Orang pertama adalah Jaemin, duduk di atas pohon dan yang kedua adalah adik kelasnya, memiliki rambut coklat, kepala besar, mulut lebar dan bibir yang sedikit tebal, sedang berdiri membawa teropong, mengawasi gerak-gerik siswa yang tak memakai seragam sekolahnya tersebut, dari gedung sebelah.
Jeno dan Bangchan masih larut dalam canda tawa masing-masing, Jaemin memanfaatkan kesempatan itu untuk langsung melompat turun, berdiri di belakang Jeno dan Bangchan yang masih duduk.
Hawa pembunuhnya masih ia sembunyikan tapi reflek Jeno sangat bagus untuk langsung menjauh dari Jaemin, meninggalkan Bangchan yang sudah tidak sadarkan diri karena pukulan Jaemin pada leher anak itu.
"Annyong, Jeno-ya!" sapa Jaemin, memasang senyum lima jari. Suaranya ia ubah seperti sedang melakukan aegyo.
Jeno waspada, dia sudah memasang sikap siap berkelahi. Sosok Jaemin yang kelihatan main-main di depannya punya sejuta akal busuk tersembunyi untuk mencelakainya.
Matanya bolak-balik melirik khawatir pada Bangchan yang sudah tumbang dan Jaemin yang pelan-pelan maju, satu tangannya ia sembunyikan di belakang, membuat Jeno sangat khawatir dengan sesuatu yang sahabatnya sedang sembunyikan.
Masih dengan senyuman lebar di wajahnya, Jaemin terus mengikis jarak diantara mereka, membuat Jeno ketakutan hingga ia mundur perlahan, dahinya bekeringat bahkan ia merasa tenggorokkannya kering dan susah menelan ludah.
"Kau mau membunuhku?" tanya Jeno, dengan suara sedikit tercekat.
Jaemin tersenyum remeh. "Kalau iya, memang kenapa? Aku berubah pikiran. Renjun hanya milikku dan kau tak boleh menyentuhnya." Senyuman lebar itu berubah menjadi wajah yang sangat mengintimidasi dalam hitungan sepersekian detik, membuat Jeno semakin ketakutan.
Hawa membunuh menyeruak dari tubuh Jaemin, tangannya yang dari tadi ia sembunyikan di belakang akhirnya ia keluarkan juga. Jeno reflek memajukan salah satu lengannya, menghalangi kepalan tangan Jaemin yang mengincar wajahnya.
Jeno heran, kepalan tangan Jaemin tak bertenaga sama sekali dan bisa dengan mudah ia halau. "Huh? Kau kira aku akan memukulmu?" ejek Jaemin, kepalan tangannya ia lepas, membuat racikan bubuk campuran ciptaannya mengarah langsung pada kedua mata Jeno yang terbuka.
"Argh!" Mata Jeno terasa perih. Bahkan lebih perih dari terkena bubuk merica atau cabai, rasanya seperti matamu ditusuk oleh ribuan jarum dan kenyataannya memang seperti itu.
Bubuk buatan Jaemin bisa mengaburkan pandangan manusia untuk beberapa menit, menyebabkan kebutaan sesaat. "Sial!" Jeno refleks menutup matanya yang sudah mengeluarkan banyak air mata karena sistem pertahanan tubuhnya berusaha melindungi Jeno. Kedua tangannya berusaha memukul dan meraih tubuh Jaemin.
Hawa membunuh yang tadinya menguar berlebihan kini sudah hilang. Wajah Jaemin sudah berada di depan perut Jeno, menghindari pukulan-pukulan anak itu dengan mudah karena Jeno sedang kacau.
Tangannya lihai mengambil dua buah pisah lipat yang ia simpan di saku celana seragamnya. "Mianhae, Jeno-ya."
Jaemin tanpa ragu menusukkan dua benda tajam nan dingin tersebut ke perut Jeno, menyobek jaringan kulit perut Jeno, mengoyak otot dan daging yang terbungkus di dalamnya. Kemudian menarik kedua belatinya dari perut Jeno, penuh dengan darah sahabatnya.
Jeno tercekat, nafasnya tertahan. Rasa sakit luar biasa ia rasakan dari area perutnya. Kedua tangannya berusaha memukul Jaemin namun sia-sia. Cairan merah segar nan hangat merembes membasahi seragam putihnya.
"Uhuk!" Beberapa percikan darah keluar dari mulut Jeno yang sudah terhuyung ke depan. Percikan merah segar itu mengotori wajah Jaemin di depannya yang berdiri dengan tatapan datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Student ✦ Jaemren
FanfictionRenjun sudah terlanjur jatuh cinta dengan siswa baru itu walaupun ia tahu bahwa Na Jaemin adalah seorang pembunuh bayaran. [SUDAH DIBUKUKAN] Copyright © 2020 Todos los Derechos Reservados por: JOSIE
Part 23
Mulai dari awal
