Rangga berusaha sabar menghadapi istrinya. Mungkin sesuatu sedang mengganggu suasana hatinya hingga membuatnya seperti itu.

"Sayang," bisik Rangga.

Dzakira mengembuskan napasnya. "Kenapa?"

Rangga menggenggam kedua tangan istrinya. "Kamu yang kenapa, Sayang. Ada sesuatu?"

"Gak ada."

"Yakin?"

"Ya."

Dzakira bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju kamar. Rangga masih di tempatnya belum ingin menyusul. Mungkin istrinya sedang tidak ingin diganggu.

"Kira kan kaya ibu-ibu. Jelek." Dzakira berbicara sedikit keras saat sudah di tengah-tengah anak tangga.

"Apalagi Kira sekarang gendut! Jadi tambah jelek! Makanya Aa lebih suka bicara sama dia!"

BRAK!

Dzakira membanting pintunya saat Rangga sudah berdiri di ujung tangga. Dia langsung berlari tadi saat mendengar suara Dzakira yang sedikit keras untuk menyuarakan isi hatinya. Lelaki itu menepuk keningnya. "Astaghfirullah jadi gara-gara itu. Ya Allah."

Rangga langsung berlari menuju kamarnya dan ternyata pintunya dikunci dari dalam. "Sayang, bukain pintunya dong."

"Kira gak pengen bicara sama Aa! Aa juga tadi cuekkin Kira! Mending gak usah diajak ngobrol sekalian sampai besok!"

"Maafin Aa, Sayang. Aa minta maaf."

"Aa jahat! Nanti Aa kaya A Azka juga pastinya! Kalian kan sahabatan!"

"Astaghfirullah. Enggak, Sayang. Aa cuma cinta sama Dzakira."

"Cinta aja gak cukup, A!"

"Aa kan udah berjuang juga selama ini."

Hening. Tidak ada sahutan lagi dari dalam.

"Sayang?"

"Sayang, kamu ngapain di dalam?"

Dzakira mencengkram pinggiran meja riasnya. Perutnya terasa diremas dan begitu sakit. Dia berusaha tidak menimbulkan suara, tapi ternyata sakitnya itu tidak bisa ditahan.

Perempuan itu merosot di lantai dan tangannya tanpa sengaja menyenggol barang yang ada di atas meja hingga terjatuh di lantai.

"Sayang, kamu kenapa?" Rangga yang mendengar suara barang jatuh menjadi cemas.

Dzakira tidak bisa menahan lagi rasa sakitnya. "Aa, sakit!" teriaknya.

"Ya Allah, apa yang terjadi sama kamu, Kira?" Rangga semakin panik.

"Perut Kira sakit Aa. Tolong, A!"

Rangga berusaha membuka pintu kamar itu. Dia lupa bahwa di atas pintu itu ada kunci cadangannya. "Kira, tahan sebentar yaaa."

Rangga masih berusaha mendobrak pintunya dari luar, tapi tidak berhasil. Hingga dia melihat ke atas dan baru melihat ada kunci di sana. "Astaghfirullahalazim, bertindak buru-buru memang menghilangkan akal sehat."

Rangga berhasil membuka pintunya dan mendapati istrinya sedang bersandar di meja.

"Aa, sakit."

Rangga membantu istrinya untuk berdiri dan itu membuatnya melihat bercak darah di lantai. "Kita ke rumah sakit sekarang," ucapnya lalu beralih menggendong istrinya.

Setibanya di rumah sakit, Dzakira sudah tidak sadarkan diri. Rangga semakin cemas dibuatnya. Apa yang terjadi dengan istri dan calon buah hatinya?

Dzakira masih dalam pemeriksaan. Rangga menunggu sambil mondar-mandir di depan pintu. "Ya Allah lindungilah mereka dan kuatkan istri hamba."

Dokter keluar dari ruangan itu membuat Rangga menghentikan aksinya seperti setrika. "Bagaimana, Dok, keadaan istri saya?"

Dokter itu tersenyum dia mengajak Rangga berdiskusi di dalam ruangannya agar lebih nyaman membicarakan kondisi pasiennya.

"Alhamdulillah, semuanya belum terlambat. Kandungannya masih bisa diselamatkan, meski sempat terjadi pendarahan tadi. Bapak harus bangga karena mereka berdua sangatlah kuat," ucap Dokter itu.

"Alhamdulillah, Ya Allah."

"Untuk tiga hari ke depan, istri Bapak harus dirawat di sini agar cepat pulih."

Rangga mengangguk. "Baik, Dok. Lalu penyebabnya apa ya, Dok?"

"Apakah istri Bapak memakan sesuatu?" tanya dokter itu.

Rangga tampak berpikir. Dzakira hanya makan salad buah ketika di rumah ibunya tadi. Lalu setelah sampai rumah, dia hanya makan kue yang diberi Shila. "Istri saya hanya makan salad buah buatan Bunda saya, Dok. Lalu makan kue juga."

"Kue apa kalau boleh tau?"

"Kue biasa kok, Dok, pemberian teman saya."

"Kalau bisa kuenya dibawa ke sini biar kami cek. Siapa tahu ada kandungan berbahaya di sana."

"Baik, Dok, nanti saya bawa ke sini."

"Dan ini obat yang harus diambil di farmasi." Dokter itu menyerahkan selembar kertas pada Rangga.

"Terima kasih, Dok, saya permisi dulu."

***

Azka memangku anaknya yang sedang demam itu. Sejak siang tadi, anaknya rewel sampai mamanya harus datang untuk membantunya. Untungnya malam ini anaknya sedikit tenang.

Dia pernah mendengar Dzakira dulu membaca sholawat waktu pertama kali menyusui anaknya. Alhasil dia ikut mempraktikkannya tadi dan benar saja, anaknya langsung tertidur pulas. Dzakira benar-benar menanamkan hal baik pada putranya.

"Anak Papa gak boleh nakal, ya. Udah gede harus makin nurut."

Azka menatap lamat-lamat wajah anaknya. Dia merasa melihat fotokopi wajahnya versi bayi. "Kok Papa jadi kangen mantan istri, ya. Kenapa wajah Rafa bisa bikin Papa inget sama dia? Rafa kangen sama Tante Kira?"

Tanpa diduganya bayi itu tersenyum meski dalam keadaan tertidur. Hal itu memang biasa terjadi, tapi Rafa seperti sedang merespons ucapannya.

"Besok Papa antar Rafa ke rumah Tante, ya? Nanti kalau udah ketemu, gak boleh rewel lagi."

Azka meletakkan anaknya di box bayi. Dia naik ke atas tempat tidurnya. Bella sudah tidur lebih dulu tadi. Lelaki itu melihat ponsel istrinya menyala lalu mengambilnya.

Sudah lama dia tidak membuka ponsel Bella dan dia terkejut saat melihat wallpaper ponsel itu seorang bayi laki-laki. Kalau foto Rafa, dia sangat mengenalinya, tapi ini berbeda.

Azka memotret foto itu dengan ponselnya. Dia akan menanyakan perihal ini pada istrinya besok. Mungkin Bella salah memasang foto dengan foto anak dari temannya. Bisa jadi seperti itu.

***

Kalau kurang/lebih dari 30 part gimana dong😭

Kalau kurang/lebih dari 30 part gimana dong😭

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Bonus pict Dzakira-Rangga.

Couple favorit😍

Jazakunallah khairan❤

Ajarkan Aku Cara Bertahan || Lengkap✔Onde histórias criam vida. Descubra agora