14. Ayo Memetik Bunga

Start from the beginning
                                    

"Dia keluar dari kerajaan karena itu?"

"Ya," jawab Jaehyun. "Tapi aku tidak tahu soal masalah bunuh-membunuh. Aku tidak mengira dia akan melakukan sesuatu seperti itu. Dia selalu santai."

Rose menyelonjorkan kakinya ke air, membiarkan betisnya separuh terendam. "Cinta memang mengerikan. Bisa mengubah seseorang sampai ke tingkat yang drastis."

"Anehnya kita tidak kapok jatuh cinta."

"Menurutmu kenapa?"

"Karena kita bodoh?" Jaehyun nyaris tidak berhenti mengunyah beri hingga tanpa sadar, ia sudah menghabiskannya. "Kau pernah jatuh cinta?"

Alis Rose bertaut. "Itu bukan prioritasku."

Menghindar, pertanda ada cerita yang tersembunyi. Jaehyun ingat kutipan sebuah film yang berkata, "A woman's heart is a deep ocean of secrets", dan Jaehyun ingin tahu, seberapa dalam samudera milik Rose? "Pernah atau tidak?"

Raut wajah Rose berubah seperti orang yang diberi kertas ujian matematika yang sulit. "Aku tidak yakin. Kurasa aku pernah mengagumi beberapa orang. Tapi jatuh cinta?" Dia menggeleng dengan cara yang membuat jatuh cinta terkesan menggelikan. "Selama ini aku lebih fokus mencari jati diri dan tempat untukku."

"Sudah menemukannya?"

Rose mengedarkan pandangan ke seluruh hutan sejauh yang bisa dijangkau matanya. "Ya. Ini rumahku."

Tidak punya beri lagi, Jaehyun beralih mencabuti rumput di bawah tangannya. "Boleh aku gantian bertanya?"

"Kuharap itu bukan pertanyaan konyol yang membuatku ingin mendorongmu ke sungai."

Jaehyun tertawa terbahak-bahak. "Bukan, sungguh. Tapi ini pertanyaan yang ... konyol."

Rose memiringkan kepalanya dengan gerakan sedemikian rupa yang sangat anggun sampai-sampai Jaehyun menahan napas. "Tanya saja."

Bibir Jaehyun mendadak terasa kering dan ia harus membasahinya lebih dulu. "Kau tahu sendiri kalau aku ... bisa saja aku ... bukan berarti aku setuju, tapi ... kau tahu maksudku kan?"

Rose menatapnya dengan wajah datar. "Kenapa laki-laki hobi berbasa-basi?"

Jaehyun menarik kakinya dari air dan merebahkan diri untuk menatap hamparan langit. "Tentang menjadi raja." Dia merinci kata-katanya tanpa memandang gadis itu. "Aku tidak ingin mengisi posisi itu, tapi kalau一hanya kalau一aku terpaksa melakukannya, apa kau akan ... bertahan?"

"Maksudmu apa aku akan tinggal kalau kau yang jadi rajanya?"

"Konyol kan?" Jaehyun ingin meninju dirinya sendiri karena berani mengajukan pertanyaan tolol ini. "Sudahlah, lupakan saja. Lagipula sejak lahir aku tak lebih dari rencana cadangan."

Sorot mata Rose menunjukkan ketidaksetujuan, sorot yang sama saat ia akan mengajak berdebat dengan segenap sikap keras kepalanya. "Kau harus menghentikan itu."

"Apa? Melihat langit?"

Tangan Rose terulur merebut busur hanya untuk memukulkannya ke kepala Jaehyun. "Bukan, tapi bicara seakan dirimu tidak berarti. Itu sama sekali tidak benar."

Jaehyun meringis, tapi tidak berniat menjauh. "Kurasa itu tidak mudah untuk orang yang dibuang di hari kelahirannya."

"Mereka tidak punya pilihan, Jaehyun."

"Tetap saja menyebalkan." Jaehyun tahu dia harus berhenti bicara, menyumpal mulutnya dengan rokok agar tidak semakin melantur dan mengungkap terlalu banyak perasaan pribadi. Namun ia tidak punya rokok dan tiba-tiba kehilangan kendali atas lidahnya. "Kadang-kadang aku iri padanya."

Morality : A Prince's Tale ✔️Where stories live. Discover now