34 - Keuwuan

4.1K 216 39
                                    

Setelah diizinkan untuk pulang oleh guru piket, Alatha hendak memesan taksi online yang nanti mengantarkannya ke rumah, saat ini ia sedang menunggu Violet karena ada barang miliknya yang ketinggalan tapi Violet memaksakan diri untuk mengambil barang itu.

"Vio mana ya," Alatha celingak-celinguk.

"Alatha!"

BUGH!

Sean jatuh tersungkur akibat menyelamatkan Alatha, kepalanya terkena bola basket yang terlempar sebegitu kencangnya, Alatha yang melihat itu langsung menghampiri tanpa ba bi bu, khawatirnya sudah kelewat batas

"Sean?"

Sean tidak merespon, kepalanya benar-benar sakit sekali, beberapa detik kemudian Sean langsung pingsan.

"Astagfirullah, aduh," Alatha gelagapan, terlihat sangat panik.

"Tha???" teriak Violet, "Loh ini Sean kenapa?" tanya Violet ikut panik.

"Tadi nyelamatin aku Vio," ungkap Alatha.

"Bentar," Violet merogoh saku untuk mengambil handphone dan menghubungi Alano.

Alano, Diego, dan Victor datang bersamaan, melihat itu ketiga temannya ini ikut panik karena tidak tahu Sean kenapa.

"Sean kenapa?" tanya Diego.

"Maaf kak, ini salah aku, tadi Sean nyelamatin aku." kata Alatha sembari nunduk.

"Bawa pulang aja Sean nya, bareng sama lo." saran Alano.

"Iya bener, kasian Sean." timpal Victor, walau sedikit sakit.

"Hm... " Alatha mikir.

"Nggak usah, suruh UKS aja, bentar lagi juga sadar." tiba-tiba Alez datang, berucap ketus.

"Apaan sih lo tiba-tiba dateng!" Diego kesal.

"Udah, Sean ikut pulang sama aku." putus Alatha.

"Mampus lo kutil kecoa!" Diego meledek Alez.

"Ups, malu ga sih Go?" Alano bertanya pada Diego, niatnya untuk menyindir Alez.

"Pergi lo, gausah ngerusak suasana." ucap Victor to the point.

Alez kesal, menatap sinis semuanya, selepas itu pergi.

Sean dibawa masuk ke dalam taksi oleh teman-temannya, setelah itu Alatha juga ikut masuk ke dalam, kini Sean berada di dalam rangkulannya Alatha sembari bersandar di bahunya, Alatha tidak tega, tidak bisa menahan kalau dia benar-benar khawatir total kepada Sean.

"Kasian banget," lirih Alatha yang kini sedang menatap Sean.

Sean mulai sadar, kemudian langsung memegang kepalanya sembari meringis kesakitan, "Tha.."

"Kamu udah sadar??"

"Kalo gasadar gaakan bisa manggil nama lo. " balas Sean.

"Oh iya ya," Alatha nyengir, meratapi kebodohan.

"Masih marah sama gue?" tanya Sean, suaranya pelan sekali.

Alatha diam, "Udah nggak." kemudian senyum.

Sean mendekat, Alatha refleks mundur, "Serius?"

Alatha jadi kaku dan salah tingkah, "Iya."

Setelah itu suasana hening, setibanya di rumah Alatha, ia membantu Sean untuk jalan, dengan mengaitkan lengan Sean dilingkaran pundaknya, kedatangan mereka disambut oleh Jasie yang langsung histeris bertanya kenapa.

"Sayang, ini Sean kenapa? berdarah gitu jidatnya?" tanya Jasie panik.

"Sean kena bola basket, Ma. Dia nolongin aku." jawab Alatha.

"Aduh kasian gusti, ayo masuk." ajak Jasie.

Sean berbaring di sofa, Alatha menuju dapur untuk menyiapkan kompresan, setelah itu kembali untuk mengobati Sean.

"Aw," ringis Sean merasa ngilu.

"Diem." Alatha mendadak jutek.

"Jutek banget." gerutu Sean.

"Berisik." Alatha ngegas.

Sean menarik tubuh Alatha, kini posisinya sangat dekat sekali, Alatha benar-benar terkejut kemudian membalut wajah Sean dengan lap kompresan.

"Makan tuh kompresan!" kesal Alatha kemudian pergi, karena pipinya kian memerah dan ia tidak ingin Sean menyadari hal itu.

Sean menarik lengan Alatha, digenggam begitu erat, Alatha reflelks menoleh, "Hm pipinya merah."

Tersadar, Alatha benar-benar malu, selepas itu menepis lengan Sean, "Gak."

Sean hanya tersenyum tipis.

Usai diobati Alatha, Sean pamit pulang ke rumah karena tidak enak jika berlama-lama di rumah Alatha, namun Alatha bersihkeras memaksa agar dirinya saja yang mengantarkan Sean pulang.

"Nggak, Alatha." tolak Sean lagi.

"Batu banget sih, kalo dijalan kenapa-napa gimana?" Alatha melotot, "Plis mau ya?"

"Ada syaratnya," kata Sean, "Jauhin Alez, gue gamau lo kenapa-napa, yang pasti gue punya alesan jelas, kenapa ngelarang lo buat deket-deket sama Alez, dan gabisa gue kasih tau sekarang, lo harus percaya, gue kaya gini karena gue sayang sama lo."

Alatha diam, di satu sisi ia kesal karena Sean lagi-lagi membahas Alez, dan di sisi lain ia juga terkejut karena ucapan Sean begitu lembut dan terlihat apa adanya.

"Kenapa nggak kasih tau sekarang aja?" Alatha penasaran.

"Gue mau dianterin sama lo, yuk." Sean mengalihkan sambil menarik lengan Alatha.

Alatha mengernyit, "Ni manusia jago banget ngalihin topik, " gerutunya.

Alatha mengantarkan Sean dengan sepeda motor vespa ala modern, yang menyetirnya Alatha sendiri, meski awalnya sempat dilarang oleh Sean, maklum memang Sean terlalu gengsi jadi manusia, selama diperjalanan, Alatha tak ada hentinya berbicara, hal ini membuat memori kebersamaan mereka kembali teringat di kepala.

"Darimana lo bisa kebut-kebutan?" tanya Sean yang kini memegang pundaknya Alatha.

"Dari kamu lah, siapa lagi." balas Alatha santai, "Kan kamu kalo bawa motor suka gatau diri, gainget sama penumpangnya yang hampir ngejengkang." tambah Alatha.

Sean tertawa kecil, mengingat kejadian yang konyol itu.

"Pelan-pelan, Alatha." pinta Sean.

"Tenang aja, aman kok aku kan kuat." Alatha masih tetap santai.

"Gak usah sok tegar, padahal ambyar." celetuk Sean.

Alatha memanyunkan bibirnya, "Itu mulut kalo ngomong suka gak pake bismillah ya." dumelnya.

Setibanya di rumah Sean, ia mengantarkan Sean sampai ke dalam rumahnya, kedatangannya disambut oleh tante Vania.

"Ya Allah, ini kenapa?" Vania histeris.

"Sean tadi kena bola basket Tan, gara-gara nolongin aku, maaf ya." ungkap Alatha.

"Oalah gapapa Alatha, lagipula itu kan salah satu pengorbanan Sean yang cinta sama kamu." Vania keceplosan.

Hening.

Sean melotot ke arah Vania, karena Bundanya ini telah membocorkan soal perasaan dirinya.

Alatha salah tingkah, buru-buru, "Hm, yaudah deh Tan aku pulang dulu ya, nggak enak lama-lama hehe." pamit Alatha, menyalimi Vania.

Vania tersenyum, "Iya sayang, hati-hati, jangan ngebut loh." pesan Vania.

"Denger," timpal Sean nada ngegas.

"Iya Tante," Alatha tersenyum tipis, kemudian melirik Sean, "Berisik." nadanya datar.

***

to be continued.

Sean dan AlathaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang