Bab 2

10.4K 1K 33
                                    

"Apa?" Mela bertanya dengan suara nyaring. "Si Roy itu malah nyebut nama Tari padahal yang ada di depannya ini elo, Ra?" lanjut Mela malah dengan volume suara lebih tinggi.

Tara mendengkus kasar. Beruntung yang ada di dapur sekarang hanya tersisa Tante Zamila-mamanya Mela. Tara yakin Tante Zamila tidak akan penasaran dengan perbincangan anak muda. Tapi meski begitu ia sebal pada Mela yang kebiasaan bersikap barbar.

"Lo mau gue bikinin wedang jahe, Mel? Biar suara lo tambah jernih dan lantang. Sekalian aja lo teriak kenceng biar orang sekomplek denger," gerutu Tara.

Mela berdeham lalu beralasan dengan suara lebih normal, "Abisnya gue geregetan. Masa Roy nggak bisa bedain lo sama Tari, sih? Kalian kan kembarnya nggak identik banget. Masih ada bedanya kok."

Tara membenarkan ucapan Mela dalam hati. Ia dan Tari memang tidak kembar identik. Kecuali bagi orang yang baru pertama bertemu dengan mereka berdua, pasti masih sedikit kebingungan untuk membedakan. Tapi pada kasus Roy tadi, laki-laki itu bukan termasuk orang baru dalam hidup Tara. Mereka dulu satu sekolah, namun Roy tetap tidak hafal wajah Tara.

"Mungkin karena dulu waktu sekolah gue jerawatan, Mel, makanya Roy tadi ngira kalau gue itu Tari. Mana ada Roy kepikiran kalau wajah gue bisa sembuh kayak sekarang. Di ingatan dia, Tara adalah cewek berjerawat," kata Tara dengan sendu. Tatapannya berubah murung.

"Kok lo ngomong begitu sih? Lo harus seneng karena sekarang berhasil glow up," sahut Mela sembari mengarahkan ponselnya untuk mengajak Tara foto bersama. Mau tidak mau Tara kembali semringah saat berpose di depan kamera.

Mela tersenyum saat Tara kembali ceria. Ia paling gemas saat Tara mengingat masa-masa itu. Mela tahu karena dulu ia dan Tari yang selalu menyemangati Tara untuk berjuang memyembuhkan jerawatnya. Semasa sekolah Tara adalah pribadi yang kurang percaya diri jika ada di keramaian. Tara sulit sekali saat diajak foto-foto karena ia takut jika potretnya terpampang di media sosial. Baru saat memasuki dunia perkuliahan, Tara sedikit berubah. Gadis itu perlahan mau ikut berorganisasi. Tara mulai mencintai dirinya sendiri dengan mensyukuri kekurangan dan kelebihan yang ia punya. Sembari terus berusaha sembuh, perlahan tapi pasti Tara berubah menjadi pribadi yang cukup periang sampai saat ini.

"Ra, kamu nggak ke depan? Keluarga besan udah datang tuh kayaknya," kata Tante Zamila menginterupsi.

"Oh, iya. Bentar lagi aku nyusul ke depan," jawab Tara.

"Ya udah Tante mau ke depan sekarang. Ayo Mel," ajaknya pada Mela.

"Aku bareng Tara. Mama duluan aja." Mela tetap duduk anteng.

Tante Zamila tidak banyak bicara lagi, ia segera pergi dari dapur.

"Oh iya, lo bilang ke Roy kalau Tari hari ini mau tunangan nggak?" tanya Mela masih membahas hal yang sebenarnya ingin Tara sudahi.

"Gue nggak ngobrol banyak. Langsung gue tinggal orangnya. Udah ah, nggak usah ngomongin dia. Ayo ke depan." Tara beranjak dari duduknya.

Mela segera mengikuti sambil terus mengoceh meski Tara sudah memperingati agar berhenti. "Mestinya lo bilang. Biar Roy hatinya patah. Emang enak, lihat gebetan bakalan nikah sama orang lain? Kayaknya Roy belum move on dari Tari, deh," cerocos Mela emosi.

Tara terdiam saat mendengar gerutuan Mela. Sahabat sekaligus sepupunya itu secara tidak langsung juga sedang menyindirnya.

"Gue nggak habis pikir sih, Ra. Ternyata Roy masih bucin banget sama Tari," ujar Mela lagi. Ia sama sekali tidak menyadari wajah Tara yang mengeruh.

"Mel," panggil Tara pelan sebelum mereka berdua sampai di ruang tamu.

"Apa?" sahut Mela.

"Berhenti bahas Roy dong. Bisa nggak?" pinta Tara dengan lesu.

Breadcrumbing [END]Where stories live. Discover now