Secarik Hibat © Wickey-Pooh Chapter 2

446 51 1
                                    

"Hinata adalah..."

Karin membidik sang emerald intens. "Gadis yang berasal dari stratifikasi atas, keluarganya disegani banyak pihak karena keberhasilan bisnisnya."

Sakura sudah menduga hal tersebut, tampak jelas dari aura dan penampilan gadis lavender tempo lalu. Hal demikian membuatnya sedikit minder.

Gadis berkerudung merah itu memberi jeda, lantas kembali bersuara. "Dia mempunyai hubungan yang spesial dengan Sasuke –sang cassanova. Sebenarnya itu bukan hal yang asing lagi,"

Sontak Sakura mencelos, dirasakan adanya terjangan yang menikam dasar hatinya seakan waktu berhenti pada saat itu juga. Dengan perasaan kelu, gadis bercadar ini menyahut hati-hati. "Hubungan Spesial?" sebisa mungkin menghilangkan getaran dalam nada suaranya.

Bola rubby Karin mendelik tak percaya. "Kau tidak tahu?"

Gadis merah tersebut sedikit berpikir bahwa Sakura bukan tipikal gadis yang welcome terhadap informasi-informasi hangat di lingkungan sekitar.

Namun tanpa jeda panjang, gadis berkacamata itu mendengus minim seakan teringat sesuatu, lalu segera menyahut. "Aku baru sadar. Kau kan pindah ke Jepang tahun lalu, wajar jika tidak terlalu paham tentang hal itu. Lagipula urusan mereka tidak terlalu penting untuk kita," seraya menyunggingkan senyum kecil.

Sakura bersusah payah menutupi rasa terkejutnya, ini merupakan sesuatu yang baru untuknya. Dia juga tidak tahu jika selama ini suaminya bermain double di belakangnya. Hal demikian berhasil memberikan kekecewaan yang kian menekan.

Sadar bahwa Sakura tidak akan merespon apa pun, Karin kembali berujar. "Kudengar mereka berpacaran sejak semester tiga. Cukup lama karena sekarang mereka sudah hampir menyelesaikan program magister,"

Hati Sakura kian tercubit, pasokan udara seakan berhenti di tenggorokannya hingga membuat dia tercekat. Bahkan saat mereka dijodohkan, tak ada yang menyinggung tentang Hinata hingga membuatnya yakin untuk menerima keputusan orangtuanya.

Jadi apakah posisinya salah? Secara implisit, dirinya bertindak sebagai pihak ketiga yang masuk diantara hubungan asmara sang suami dengan kekasihnya. Sejenak Sakura berpikir apakah hubunganya dengan Sasuke tidak akan berhasil? Jika demikian maka akan terjadi satu kemungkinan, yaitu–

Perceraian.

Degup jantung sang gadis beraritmia cepat hingga membuatnya sesak. Tiba-tiba ilham merasuk ke dalam qalbi, teringat bahwa perceraian ialah tindakan yang disenangi oleh iblis, rumah tangga bukanlah suatu permainan. Ini hanya satu dari sekian banyak ujian yang sedang diberikan oleh Allaah.

Sakura berpikir bahwa dia tidak boleh menyerah, Allaah tidak menginginkannya untuk berputus asa dan gegabah dalam menyelesaikan masalah. Allaah ingin menguji sejauh mana dirinya bisa bersabar.

Lagipula apa yang akan dikatakan oleh orangtuanya dan orangtua Sasuke jika mereka berpisah?

Sakura bergidik mengingat hal tersebut.

Jika harus memilih diantara Sakura atau Hinata, maka dirinyalah yang lebih berhak terhadap Sasuke –mengingat statusnya sebagai seorang istri. Pacaran bukan final, tapi tindakan yang melanggar syariat. Sedangkan dirinya mendapatkan Sasuke dengan cara yang syar'i. Ini bukan berbicara tentang keegoisan dan suatu ambisi, melainkan suatu kebenaran yang absolut.

Walau demikian, hatinya tak bisa menyembunyikan kabut yang bersemu.

'Setelah pernikahan ini, seharusnya kau memutuskan hubunganmu dengan Hinata,' batin Sakura, merasa kecewa dan sakit.

secarik hibatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang