1. Nikah Muda?

2K 165 82
                                    

"Cait, aku mau kamu jadi istri aku."

Catlin terbelalak, tetapi beberapa detik setelahnya, gelak tawa keluar dari bibir mungilnya.

"Awh, Okay." Caitlin tersenyum manis menatap pria yang kini duduk bersebrangan dengannya.

Pria itu kemudian menggenggam tangannya, ia menatap lurus-lurus gadis di depannya ini. "Cait, aku serius."

Caitlin mematung.

"Eum ...." Gadis itu mengedarkan pandangannya, menatap langit yang membentang luas di depannya. Bagus sekali. Feradnan pintar mencari tempat.

Pria itu mengeratkan pegangannya, membuat Caitlin terkejut dan menatap pria yang kini menampakkan wajah gusarnya.

"Kamu, udah gak kuat, ya?" Caitlin setengah berbisik sambil mendekatkan kepalanya ke arah pria itu.

Adnan, pria itu berdecak. Sebal juga lama-lama. Mengapa Caitlin sulit sekali diajak serius? Atau ... gadis itu memang tidka menganggapnya serius?

Caitlin terkekeh. Gadis itu menatap Adnan lembut, memberikan elusan di punggung tangan Adnan yang tengah menggenggamnya.

"Nan, aku baru semester tiga. Kalau nikah sekarang, kuliah aku, gimana?" Caitlin menatap Adnan sungguh-sungguh.

Adnan cemberut. "Tapi Cait, kamu masih bisa tetep kuliah. Buat biaya, biar aku yang tanggung. Gaji aku juga cukup untuk pake jasa asisten rumah tangga biar kamu gak ribet di rumah."

Caitlin menggelengkan kepalanya. "Nggak, Nan. Nikah itu bukan cuma soal materi, tapu soal kesiapan mental juga. Ah, umurku aja baru pas duapuluh tahun bulan Agustus nanti. Sekarang aku masih sembilan belas tahun, loh."

Adnan cemberut. Begini risiko menjalin hubungan dengan Caitlin. Padahal di pikirannya, banyak sekali perempuan di luar sana yang memilih nikah muda.

"Cincinnya, mana?" Adnan mengangkat sebelah alisnya membuat Caitlin berdecak malas.

"Masa iya ngelamar gak pake cincin?" Kini, giliran Caitlin yang cemberut.

Adnan menaikkan sebelah sudut bibirnya, senyuman sinis tersungging di bibirnya. "Kan, ditolak."

Caitlin menyipitkan matanya. Benar-benar, Feradnan Arsh pelit. Catat itu.

Namun, sesaat kemudian pria itu kembali menatapnya serius. Sepertinya ia tengah memikirkan sesuatu.

"Cait, tadinya ... minggu ini aku mau bawa orang tuaku ke rumah Ayah kamu."

Caitlin tersenyum manis, lagi-lagi. Ia tahu jika Adnan serius, ia juga tahu jika pria itu tak hanya memberikan janji manis dan angan semu. Wajar, lah. Usia Feradnan memang terbilang matang untuk menikah.

"Sorry for that, Babe. Aku bahkan belum 20 tahun. Belum lagi, aku mau nyelesain pendidikan aku dulu. Evelyn juga belum cukup dewasa buat aku tinggal sendirian." Caitlin merasa bersalah, kini ia juga jadi merasa tak enak hati. Namun, hal ini harus ia katakan sekarang, dibanding nantinya ia tak siap dan rumah tangganya berantakan.

"Makalah, presentasi, proyek, belum lagi skripsi. Itu semua akan nguras waktu dan juga tenaga, Nan." Caitlin kembali mengusap punggung tangan Adnan.

Melihat reaksi Caitlin, Adnan mengembuskan napas pasrah dan tersenyum kecil. Ia memaklumi apa yang menjadi permintaan kekasihnya itu.

"Iya, deh. Kita tunda sampai kamu lulus kuliah, ya."

Adnan harus berbesar hati menerima kenyataan jika lamarannya digantung. Meskipun begitu, tak apa. Namun, hal itu tetap saja membuatnya harus pamit ke toilet. Ia hanya tak ingin menampakkan kesedihannya di depan Caitlin.

Kini, senja sudah bergelayut manja, menimbulkan semburat warna oranye yang memikat. Caitlin mendongakkan kepala lalu kembali melihat arloji yang melingkar cantik di tangannya.

Kini dirinya sedang duduk di lantai dua salah satu rumah makan di dekat kantor baru Adnan. Ya, kekasihnya ini memang sudah memiliki perkerjaan, usianya sudah hampir duapuluh empat tahun. Berjarak lima tahun dengan usianya.

"Caitlin?" Seseorang di balik kursinya memanggil Caitlin dengan ragu. Caitlin menoleh dan menelitik wajah gadis yang menggunakan pakaian rapi khas orang kantoran tersebut.

"Ini gue, Rachel." Caitlin terbelalak. Sudah lama sekali sejak terakhir kali mereka berdua bertemu. Caitlin memeluk temannya itu. Kebetulan sekali dirinya bisa bertemu di sini. Rachel duduk di hadapan Caitlin.

"Lo lagi apa di sini, Chel?" tanya Caitlin penasaran.

Rachel menunjuk bangunan besar yang ada persis di depan rumah makan itu. "Gue kerja di situ, tuh," jelasnya. Caitlin menganggukkan kepalanya, di sana tempat Kantor baru Adnan.

"Lo sendiri? Ngapain di sini?" Rachel balik bertanya.

Caitlin tersenyum canggung. "Nunggu pacar gue, kerja di situ juga." Rachel terbelalak sekaligus penasaran. Bisa juga, macan betina garang ini punya pacar.

"Gimana? Siapa pacar lo?" Rachel bertanya antusias.

Caitlin menunjuk dengan dagu ke ruangan di pojok kanan. "Lagi di toilet."

Rachel mengganggukan kepalanya, tepat saat itu, Adnan kembali menampakkan batang hidungnya, membuat Rachel tertegun.

Itu, kan ... salah satu karyawan baru di tempatnya bekerja, namanya Arsh. Namun, lebih dari sekadar pekerja baru di sana, Adnan 'kan ... Ah, bukan urusan gue.

Penta Toxic (New Version)Onde histórias criam vida. Descubra agora