Aira memutuskan untuk menaiki tangga itu pelan-pelan. Setelah insiden itu dia jadi trauma dengan yang namanya tangga.

Setelah memasuki kamar luas yang penuh dengan mainan dan poster anak-anak itu, Aira segera ke kamar mandi untuk berwudhu. Setelahnya ia membentangkan sajadah dan mengeluarkan mukena dari tasnya.

Setelah shalat ia menuju cermin untuk memakai jilbab. Bedak bayi dan minyak telon ia bubuhkan di lehernya, itu sudah menjadi kebiasaan barunya semenjak ia hamil. Sangat suka dengan bau bayi.

Aira melirik sebentar ke ranjang di dekatnya, seperti ada pergerakan.

Jadi sedari tadi di sini ada yang lagi tidur?

Itu bukannya tubuh lelaki, ya?

Cepat-cepat ia membetulkan jilbabnya, lalu melirik kembali tubuh yang membelakanginya itu. Penasaran, karena seperti tak asing.

Apa itu bang Ari ya? kok dia tidur di saat orang-orang di bawah begitu sibuk dengan acara ini. Dasar pemalas.

Apa jangan-jangan dia sakit?

Aira mendadak khawatir. Ia mulai mendekat lalu duduk di pinggir ranjang menghadap lelaki itu yang terlihat tertidur cukup lelap.

Dasar duda, hidup gak keurus sedikitpun!!

Raut wajah lelaki yang sedang tidur itu seperti penuh dengan masalah, terlihat begitu lelah.

Aira melepaskan earphone dari telinga lelaki itu, dan mematikan musik yang sedang berputar. Mudah saja bagi Aira untuk membuka ponselnya, karena Ari belum mengganti password-nya.

"Kenapa kamu matikan musiknya, sayang?"

Aira kaget bukan main, ternyata lelaki di hadapannya itu terbangun. Ia terlihat sangat terganggu.

"Emm aku.." Aira menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bingung harus menjawab apa.

Ari bangkit dari pembaringannya, lalu duduk tepat di hadapan Aira dengan jarak yang begitu dekat.

"Aku begitu tersiksa selama jauh dari kamu. Tiap malam aku tidak bisa tidur, makanya aku hidupkan musik. Mungkin dengan itu bisa membantu walaupun kemungkinannya sangat kecil," ujar Ari dengan tatapan sendu.

"Aku minta maaf, aku nggak tau," balas Aira dengan gugupnya.

"Aku kangen banget sama kamu," lirih Ari. Ia mulai mendekati wajahnya untuk mencium Aira.

Sepertinya setan juga sangat ingin untuk ikut berpartisipasi dalam momen ini, membuat mereka sama-sama hanyut. Serasa tidak ada larangan bagi mereka untuk melakukan apapun.

"Baba.." panggilan itu membuat mereka tersentak.

Aira mendorong dada lelaki itu dengan kasar. Mereka sama-sama beristighfar. Aira segera bergegas keluar dari kamar tersebut, tidak peduli dengan bocah yang kini ada di kamar itu, yang tak lain adalah Sultan.

Pelan-pelan ia turun dari tangga seraya memegang bawah perutnya, takut jika hal yang tidak diinginkan terjadi.

"Kakak lihat orang tua aku, nggak?" tanya Aira setelah mengatur nafasnya kembali.

Manajemen Rumah Tangga ✔Where stories live. Discover now