8. Belajar untuk menerima

489 58 3
                                    

Setelah melawati pertimbangan dan proses yang panjang. Akhirnya Nova bersedia untuk menikah dengan pria yang akan dijodohkan dengannya. Dia mengikuti saranku untuk melakukan sholat istikharah. Dan pada akhirnya ia dapat mengambil keputusan yang tepat.

"Ananda Ali ahmad faris bin Utsman, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri saya yang bernama Novaleria Rahma binti Adi Faisal, dengan mahar berupa emas 10 gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Novaleria Rahma binti Herman dengan mahar tersebut dibayar tunai."
Dengan satu tarikan nafas Ali mengucapkan ijab qobul dengan lantang. Pada detik itu juga Nova dan Ali resmi menjadi pasangan suami istri yang sah.

"Selamat ya Va, sekarang loe udah resmi jadi istrinya Ali." Ucapku sambil memeluknya.

"Makasi ya la, loe udah banyak banget bantuin gue. Sekarang gue ngerti, kenapa gue dipertemukan dengan dia."

"Iya va, loe harus bisa belajar jadi istri yang baik. Loe jangan sampe ngecewain dia. Gue tau untuk awal-awal loe masih belum bisa nerima dia sepenuhnya. Tapi gue yakin. Loe bisa belajar menerima dia."

Setelah itu aku mengantar Nova ke tempat dimana ada Ali yang kini sudah resmi menjadi suaminya beserta keluarga besarnya disana.

Suasana haru sangat terasa ketika melihat mereka meminta restu kepada kedua orang tua mereka. Aku turut ikut bahagia melihat mereka bisa bersatu. Aku berdiri ditengah suasana bahagia namun juga menyembunyikan luka ditengah kebahagiaan semua orang. Tidak ada yang tau ada kepedihan apa yang ku simpan setiap kali bertemu dengan banyak orang. Apalagi disuasana seperti ini. Aku tetap merasa sedih bukan karena aku melihat kebahagiaan sahabatku namun aku sedih karena mengingat sebuah penantian dimana aku ingin merasakan posisi yang sama saat namaku disebut dalam kalimat ijab qobul.

Ditengah haru dan bahagianya suasana pernikahan. Tiba-tiba Dion datang ke pernikahan Nova. Sontak itu membuat semua orang cemas dan berpikir bahwa Dion akan melakukan tindakan yang buruk.

Semua mata tertuju kearahnya, Dion hanya berjalan santai sambil memegang sebuah kotak yang dibungkus kertas kado.

"Dion."

Dan sekarang Dion sudah berada ditengah-tengah semua orang, tiba-tiba Dion mendekati Nova dan Ali yang kini tengah berdiri diperhelatan pernikahan.

"Selamat ya Nova." Ucapnya sambil memberikan bungkusan kado tersebut.

"Dion, loe kesini?" Tanya Nova yang kini tampak kebingungan dengan kedatangan Dion.

"Hehe, aku tau kok. Aku bukan tamu yang diundang. Tapi gak ada salahnya kan aku datang?"

Nova tidak sanggup menatap Dion dan mengalihkan pandangannya ke sembarang tempat, ia berusaha menahan air matanya yang hampir jatuh.

"Loe serius dengan perkataan loe? Loe kesini bukan buat rusuh kan?" Tanyaku dan mencoba untuk tenang menghadapinya.

"Huh, buat apa gue lakuin hal sebodoh itu? Gue memang brengsek tapi gue gak serendah itu. Gue kesini mau ngucapin selamat buat Nova dan Ali. Gue kesini mau ngasi do'a terbaik gue buat mereka."

"Loe serius dengan ucapan loe?" Tanyaku lagi.

"Iya, gue serius. Gue udah renungin kata-kata yang pernah loe bilang ke gue. Gue sadar kalo gue ternyata gak bisa bahagiain Nova seutuhnya. Gue anak manja. Gue sampe saat ini belum bisa nemuin pekerjaan atau membuat usaha lainnya. Dan gue juga sadar, gue masih gak cukup ilmu untuk membimbing dia ke jalan yang benar. Gue belum bisa dan gue sadar kalo gue gak pantes untuk dia."

"Loe bener, gue memang cinta sama dia. Tapi cinta yang paling terikhlas dan tulus itu ketika kita mampu melepasnya. Melepas ketika kita gak bisa milikin dia. Syila, makasi ya loe udah nyadarin gue. Sakit memang, tapi itu gak lebih penting dibandingkan kebahagiaan wanita yang ada dihadapan gue saat ini. Gue siap menerima apapun demi kebahagiaannya."

“Dan untuk loe Ali, loe memang bukan yang pertama dalam hidup dia, loe beruntung bisa dapetin dia seutuhnya. Gue cuma mau pesen, tolong loe jangan pernah nyakitin dia apalagi bikin dia nangis. Gue titip dia ke loe." Ucapnya terakhir sambil menepuk bahu Ali.

"Iya, aku akan menjaganya dan akan slalu ada untuknya. InsyaAllah, aku akan membuatnya bahagia." Jawab Ali.
Aku dan semua orang yang ada disana terkejut dengan perkataan Dion, namun itu justru malah membuat suasana semakin haru. Hal yang ditakutkan ternyata hanya prasangka belaka. Aku senang akhirnya tidak ada pertengkaran diantara mereka. Semoga ini adalah awal yang baik untuk sahabatku dalam menjalani kehidupannya yang baru.

☆☆☆


Aku terlalu sibuk mempersiapkan pernikahan Nova tadi, sehingga aku lupa mengabari Irfan bahwa sahabatku Nova sudah menikah. Aku masih dikediaman rumah Nova dan mencari tempat untuk menelfonnya. Aku mencoba menghubunginya namun ditolak.

“Kok di-reject?” Gumamku.

"Syila, kamu disini ternyata. Bantuin tante la buat naru hidangan dimeja."

"Oh, iya tante."

☆☆☆

Setelah aku membantu mama Nova aku mengecek ponselku sebentar untuk melihat apakah ada panggilan masuk darinya. Nihil, tidak ada panggilan masuk manapun disana. Namun aku melihat Irfan membuat status baru di laman whatsapp-nya.

Otw indonesia.

Wah, benarkah? Akupun tidakk sabar menunggu kepulangannya nanti, demi apapun aku senang sekali.

"Waduh waduh waduh, keliatannya seneng banget ni. Ada apa?" Tanya Nova yang kini tengah menghampiriku.

"Hehe, biasa. Lagi dapat kabar bagus."
"Kabar apaan? Jangan buat gue kepo deh."

"Hus hus, anak kecil gak boleh kepo. Mending temenin ae ayang beb baru lo sono. Kan udah jadi penganten baru."

"Dihhh, yang ada loe yang anak kecil sekarang. Gue udah taken? Lha, loe kapan?"

"Bodo amat."

"Wkwkwk, ya udah. Susah ngomong sama anak ABG yang masih anget-anget PDKT-an ni."

Nova pun pergi meninggalkanku duduk sendirian dimeja tamu. Sementara aku sudah bikin rencana untuk memberi kejutan khusus kepulangan Irfan.
Tapi tunggu dulu, sepertinya ada yang janggal. Kalau dia memang mau balik ke tanah air. Kenapa dia tidak mengabari ku? Jadi aku ini sekarang apa dimata dia? Aku sadar betul kalau saat ini aku masih bukan siapa-siapanya dia. Tapi kenapa? Kenapa rasanya seperti ada yang aneh?

Tiba-tiba rasanya hatiku sedih sekali memikirkan itu. Namun aku masih tetap berpikir positif dan menjauhkan pikiranku dari hal-hal yang buruk. Gak mungkin, gak mungkin untuk yang kedua kalinya. Rasa sayangku begitu besar sehingga aku harus bertahan sejauh ini. Biarkan aku berharap meski aku tahu harapan selalu menyakitkan. Berharap semoga semua baik-baik saja. Berharap semoga penantianku berujung kepastian. Berharap tidak akan ada luka lagi setelah ini.

“Aku masih ngasih kamu kesempatan meski aku tau secara tidak sengaja kamu udah bikin aku kecewa.” Batinku.

Mati Rasa - Completed✓Where stories live. Discover now