Berubah

1.1K 67 11
                                    


Nahdif membaca setiap berkas dengan teliti. Pemasukan dan pengeluaran harus balance tidak boleh kurang sedikit pun.

Ya jasa kirim barang. Ekspedisi perusahaanya menjadi jasa tercepat dan terpercaya.

"Tolong panggilkan pihak akunting," ujar Nahdif pada sekertarisnya.

Wanita itu mengangguk. Ia segera menekan digit nomor.

Nahdif meminta penjelasan tentang beberapa biaya dan kendala dalam pengiriman barang.

"Jadi masalahnya transportasi?"

Lelaki itu mengangguk.

"Kemarin dua kurir kita mengalami pembegalan, Pak."

Deg

Nahdif menatap tajam?

"Bagaimana keadaannya? Siapa?"

"Ahmad dan Idrus. Ahmad tidak apa-apa kalau Idrus mengalami luka tusuk karena melawan berusaha mempertahankan barang dan kendaraan."

"Kita harus tambah sistem keamanan untuk seluruh pegawai, Yan," ujar Nahdif.

"Iya Pak, agar mereka bekerja tidak was-was lagi," sahut Rian.

Nahdif mengangguk.

"Nanti dirapat kita bahas lagi soal ini dan untuk Idrus bayar biaya pengobatannya dari pihak perusahaan," ungkap Nahdif.

***

Selesai sudah pekerjaanya ia segera bergegas pulang. Ya perusahaan ekspedisinya tutup pukul empat sore.

Kendaraan beroda empat itu melaju membelah padatnya jalanan kota.

Netranya memincing ketika melihat wanita di depan gerbang.

"Nad, mau ke mana?"

Nahdif membuka pintu mobil dan menghampiri wanitanya.

"Supermarket," jawab Nadira.

"Kok gak bilang? Ayo." Nahdif segera membantu Nadira masuk ke mobil.

"Lain kali bilang ya. Biar Mas, antar," ujar Nahdif.

Mas antar? Dulu di mana saat dirinya sampai memohon minta dijemput karena hujan?

"Biasanya Mas, sibuk," sahut Nadira.

"Sekarang enggak. Kapan pun kamu mau pergi Mas siap antar jemput," jawab Nahdif.

Nadira tak menjawab. Coba sedari dulu sikapnya seperti ini mungkin ia akan menjadi wanita terbahagia.

Walau kecewa masih ada tetapi, niat Nahdif sedikit mengobati luka.

"Sampai. Nad? Hei sudah sampai." Nahdif melambaikan tangan di hadapan wanitanya yang tengah menatap keluar.

"Melamun?" Nadira tersentak lalu menggeleng.

"Ayo."

Nahdif segera menggenggam tangan wanitanya memasuki supermarket itu.

"Ambil troli," ujar Nadira.

Wanita itu berjalan lebih dulu. Memilah bumbu instan, lalu ke rak buah dan sayur.

Nahdif mengikuti dari belakang sembari mendorong troli belanjaan.

"Nad, gak beli susu?"

Nadira menoleh! Lalu menepuk keningnya pelan untung diingatkan.

Kini mereka memasuki lorong yang berisi aneka merek susu.

"Mau rasa apa?" tanya Nahdif.

Nadira menggeleng.

Dilema CintaWhere stories live. Discover now