part 12 : why aiden? why adrien?

838 41 2
                                    

"Hahahaha, kau ini ya benar benar. Kau tahu makin lama guyonanmu makin mengesalkan!" Ucapku sambil tertawa dan terlihat pura pura marah

"Tapi kau suka kan? Hahaha"

"Iyasih, terimakasih telah membuat perutku sakit hari ini karena tertawa terus aiden."

"Bagus lah kalau kau suka itu. Kalau yang mengguyonnya suka ga?"

Aiden mulai lagi. Guyonannya selalu saja kadang menggodaku. Maksudku, siapa sih yang mau dengan yang akan 'janda' ya walaupun aku masih muda tapi aku janda kakaknya. Tidak mungkin dia menyukaiku kan?

"Suka. Suka pengen nampol"

"Hahaha."

Tawa renyah milik aiden selalu terdengar sangat indah di telingaku. Aku tidak tahu mengapa dia dilahirkan dengan tawa indahnya itu?

Sudah tampan, mata yang indah, humoris, pintar. Kurang apalagi dia bukan?

Suatu saat pasangannya pasti akan sangat beruntung memiliki suami seperti aiden. Kalau saja aku belum memiliki suami sudah ku dekati aiden habis habisan daripada harus bersama adrien huft.

Ah ya ngomong ngomong soal Adrien setelah kejadian hari itu dia meminta maaf padaku.

"Habis dari mana kamu kenapa aku nyari nyari kamu di kamar hotel ga ada?" Dia dengan muka khawatirnya dan juga muka kusut yang menandakan bahwa dia belum tidur itu mengejutkanku yang baru saja masuk ke apartemen.

"Dari rumah risa. Aku nginep disana. Kenapa?" Tentu saja aku menjawabnya dengan berbohong.

Mana mungkin aku menjawabnya dari tadi malam hingga pagi hari aku pergi bersama adiknya. Mati saja aku jika begitu.

"Ah syukurlah. Aku semalam khawatir. Sangat khawatir, telfonmu berkali kali tidak diangkat pesan dariku juga tidak di jawab."

Akupun diam tidak berniat menjawab apa apa. Padahal tadi malam dia marah, bahkan sangat marah. Lalu sekarang lembut sekali. Apa dia benar benar mengidap bipolar?

"Aku minta maaf. Aku minta maaf untuk semalam."

"Sudahlah aku lelah tidak mau membahasnya." Aku berjalan melaluinya dan tangan itu menahanku untuk melanjutkan langkahku.

"Aku benar benar minta maaf raia. Aku tahu itu kelewatan. Dan aku tahu kamu tidak akan marah jika tidak seseorang itu mulai duluan." Matanya menyiratkan ketulusan dari apa yang dia katakan.

"Kamu tahu ini bukan hal sekali dua kali yang kamu lakukan? Waktu dulu di kelas kamu memarahiku tanpa aku tidak tahu aku sebenarnya salah apa denganmu hingga kau mempermalukanku di depan adik tingkatku. Belum lagi kau memarahiku di tempat parkiran. Di depan orang yang telah membantuku mengeluarkan motorku. Dan kemarin, kamu memarahiku di pesta. Tidak bisakah kalau marah di selesaikan di tempat yang bukan umum? Aku juga punya harga diri walaupun aku hanya istri penggantimu." Aku menekankan kata kata dalam istri pengganti tersebut. Aku cukup muak kali ini.

"Raia aku tahu. Aku minta maaf. Aku tidak akan mengulangi hal itu lagi."

Tidak akan mengulangi hal itu lagi. Catat itu. Dan setelah perdramaan dia meminta maaf dengan air matanya akhirnya aku dan dia sekarang sudah berdamai.

"Raiaa" Panggilan merdu itu menyadarkanku dari lamunanku tentang peristiwa seminggu lalu.

"Aidennn."

"Hehehe, kau dulu pernah ikut panjat tebing waktu smp?"

"Iya, kau tahu? Wahh hebat, kau peramal atau kau memata mataiku?" Aku memicingkan mataku dengan tanda pura pura curiga

"kau ingat pernah hampir jatuh karena kau tidak memakai talu pengaman?"

"Ah iya benar! Saat itu aku emosi karena mamaku memarahiku dengan alasan yang tidak jelas jadi aku memaksa naik tanpa pengaman disaat yang lain sedang istirahat. Dan maha baik pria yang menolongku itu, dia seorang mahasiswa kalau tidak salah. Dan aku menetapkan dia sebagai cinta pertamaku, tapi aku sadar diri tidak mungkin seorang mahasiswa memacari anak kelas 8 yang baru saja naik ke kelas 9 yang masih tepos bukan? Haha."

Aku memperhatikannya, dia sedikit terkejut. Apa ceritaku salah?

"Cinta pertamamu?"

"Yupp, karena biasanya aku menyukai seseorang hanya selewat selewat saja. Tapi pria itu berbeda, membuatku menunggu kedatangannya setiap jadwal latihan. Tapi sayangnya kita tidak pernah berjumpa lagi. Karena dia katanya berkuliah di luar negeri. Ya begitulah, mungkin memang bukan jodohnya." Aku melihat ke arah aiden yang meneteskan setetes air matanya. Sebegitu sedihkan ceritaku? Padahal hanya cerita cinta ecek ecek

"Kalau aku bilang pria itu aku bagaimana?"

"Boong kan?" Ucapku dengan nada bercanda. Namun dia hanya terdiam yang menandakan dia jujur.

"Harusnya aku datang lebih cepat agar kau tidak bernasib seperti ini raia, maafkan aku. Aku tidak bisa melupakanmu ketika berkuliah diluar. Aku sudah memperhatikanmu sejak kau masuk club panjat tebing. Dan aku berjanji akan menemuimu saat sudah mapan. Namun sayangnya aku telat sepertinya."

Aku benar benar tidak tahu harus melakukan apa, itu sudah sangat lalu. Mau marahpun sepertinya bukan hal yang begitu serius untukku karena itu masih SMP yang hanya akan jadi cinta monyet saja.

Suasana hening, mungkin lebih tepatnya awkward untukku. Dia sibuk dengan pikirannya akupun begitu.

"Aku pulang." Ucapan itu memecahkan keheningan. Adrien yang baru saja pulang dari mengajarnya itu datang.

"Kalau begitu aku permisi, aku ada urusan." Izin Aiden kepadaku dan Adrien.

"Dia kenapa? Dia keliatan sedih. Udah lama dia disini? Aku datang dia malah pulang dasar adik macam apa dia malah nyelonong lagi." Ucap adrian basa basi

"Tadi nganterin kembaran aku katanya dari mamah kamu."

"Kembaran?"

"Iya kembaran, kentang. Tuh sekarung di dapur."

"Hahahaha dasar. Ah iya aku bawa ice cream, mau?"

"Mauu!"

Kami memakan ice cream rasa vanilla chocochip yang adrien beli satu ember ice seperti milik tukang ice cream. Adrien bercerita tentang mengajar mahasiswa barunya di kampus, tentang ada mahasiswa yang menggodanya katanya mengingatkannya padaku hahaha dasar dan bercerita hal hal yang tidak jelas.

"Kamu hari ini ga ada jadwal?"

"Seminggu ini kata bu Ani semua matakuliah yang aku ambil kosong dulu karena dosen dosennya mau rekap kurikulum. Kamu aja tuh yang kerajinan ngajar! Huuu"

"Hahaha iya ya. Kan aku rekapnya udah beres di bantu kamu jadi yaudah ngajar aja."

"Raia, kamu gak hamil gitu?" lanjutnya dengan tenang. Yang membuat aku tersedak eskrimku.

"Hamil?"

"Ya kan waktu itu.."

"Sshhtt, aku engga hamil. waktu di jepang aku haid." Aku memotong pembicaraannya karena aku tahu kemana arah pembicaraannya.

Aku melihat tatapan adrien berubah menjadi kecewa. Kecewa karena aku tak hamil? Ah yang benar saja.

"Ahh begitu ya."

"Yupss, lagian aku juga gasiap punya anak sekarang. Aku masih muda, masih ingin keluyuran. Belum lagi masih kuliah, aku tidak bisa membagi waktu nantinya."

Dia terdiam. Mungkin puas dengan jawabanku atau apalah itu bodoah. Yang penting tidak membahas kearah situ lagi.

"Tapi kalau kamu hamil juga gapapa kok."

Terkejut satu kata yang aku rasakan saat ini, dia ini kenapa sebenarnya?

Why Should i ?حيث تعيش القصص. اكتشف الآن