Jaemin tidak bisa kembali tidur. Pikirannya terganggu oleh Renjun dan Jeno. Bagaimana jika Renjun tahu identitas aslinya? Usahanya selama ini hanya akan berakhir sia-sia.
Jaemin tidak mau dipandang sebagai seorang pembunuh di mata orang yang paling disayanginya. Walaupun hal itu adalah kenyataan yang terus ia hindari seumur hidup. Dia terlahir sebagai pembunuh dan Renjun tidak boleh mengetahuinya.
Sinar matahari mulai mengintip dari jendela kamarnya, menyorot kamar yang sudah hancur penuh dengan pecahan kaca, vas dan barang elektronik termasuk ponsel mahal Jaemin berserakan di seluruh sudut kamar.
Tak peduli jika visual kamarnya lebih buruk dari kapal pecah, Jaemin menoleh ke jam dinding kamar, waktunya berangkat sekolah tapi siswa berambut pink itu tidak ingin masuk hari ini. Ada sesuatu yang harus dia lakukan dan Haruto tidak boleh sampai mengetahuinya.
Setelah selesai mandi dan berseragam, Jaemin turun dari kamarnya, mendapati Haruto yang sudah bangun, membelakanginya, sedang duduk santai menonton kartun Larva di pagi hari, mulutnya penuh karena mengunyah sandwich buatan sendiri.
"Haruto, aku berangkat sekolah dulu!" Jaemin melenggang cepat meninggalkan mansion besar ibunya. "Aku sudah sarapan!" lanjutnya, berbohong. Ia sudah tidak punya nafsu makan sama sekali karena terus memikirkan Jeno dan Renjun.
"Nee!" Haruto yang mengira bahwa Jaemin akan berangkat sekolah hanya menjawab sekenanya.
Usaha Jaemin untuk memberi pelajaran pada Jeno sudah digagalkan anak bungsu keluarga Watanabe. Amarah Jaemin masih belum mereda sampai sekarang. Rasanya ia ingin membakar Jeno hidup-hidup dan membuat sahabatnya mengatakan semua yang sudah siswa tampan itu katakan pada Renjun.
Dan disinilah dia. Siswa berambut pink itu masih memakai seragam sekolahnya namun bukan sekolahnya sendiri yang sekarang ia datangi, melainkan halaman belakang sekolah Jeno. Siswa itu duduk diam dan mengatur nafasnya sepelan dan sesunyi mungkin agar tak ada seorang pun mengetahui keberadaannya.
Jaemin tahu Jeno itu berandalan di sekolah dan tempatnya membolos adalah bangku di bawah pohon yang sekarang sedang ia duduki. Ya, Jaemin sedang duduk di atas batang pohon tinggi dan besar, seperti burung elang yang mengawasi mangsa.
Walau sudah menunggu berjam-jam, Jaemin tidak merasa lelah ataupun kesemutan. Dia sudah terbiasa, nafasnya tetap pelan dan teratur, pergerakan tubuhnya terkunci layaknya patung. Bahkan beberapa burung kecil sempat bertengger di depannya sebentar dan menatap sosok berambut pink tersebut.
Bel istirahat belum berbunyi namun ada dua sosok siswa dengan tinggi badan sama seperti Jaemin sedang asyik bergurau. Jangan lupakan eye smile mereka yang terbentuk saat keduanya saling memukul bahu satu sama lain sambil tertawa.
"Yak! Jeno-ya! Aku tidak suka Seungmin, dia buatmu saja!" sosok berambut kriting masih menunjukkan eye-smilenya, tertawa sambil menyikut lengan Jeno. Mereka berdua sudah duduk di bawah pohon yang Jaemin duduki.
"Andwae! Channie! Pacaran bukan styleku!" Jeno balas menampar pelan pipi temannya. Namanya Bangchan, dia adalah musuh Mark dan Hyunjin saat pertandingan basket kemarin dan Jaemin masih hafal betul dengannya.
'Pacaran bukan styleku.' Jaemin membatin, mulutnya sedikit monyong, mencibir meniru gerak bibir Jeno, kedua bola matanya memutar malas. 'Bukan styleku my ass. Jelas-jelas kau menantangku untuk memperebutkan Renjun,' batinnya geram.
Jaemin sudah tak ingin buang-buang waktu lagi. Berjam-jam ia habiskan menjadi patung elang di atas pohon dan sekarang lah saat yang tepat untuk mengeksekusi Jeno.
Bagaimana dengan Bangchan? Jaemin sudah punya rencana sendiri untuk anak itu.
Jeno sampai saat ini tidak sadar bahwa ada seseorang sedang memperhatikan mereka. Bukan hanya seseorang, bahkan dua orang.
YOU ARE READING
The Student ✦ Jaemren
FanfictionRenjun sudah terlanjur jatuh cinta dengan siswa baru itu walaupun ia tahu bahwa Na Jaemin adalah seorang pembunuh bayaran. [SUDAH DIBUKUKAN] Copyright © 2020 Todos los Derechos Reservados por: JOSIE
