5th.

3.4K 228 6
                                    

Sekarang, tepat didepan pagar rumahnya, Jimin berdiri tanpa niat melangkah sedikit pun.

Perasaannya campur aduk, berusaha mengusir prasangka buruknya, lalu mengubahnya mrnjadi sesuatu yang positif.

Jimin menghirup napas dalam, sebelum mencoba untuk mrmbuka pagar tersebut.

Namun seolah takdir, tiba-tiba ibunya datang dari arah pintu masuk lalu berlari kearah pagar didepan Jimin.

"Jimiee! Udah lama nyampe nya?"
Wanita itu membukakan pagar untuk Jimin. Jimin membungkuk sedikit, mencoba memberi rasa hormat kepada wanita yang dipanggil ibu olehnya.

"Tolong panggil saya Jimin bu, jangan Jimi. Saya baru sampai bu." Ibu Jimin mencelos mendengar penuturan anaknya itu, namun tak ingin mengecewakan sang anak, Dara -Ibu Jimin- dengan segera menyuruh Jimin untuk segera masuk kedalam rumah.

Perjalanan kedalam rumah terasa cukup lama untuk Jimin, padahak jarak rumahnya dari pagar hanya 50 meter, namun ia merasa seperti berjalan dengan jarak 50 kilometer.

Jimin lebay ah.

Mereka masuk ke dalam, lalu di sambut dengan beberapa perabotan rumah yang sangat berbeda dari saat Jimin memutuskan untuk ke Seoul.

Semuanya tampak baru, sejauh yang Jimin ingat, hanya sebuah lukisan abstrak ditengah ruang tamu yang tidak berganti.

Jimin mengerjap sesaat, mencoba mengingat sesuatu.

Kalau semua isi dalam rumah ini di ubah, apakah kamarnya juga?

Jimin berlari kearah kamarnya, meninggalkan sang ibu yang kebingungan dengan sikap Jimin yang tiba-tiba.

Untung saja pintunya tidak terkunci, jadi Jimin bisa masuk tanpa harus berbicara dengan sang ibu.

Pintu kamar itu terbuka, menampakkan beberapa perabotan kamar yang masih sama, kecuali beberapa hal yang disusun menjadi lebih rapi dari sebelumnya.

Jimin menghela napas lega, untung saja Dara tidak mengganti semua hal yang ada di dalam kamarnya.

Ia meletakkan tas berukuran sedang disamping lemari, lalu berjalan keluar.

"Noona di mana bu?" tanya Jimin.

"A-ah, dia di rumah sakit." Sandara menjawab terbata, takut Jimin marah kepadanya.

"Hah? Kenapa bisa di rumah sakit? Terus ngapain ibu nyuruh Jimin ke rumah kalao Noona di rumah sakit?" Jimin kesal tentu saja, agaknya ia sedikit kaget akan fakta bahwa Seulgi ada di rumah sakit.

"Maaf, niatnya ibu cuma pengen kamu istirahat dulu, baru nanti malam kita ke rumah sakit." Dara meletakkan kain yang sejak tadi di pegang. Membuat gestur supaya Jimin ikut duduk dengannya.

"Ibu, Jimin pulang cuma pengen liat noona, ngerawat noona. Kalau emang ibu kangen sama Jimin, kenapa engga dari dulu sih bu? Kenapa baru sekarang?" namun bukannya menurut, Jimin menepis uluran tangan ibunya.

"KANG JIMIN! JAGA KELAKUAN MU! JANGAN JADI ANAK KURANG AJAR!" seorang laki-laki paruh baya berjalan ke arah Jimin sambil membentaknya, tangannya di ayunkan untuk menampar Jimin.

Belum sampai ia berhasil menampar pipi Jimin, tangannya di tahan oleh sang target tamparan.

Jimin melawan, sudah muak dengan kekerasan.

"Maaf tuan, marga saya Park. Saya tidak akan pernah sudi marga kotor milik anda ada dalam nama saya." Jimin menekan beberapa kata dalam kalimatnya, ia tanpa segan menatap langsung pada manik kelam milik suami ibunya.

Jimin kembali menepis tangan tuan Kang, bahkan ia langsung berjalan menuju kamarnya lalu keluar dengan tas dalam gandengannya.

Persis seperti 5 tahun lalu.

•Selenophile🌙• [Yoonmin]Where stories live. Discover now