"Ada apa Chenli? Kenapa ponsel Jeno bisa ada padamu?"
Mendengar nama adiknya disebut-sebut, Mark menggerakkan bibirnya tanpa suara, meminta Renjun meloud-speaker panggilan yang sedang diterima siswa mungil itu. Jempol mungil Renjun pun melaksanakan perintah Mark.
"Ge, tolong ke rumah sakit Seoul sekarang. Lee Jeno baru saja ditusuk. Dia adalah kakak kelasku di sekolah. Sekarang kritis dan butuh donor darah segera."
Mata Renjun membulat, kabar yang baru saja diterimanya benar-benar membuatnya tercekik sampai nafasnya tertahan. Bahkan ponselnya akan jatuh membentur lantai jika Mark tidak sigap menangkapnya. Kakak angkat orang yang disebut-sebut oleh Chenle itu sama panik dan terkejutnya dengan Renjun.
"Kita ke rumah sakit sekarang." Mark tidak peduli dengan ekspresi Renjun yang masih shock, dia menarik lengan Renjun, melempar gitarnya ke sembarang tempat dan berlari secepat ia bisa keluar ruangan, meninggalkan sekolah menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Renjun dan Mark menghambur ke UGD, dilihatnya Chenle yang mengaku sebagai Chenli, sudah berdiri disana, menekuk lengan dan dua jarinya menekan kapas pada lengannya yang sedikit ia angkat.
"Bagaimana keadaan Jeno?" tanya Renjun cemas, nafasnya terengah-engah. Peluh membasahi dahi hingga menetes dari dagunya karena berlarian, mencemaskan keadaan Jeno.
"Masih butuh satu pendonor lagi. Kebetulan golongan darahku A sama dengan Jeno sunbae. Sekarang pihak rumah sakit sedang mencari donor hidup untuknya."
"Aku saja. Aku saja, goldarku juga A." Mark mengangkat tangannya tinggi-tinggi sambil melompat-lompat. Wajahnya sama kacau dengan milik Renjun, kecemasan dengan jelas terukir disana, penuh keringat dengan nafas yang masih terengah-engah.
"Masuklah ke dalam dan katakan pada petugas medis disana kalau kau akan mendonor untuk Lee Jeno." Chenle menunjuk pintu UGD di belakangnya.
Mark langsung melesat masuk dan menghilang dari balik pintu, meninggalkan Renjun yang sudah menjatuhkan diri untuk duduk di lantai lorong rumah sakit.
"Ge, duduk di kursi saja sini." Chenle menepuk kursi tunggu sampingnya, menyuruh Renjun untuk tidak menghalangi lalu lalang orang-orang disana.
Renjun susah payah bangkit untuk duduk di kursi tunggu. "Kenapa dia bisa begini?"
"Ada penusukan di sekolahku. Guruku sedang berada di kantor polisi untuk interogasi. Nanti malam aku juga harus bersaksi ge." Chenle menyandarkan punggungnya ke kursi.
"Tapi siapa yang melakukan hal ini pada Jeno? Apa salahnya sampai harus ditusuk dan hampir kehilangan nyawa begini?" Renjun menggigit bibir bawahnya. Tangannya gemetar, air mata sudah lolos dengan bebasnya dari kedua mata sipitnya.
Memori-memori buruk terlintas begitu saja di dalam otaknya. Gambaran Nana yang menusuk leher kedua orang tuanya, Jeno dan Jisung yang berdiri di belakangnya, mematung menatap aksi Nana, semuanya masih jelas tergambar dalam ingatan Renjun hingga membuat nafasnya sedikit sesak sekarang.
Mendengar Renjun sedikit kesulitan bernafas, Chenle menoleh cemas. "Ge, kau tidak papa kan? Kumohon jangan menangis, kau akan kesulitan bernafas." Chenle membawa siswa yang bertubuh lebih kecil darinya itu ke dalam pelukannya, mengelus bahu sempit Renjun agar ia tenang. "Ssshh.. semua akan baik saja ge.."
Renjun meledakkan tangisnya di pelukan Chenle. Kejadian hari ini terlalu berat untuknya. Ia sudah kehilangan kedua orang tuanya. Renjun tidak mau Jeno pergi dari hidupnya juga.
X
X
Langit hitam berhias mendung menyelimuti kota Seoul dengan ribuan kisah gelap terselip diantara satu bangunan dan bangunan lain. Di gedung seberang rumah sakit, Haruto dan Jaemin dengan teropong masing-masing sedang berdiri di puncak gedung tersebut, membidik pada ruangan intensif tempat Jeno dibaringkan.
Cukup dengan siang tadi melihat cipratan darah pada wajah dan seragam Jaemin, Haruto tahu jika Jaemin baru saja menusuk seseorang. Tapi ia tak tahu bahwa orang tersebut adalah Jeno.
"Hyung, kau gila. Lee Jeno sahabatmu," ujar Haruto dengan nada kecewa, matanya masih meneropong mengawasi Jeno yang terbaring lemah dengan alat bantu pernafasan dan berbagai macam selang menancap di beberapa bagian tubuh siswa berwajah tampan itu.
Jaemin melepaskan teropongnya, menatap kosong pada langit malam. "Dia tidak akan mati. Aku hanya sedikit memberinya pelajaran untuk tidak mengacaukan rencanaku dan seenaknya menyentuh milikku."
Haruto hanya menghela nafas kasar, menelan rasa kecewanya mentah-mentah. Ia terkadang lupa jika Jaemin itu sangat kejam dan tak kenal ampun jika rencananya dirusak orang lain.
"Mau sampai kapan hyung sembunyi dari Renjun? Cepat atau lambat dia akan mengenalimu," tanya Haruto dengan nada kecewa.
Ucapan Haruto sukses membuat Jaemin mendecak kesal. Ia tidak menjawab dan memilih untuk mengalihkan topik pembicaraan.
"Aku akan pergi mencari informasi tentang ZC. Kau tetap disini, awasi Renjun. Aku tidak mau ada seorangpun mencelakainya. Dia sangat berarti untukku." Setelah mengucapkannya, Jaemin meninggalkan Haruto sendiri.
"Hyung, sampai kapan?!" bentak Haruto walau ia membelakangi Jaemin yang sudah berjalan sedikit menjauh, suaranya cukup keras didengar Jaemin.
Memejamkan matanya rapat-rapat, Jaemin menggigit bibir bawahnya. "Entahlah, sampai mati mungkin." Kemudian benar-benar menghilang dari balik pintu.
Setelah hampir satu jam hanya sendirian mengawasi Renjun dari kejauhan, Haruto meraih ponselnya dan mendial nomer seseorang disana.
"Yeobosoyo?"
"Hyung, Lee Jeno kritis. Jaemin hyung menusuknya. Apa yang harus kulakukan?"
"Mwo ya?! Jinjja?! Kau dimana sekarang?"
"Jaemin hyung menyuruhku mengawasi Huang Renjun."
"Kenapa tidak dia sendiri yang mengawasi Huang Renjun?!"
"Jaemin hyung sedang mencari petunjuk tentang ZC. Apa kau akan kesini menengok keadaan Jeno hyung?"
"Ah, araseo. Aku tidak tahu apakah aku bisa kesana. Banyak hal yang harus kukerjakan."
"Jeno hyung kritis. Dia masih tidak sadarkan diri."
"Aish, eottohke. Nana hyung memang sudah gila. Kabari aku terus tentang perkembangannya. Kuharap Jeno hyung bisa melewati masa kritisnya."
"Nee, Jisung hyung."
.
.
.
To be continued
YOU ARE READING
The Student ✦ Jaemren
FanfictionRenjun sudah terlanjur jatuh cinta dengan siswa baru itu walaupun ia tahu bahwa Na Jaemin adalah seorang pembunuh bayaran. [SUDAH DIBUKUKAN] Copyright © 2020 Todos los Derechos Reservados por: JOSIE
Part 23
Start from the beginning
