wajah gadisnya sudah cukup menjadi obat untuk beberapa hari ke depan yang akan sulit dilaluinya.

Sentuhan ringan di bahunya membuat dia segera tersadar. Sepasang mata indah memandangnya teduh. Mengusap lengannya seolah berujar bahwa masih ada dia di sampingnya.

"Kapan kau akan menemuinya?" tanya gadis tersebut.

Pria itu menggeleng tak menjawab. Dia tak punya keberanian lebih. Ya, pengecut memang. Tapi, lebih baik begini daripada menjadi penghancur kebahagiaan gadisnya.

Sakit memang. Cinta diam-diam. Mengamati dari jauh. Bahkan tak bisa melindungi gadis itu dengan keadaan dirinya yang sekarang.

Gadis itu tersenyum miris melihat pria yang dicintainya mengamati punggung gadis lain. Punggung kecil yang kian menjauh seiring dengan pandangan pria itu yang masih fokus terhadapnya.

Betapa dia sangat ingin menjadi gadis itu. Menjadi fokus pria di sampingnya. Menjadi gadis yang sangat dicintai prianya.

Tidakkah takdir berpihak padanya untuk sekali ini saja? Dia juga ingin merasakan apa itu bahagia. Sungguh. Kesakitan yang ditanggungnya terlalu dalam. Sangat dalam. Hampir tak tersentuh lagi. Membuat hatinya mungkin sudah mati rasa. Tak bisa membedakan dengan baik setiap kehancuran yang dideritanya.

Tidakkah Tuhan begitu baik padanya? Memberikan kekuatan luar biasa hingga saat ini. Gadis itu tersenyum miris sekali lagi.

"Hhh.. kapan kau akan melihatku?" lirihnya pelan. Sangat pelan. Bahkan hampir tak terdengar.

Lucu, bukan? Takdir begitu mempermainkan mereka. Bukan, menguji lebih tepatnya. Tapi, tidakkah itu memang sifat manusia? Tak bisa melihat dengan baik siapa yang benar-benar mencintai mereka. Bahkan membiarkan salah satunya menunggu dengan hati terluka.

***

Gara POV

Aku mengacak rambutku frustasi. Kenapa hari ini begitu banyak hal tak terduga yang terungkap. Sungguh. Semua ini membuat seluruh tenaga dan pikiranku terkuras.

"Bagaimana mungkin dia yang melakukannya?!" teriakku gusar.

Aku menggebrak meja kerjaku dengan keras. Mencoba melampiaskan seluruh emosiku saat ini.

Aku hanya tak habis fikir. Kenapa dia begitu tega melakukan semua kejahatan ini. Menjadi dalang dari semua masalahku dan Nesya.

Apakah dia punya gangguan jiwa? Ya, semacam psikopat. Tapi, sifatnya benar-benar tak terlihat selama ini. Sungguh. Atau.. dia mempunyai dendam padaku dan Nesya?

Ya, dendam..

Tapi bagaimana bisa? Dia teman baik Nesya, walaupun mereka baru mengenal beberapa minggu lalu. Bahkan aku baru-baru ini mengenalnya. Dan dia cukup baik, kurasa.

Tok..tok..tok

Semua analisaku buyar ketika terdengar ketukan pintu ruanganku. Lalu, muncul sosok Raffa yang dengan seringai khasnya.

"Aku mendapatkannya" ucapnya tenang. Aku memandangnya bingung. Tak paham dengan pembicaraannya. Lalu, dia melemparkan sebuah kartu padaku. Kartu nama.

"Aku tau abang tidak bisa berpikir jernih saat ini. Itu kartu nama dia. Jangan terlalu lama menganalisa dan mengira-ngira. Hubungi dan temui dia. Selesaikan masalah kalian" jelasnya. Aku terperangah, sedangkan Raffa mengulum senyumnya.

My Fiance? Hell No!حيث تعيش القصص. اكتشف الآن